PWMU.CO – Pelatihan Jurnalistik di SPEAM (Sekolah Pesantren Entrepreneur Al-Maun Muhammadiyah) Kota Pasuruan yang berlangsung Rabu (29/11/2023) menjadi pengalaman baru bagi saya.
Pelatihan terbagi menjadi dua kelas: saya mengisi di SPEAM Putri dan Wakil Pemimpin Redaksi PWMU.CO Sugeng Purwanto di SPEAM Putra. Kedua pondok terpisah sekitar dua kilometer.
Inilah kali pertama saya menyampaikan materi penulisan berita di depan siswa SMP yang berasal dari berbagai daerah itu. Ada dari yang Sumbawa NTB, Bangkalan, Probolinggo, Situbondo, atau Sidoarjo. Meski dari 90 peserta santri putri SPEAM itu ada siswa SMA-nya tapi santri SMP-nya lebih banyak. Pengalaman mengisi pelatihan jurnalistik dengan peserta murni siswa SMA pernah saya lakukan di SMA Muhammadiyah 1 Babat, Lamongan, 13 Agustus 2022.
Memberi materi pada pelajar ini mengingatkan saya ketika masih menjadi guru honorer tahun 1990-1996. Saya pernah menjadi guru di SD Islam Hasanuddin Jalan Karah Agung Surabaya, SMP Arif Rahman Hakim Jalan Karang Empat (kini di Jalan Kalijudan IX/30) Surabaya, dan SMA Muhammadiyah 1 Babat. Setelah itu saya ‘murtad’ dari guru dan terjun di bidang percetakan dan penerbitan—lalu mendapat amanah perjuangan sebagai editor PWMU.CO sejak 2016 hingga sekarang.
Selama ini, saya sering diminta mengisi pelatihan jurnalistik untuk guru dan aktivis Muhammadiyah di daerah, cabang, atau ranting Muhammadiyah—dan belakangan juga dosen di Universitas Muhammadiyah Gresik.
Menghadapi siswi, saya menemukan keunikan-keunikan, di samping keceriaan dan sikap polos. Misalnya beberapa di antara mereka meminta saya tanda tangan di buku tulis atau secarik kertas. Ini pengalaman pertama saya. “Lucu ya anak-anak ini,” batin saya.
Biasanya, seperti juga terjadi di pelatihan SPEAM itu, saya diminta tanda tangan di buku karangan atau hadiah yang saya berikan pada peserta. Lah kalau di secarik kertas, untuk apa? Inilah mungkin beda dunia kakek dengan generasi Z.
Baca sambungan di halaman 2: Berbasis Kertas