PWMU.CO – Nabi Isa al-Masih diutus untuk mengajarkan tauhid bukan trinitas. Apalagi menuhankan dirinya.
Hal itu disampaikan Syarif Hidayatullah SAg dalam Pengajian Ahad Pagi Majelis Tabligh PDM Kota Batu di Masjid Taqwa, Ahad (3/12/2023).
”Nabi Isa diutus kepada Bani Israel untuk menyembah Allah swt, tidak menyekutukanNya,” kata Syarif Hidayatullah yang menjabat Sekretaris PDM Kota Batu.
Dia menyebut surat al-Maidah ayat 72 yang artinya: “Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam. Padahal Al-Masih (sendiri) berkata, Wahai Bani Israil sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh Allah mengharamkan surga baginya dan tempatnya ialah di neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zalim itu.”
Pada surat al-Maidah ayat 116, sambung dia, Allah menegaskan ajaran Nabi Isa pada umatnya melalui dialog ini. ”Ketika Allah berfirman: Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?.
Isa menjawab: Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.”
Sepeninggal Nabi Isa, Syarif Hidayatullah menjelaskan, ada tiga pendapat yang berkembang pada kaumnya. Pertama, Isa a-Masih ke langit berarti Isa adalah Allah. Ini pendapat kelompok Yakkubiah.
Kedua, Isa yang diangkat ke langit adalah putra Allah. Ini pendapat kelompok Nasturiah.
Ketiga, Isa yang diangkat ke langit adalah hamba Allah. Ini pendapat kelompok muslimin.
”Kelompok 1 dan 2 sangat banyak jumlahnya, sedangkan kelompok 3 kemudian musnah, sehingga lima abad setelahnya diutuslah Nabi Muhammad untuk meluruskan pandangan Bani Israel tersebut,” katanya.
Dijelaskan, Nabi Isa sama dengan nabi sebelumnya, tak lebih dari manusia biasa yang makan dan minum serta hidup selayaknya manusia. Dia tidak punya kemampuan ilahiah atau rububiyah.
”Bisa mengobati orang buta, bisa bicara waktu bayi, menghidupkan burung dari tanah liat, menurunkan hidangan dari langit, mengeluarkan anak yang sudah mati dan menghidupkannya sebentar, itu semua atas izin Allah,” tuturnya.
Soal penyaliban, katanya, surat an-Nisa: 157 menrangkan dia tidak disalib dan dibunuh. Orang yang disalib adalah orang yang diserupakan dengannya.
Penulis Khoen Eka Editor Sugeng Purwanto