PWMU.CO – Pondok pesantren adalah tempat menggodok kader-kader bangsa, membangun kepribadian, dan pemahaman tentang bangsa yang besar yakni peradaban. Jangan sampai hilang seperti di Azerbaijan.
Hal itu disampaikan Prof Dr Husnan Fananie MA pada acara Pengajian Akbar dan Silaturahim Keluarga Besar Pondok Pesantren (Ponpes) al-Fattah Sidoarjo, Jawa Timur, Ahad (7/12/23).
Pengajian akbar bertema peran pesantren dalam membangun peradaban bangsa tersebut anggota Badan Wakaf Pondok Modern Gontor ini mengawali materi ceramahnya dengan pertanyaan apa sebenarnya pondok pesantren itu?
“Pondok pesantren bukan hanya tempat mengaji, menghafal al-Quran, menuntut ilmu pengetahuan, dan membangun karakter santri,” kata Fananie.
Dia menjelaskan, pesantren juga tempat kawah candradimuka manusia-manusia hidup yang menghidupkan, memberi kehidupan dan tidak terlindas dalam zaman kehidupan.
”Kalau ditanya peran pesantren dalam membangun peradan bangsa, maka jawabnya pesantren adalah tempat dan sumber peradaban manusia dan bangsa,” ujarnya disambut dengan tepuk tangan hadirin.
Dia juga menegaskan seorang anak masuk pondok pesantren bukan hanya agar menjadi ulama, kiai, atau menjadi orang hebat seperti pejabat bahkan presiden.
”Pesantren mendidik anak-anak kita untuk berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup, takut hidup mati saja, sekali hidup, hiduplah yang berarti dan bermanfaat,” tambah dia di pengajian yang dihadiri alumni Ponpes al-Fattah.
Dia mengungkapkan ketika pesantren sudah hidup dan menjadi bagian dari peradaban di Indonesia maka pesantren tidak boleh berhenti.
”Berhenti saja tidak boleh apalagi sampai hilang seperti di Azerbaijan,” imbuhnya.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Azerbaijan itu menceritakan, di Azerbaijan, sebuah negara Eropa Timur yang berada di lembah pegunungan Kaukasia tempat lahirnya Nabi Nuh as pernah berada di peradaban-peradaban besar seperti Bizantium, Romawi kuno, sampai peradaban Islam yang dibawa oleh Muawiyah.
”Di abad ke-19 dijajah oleh Uni Soviet, merdeka tahun 1991. Semua peradaban yang pernah ada di sana tidak terlihat lagi, termasuk peradaban Islam, diganti dengan peradaban komunis,” ungkapnya.
Fananie mengingatkan jangan sampai yang terjadi di Azerbaijan terjadi di Indonesia. Contohnya, salam assalamualaikum diganti dengan salam yang lain, keimanan diganti dengan pemahaman komunis.
”Peradaban ini harus kita pertahankan, kita jaga dari pesantren dengan pengorbanan. Bahu, pikir, bondo lek perlu sak nyawane,” katanya dengan berapi-api.
Dia menambahkan para tokoh seperti Buya Hamka, Pangeran Diponegoro, HOS Cokroaminoto, H Agus Salim, Bung Karno, , Kartosuwiryo adalah santri yang membangun peradaban Indonesia.
Dia juga mengingatkan kepada wali santri, pesantren bukan penjara suci tempat penitipan anak nakal. Tetapi tempat mendidik anak manjadi bisa hidup, membangun kehidupan, menjaga kehidupan dan dan mengerti kehidupan.
Di akhir ceramahnya, dia berpesan, hidup di dunia itu cuma tiga: beribadah, menjadi khalifah, dan memakmurkan bumi.
“Insyaallah marwah kita akan diangkat Allah, cita-cita kita dikabulkan Allah dan kita dicintai Allah,” pungkasnya. (*)
Penulis Heri Siswanto Editor Sugeng Purwanto