PWMU.CO – Immawati saat ini dapat bergerak dan menggerakkan, hidup dan menghidupi, serta berjuang dan memperjuangkan. Harapan ini disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Mohammad Miftahul Firdaus Su’udi.
Firdaus menyatakan itu ketika sambutan pada Pembukaan Diksuswati II DPD IMM Jawa Timur 2023 di Aula Mas Mansyur, Gedung Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Jalan Kertomenanggal IV/1, Surabaya, Jumat (12/12/2023) siang.
Di awal sambutan, Firdaus menilai, pendidikan khusus Immawati (sebutan bagi kader perempuan di IMM) perlu dilakukan karena potensi Immawati pada mahasiswa Muhammadiyah yang begitu besar. Ia juga mengungkap, perbandingan antara Immawati dan Immawan cukup besar, yaitu 70 banding 30.
“Tapi kita lihat, gerakan-gerakan Immawati ini muncul atau terus tertutupi oleh gerakan-gerakan Immawan?” tanyanya retorik.
Hal itu ia katakan karena melihat gerakan Immawati yang kadang masih tertutupi oleh gerakan Immawan. Sehingga menurutnya perlu penciptaan kader-kader, khususnya kader Immawati agar dapat berdiaspora di seluruh negeri.
“Tidak hanya di persyarikatan tapi ada juga yang menjadi akademisi, ada juga yang mungkin jadi politisi, mungkin ada juga yang menjadi birokrasi, dan ada juga yang menjadi wirausaha yang sangat profesional di daerah masing-masing muncul dari Immawati,” tambahnya.
Selanjutnya, Firdaus menjelaskan kegelisahannya terhadap negara kepada perempuan. Hal itu ia contohkan dalam bukti nyata, terutama pada pembuatan aturan oleh negara kepada para perempuan, terutama pada ruang legislatif.
“Keterwakilan perempuan harus 30 persen untuk bisa lolos partai dan lain sebagainya. Ini kegelisahan! Maka memang harus ada sebuah paksaan yang harus dilakukan. Kalau ibaratnya adalah dari struktural,” ucap Firdaus.
Ia mengatakan, untuk menuju struktural, jika tidak dipaksa ataupun jika tidak dibuatkan aturan, mungkin tidak akan pernah bahkan minim sekali adanya perwakilan-perwakilan calon legislatif atau pemerintahan yang berasal dari perempuan.
Firdaus kemudian menceritakan Immawati yang melakukan protes kepadanya mengenai posisi Immawati yang tidak ada pada 13 formatur, mempertanyakan DPD yang nantinya ada bidang Immawati, dan juga mempertanyakan jumlah prosentase Immawati yang akan berada di dalam struktural DPD IMM Jawa Timur. Protes tersebut, kata Firdaus, disampaikan oleh salah satu Immawati melalui telepon ketika musyda dilaksanakan.
“Setelah itu saya hanya menjawab satu, berikan saya 10 nama Immawati. Semua akan saya masukan DPD. Tapi nyatanya tidak satu pun nama diberikan kepada saya untuk menjadi struktural di DPD IMM Jawa Timur,” lanjutnya sembari tersenyum.
Dia menegaskan, hal tersebut adalah suatu kegelisahan sehingga dia ingin mendorong Immawati untuk segera disikapi sejak awal. Namun ia tidak mengerti mengapa hanya terrealisasi di akhir periode sebelum muktamar dan musyda.
“Nanti ini PR bagi seluruh peserta, diksuswati khususnya. Banyak temen-temen yang bertanya bagaimana cara menggerakan Immawati ini, mungkin hari ini kita buat aturan secara struktural yang betul-betul memaksa bagaimana setiap pimpinan cabang harus merekomendasikan Immawati-Immawati untuk ikut berpartisipasi,” ucapnya.
Baginya, hal tersebut akan menumbuhkan dan melahirkan kultural tanpa menghadirkan kembali suatu desakan dan suatu dorongan. “Di bawah hal tersebut nantinya akan muncul sendirinya, sehingga secara umum Immawati dapat bergerak,” imbuhnya.
Ia pun berharap dari 30 orang yang mengikuti pendidikan khusus Immawati nantinya dapat membuat rumusan dan gagasan. Ia juga berharap setelah itu Immawati tidak hilang begitu saja.
“Entah hilang karena ikut Immawan untuk menjadi istri dan tidak diperbolehkan berproses atau hilang karena sudah ada kegiatan lain,” ujarnya. (*)
Penulis Ario Khairul Habib Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni