Hewan Dam Haji Tidak Disembelih? Ini Suara Muhammadiyah; Liputan Muchammad Jiddan Azhar
PWMU.CO – Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah (LPHU), Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM), serta Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) se-Jawa Timur sukses diselenggarakan.
Rakorwil ini digelar di Aula Mas Mansur, Gedung Muhammadiyah Jawa Timur, Jalan Kertomenanggal IV/1 Surabaya, Sabtu (2/12/2023).
Sesi diskusi Rakorwil tersebut difokuskan pada isu penting terkait pelaksanaan haji dan umrah. Salah satu sorotan utama datang dari Ketua LPHU Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Ust Drs H M Ziyad MAg, yang menyampaikan permasalahan terkait dam haji.
“Karena waktunya singkat, saya masuk sekarang ke yang menjadi pertanyaan kita dan hingga hari ini belum terselesaikan adalah mengenai dam. Jamaah haji Indonesia rata-rata adalah jamaah haji tamattu’. Ada haji qiran, ada haji ifrad. Kita tamattu’. Nabi Muhammad SAW adalah haji qiran, kita haji tamattu, bersenang-senang kemudian membayar aam. Dam ini rata-rata, kalau kita ikuti bayar dam di Bank Al-Rajhi. Itukan sekitar 800 sampai 1200 riyal,” ungkap Ziyad saat membuka diskusi.
Lebih lanjut, dia menyoroti praktik di lapangan terkait pembayaran dam, di mana tidak semua hewan yang dibeli untuk dam haji benar-benar dipotong sesuai prosedur yang diharapkan. Bahkan, daging hasil potongan seringkali tidak dibagikan kepada yang berhak atau malah dijual kembali.
“Mohon maaf kita tidak suudzan tapi ini fakta! Tidak dipotong semuanya, sebab ngenteni atau nunggu 100 sampai 200 wong motong opo gak keleng-keleng, Pak,” tandasnya dengan canda.
Ia menjelaskan, kondisi ini memunculkan pemikiran baru terkait solusi atas perbedaan pendapat ulama terkait pembayaran dam haji. Sejumlah ulama berbeda pendapat, antara lain mengenai lokasi pemotongan hewan serta penggunaan dagingnya.
“Ada ulama yang berpendapat misalkan Hanafi, boleh dagingnya itu dipotong di sana. Harus dipotong di sana, kemudian dagingnya boleh dikirim ke luar. Itu yang sedang diijtihadi oleh Pak Dirjen,” kata Ziyad menyebut Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaran Haji dan Umrah Kementerian Agama Prof Hilman
Kemudian, imbuhnya, yang kedua misalnya Imam Hambali. Boleh dipotong di luar, dibawa masuk ke Makkah, untuk dipotong di rumah. “Lah kok tambah repot mosok motong di Indonesia dibawa ke sana, angel,” kata Ziyad dalam bahasa Lamongan.
Ia menyebut, Kementerian Agama telah mengajukan permintaan fatwa kepada para ulama Indonesia terkait penyelesaian masalah ini. Ini diharapkan tidak hanya menyelesaikan masalah praktis tetapi juga mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat.
“Sehingga kalau di Indonesia ini ada 229.000 jamaah, berarti akan ada 229 ekor kambing, terjadi perputaran ekonomi, terjadi pengentasan stunting atau gizi nasional kita, itu luar biasa,” katanya.
Kerja Sama dan Sertifikasi
Ziyad juga menegaskan pentingnya kerja sama antara LPHU dan KBIHU tanpa adanya persaingan dalam merebut jamaah.
Ia menekankan perlunya pelatihan sertifikasi bagi pembimbing jamaah haji dan umrah untuk mendukung persiapan terkait perubahan undang-undang yang melibatkan petugas operasi di bandara.
“Makannya kita persiapkan, kita perbanyak orang-orang yang ikut sertifikasi lah, kita bisa bekerja sama LPHU dengan Universitas Islam Negeri (UIN) setempat,” jelasnya.
Rakorwil ini, imbuh Ziyad, menjadi tonggak penting dalam menjelaskan tantangan dan upaya penyelesaian terkait pelayanan haji dan umrah.
Ia berharap, kerja sama serta konsolidasi berbagai pihak dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang kompleks ini, untuk meningkatkan kualitas dan pelayanan yang lebih baik bagi para jamaah haji dan umrah di masa yang akan datang. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni