PWMU.CO – Tiga tugas pemimpin perlu dipahami supaya organisasi bisa bertahan menghadapi tantangan zaman.
Hal itu menjadi topik ceramah Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya Hasan Cholis dalam acara Capacity Building dan Raker PCM Lakarsantri di MIM 28 Raya Bangkingan, Ahad (17/12/2023).
Acara dihadiri anggota PCM, PCA, pimpinan majelis, anggota PRM se Lakarsantri, takmir masjid, kepala dan guru MI Muhammadiyah 28, dan TK Aisyiyah 59.
Hasan Cholis menjelaskan, capacity building seperti ini diperlukan untuk menularkan kemampuan ilmu kepemimpinan dan keorganisasian kepada para kader.
Meskipun banyak kader, kata dia, kadang susah mencari orang yang mau duduk di PRM, PCM, dan majelis karena tidak semua orang berani tampil, tidak berani menjadi contoh.
”Sebab jadi pemimpin itu, ojo maneh salah, bener ae dipaido,” kata pengusaha sarang walet ini. Artinya, menjadi pemimpin itu jangankan salah, benar saja masih dicela.
Menurut dia, di Muhammadiyah itu sistem kepemimpinannya kolektif kolegial. Dalam berorganisasi perbedaan pendapat itu biasa justru yang sulit menghormati pendapat orang lain dan keputusan yang sudah dibuat.
Itulah yang pertama dari tugas pemimpin.
”Ada pemimpin usulannya ditolak nggondok. Parahnya lagi nggembosi. Parahnya lagi menghina,” ujarnya.
Organisasi jadi kacau kalau ada pimpinan tidak ikut rapat lantas protes atas keputusan yang dibuat.
Hasan Cholis menegaskan, apapun keputusan yang sudah diambil dalam rapat, harus dijalankan oleh pimpinan. Jangan ada yang mengubah di tengah jalan. Apalagi jalan sendiri dengan pendapatnya.
Kedua, kaderisasi. Hasan Cholis bertanya,”Apakah ada anggota baru? Orang yang tidak ada darah Muhammadiyah mau daftar jadi anggota?”
Menurut dia, kalau ada anggota baru, orang tertarik masuk ke Muhammadiyah berarti itu tanda kepemimpinan organisasi bagus.
Dia bercerita, orang benci atau hormat kepada Muhammadiyah tergantung dari penampilan dan perilaku personel pemimpinnya.
”Usahakan orang lain nyaman dengan kita sebagai orang Muhammadiyah. Masyarakat bisa menerima bahkan memilih kita jadi pemimpin di masyarakat,” tuturnya.
Dia menyarankan, kalau sedang berkumpul di warung kopi, ceritakan kiprah Muhammadiyah. Misalnya, sumbangan Muhammadiyah ke Palestina, relawan datang ke bencana Semeru, membangun rumah sakit, pendidikan.
”Orang bisa mendengar langsung kerja Muhammadiyah dari aktivisnya bukan dari orang lain yang bisa salah tafsir,” ujarnya.
Pemimpin harus mampu beradaptasi. Paham lingkungan yang heterogen. Kemampuan beradaptasi dengan sifat jangan merasa paling benar.
Ketiga, menyusun tujuan organisasi membuat orang bisa bertahan. Kumpul-kumpul kalau tidak ada tujuan cepat bubar.
Penulis Ichsan Mahyuddin Editor Sugeng Purwanto