PWMU.CO – Ketua Umum Pimounan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Cabang Jember Dwi Nauval mengajak para pemilih muda untuk lebih cerdas dalam memilih pemimpin. Hal itu dia sampaikan dalam diskusi dan nonton bareng Debat Cawapres 2024 di Kafe Ergo di Jalan Rowotawu, Kecamatan Sumbersari, Jember, Jawa Timur.
“Para intelektual terutama kader IMM hari ini harus cerdas dalam memilih calon pemimpin. Misal dalam hal ini presiden dan wakil presiden,” katanya, Jumat (22/12/2023).
Ia mengatakan, mahasiswa sebagai kelompok terdidik harus menjadi agen yang mendorong lahirnya pemilih cerdas. “Pemilih cerdas adalah pemilih yang menggunakan rasionalitas. Melihat calon berdasar rekam jejak dan gagasannya,” imbuhnya.
Alumnus Fakultas Pertanian itu menyebut fenomena politik gimik harus segera diakhiri. Sebab hal tersebut dapat menjadikan demokrasi yang dirawat sejak reformasi bisa rusak. Lebih jauh, Nouval meminta kesadaran politik kader IMM harus dibagi ke masyarakat luas.
Melalui jalan itulah, kata Nouval, politik sebagai sebuah harapan untuk Indonesia yang lebih baik bisa diwujudkan. “Intelektual harus memberikan kebermanfaatan terhadap lingkungannya nanti agar lebih cerdas dalam memilih,” katanya.
Sementara itu, Kabid Hikmah PC IMM Jember Ahmad Firdaus mengatakan, “Diskusi dan nobar Debat Cawapres digelar dalam rangka mengajak masyarakat, khususnya generasi muda, untuk cerdas dan cermat dalam menganalisa informasi jelang Pemilu agar tidak salah dalam memilih pemimpin.”
Mahasiswa Fakultas Hukum Unmuh Jember itu mengimbau anak muda agar bijak dan selektif dalam memilih pemimpin. “Prinsipnya, kami ingin mendorong anak muda menjadi pemilih cerdas,” imbuhnya.
Diskusi dan nobar ini menghadirkan dua pembicara. Pertama, dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember Andi Saputra SH. Kedua, dari Jaringan Edukasi Pemilu untuk Rakyat (JEPR) Irham Firdaruzziar SPt.
Andi Saputra yang dalam lima tahun terakhir fokus liputan di desk politik pemerintahan mengatakan, “Pilpres 2024 jauh lebih baik dibandingkan dengan Pilpres sebelumnya (Pilpres 2019), karena peserta lebih dari dua paslon sehingga potensi polarisasi lebih terminimalisir.”
Hanya saja, menurutnya, pada Pilpres 2024 ini terdapat demoralisasi demokrasi yang dapat dilihat dari bagaimana cawe-cawe Jokowi. Menurutnya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi jalan pintas putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, untuk mencalonkan diri menjadi cawapres adalah wujud terang bangunan politik dinasti yang hendak dibangun Jokowi.
“Memang politik dinasti dalam demokrasi secara prosedur tidak masalah namun secara etika wajib dipertanyakan dan dilawan,” sambungnya.
Ia menambahkan, jika politik dinasti dibiarkan tumbuh subur maka akan memengaruhi ruang persaingan. Karena hanya mereka yang berasal dari keluarga yang berkuasa yang mendapatkan jalan pintas dan keistimewaan.
Sementara Irham Firdaruzziar menyampaikan, “Demoralisasi demokrasi akan berdampak buruk terhadap perkembangan suatu negara.”
Maka menurutnya, pemilih muda perlu mengembalikan ruang-ruang diskusi publik sehingga akan semakin banyak pemuda yang cerdas dalam memilih pemimpin. “Mau tidak mau, mahasiswa saat ini harus ikut andil dalam pengawasan Pemilu dan memberikan edukasi kepada masyarakat. Karena banyak pemimpin atau pelaku kekuasaan yang menggunakan aparatur sipil sebagai alat politik,” ungkapnya.
Dia menuturkan, pemilih yang cerdas itu mencari calon pemimpin yang buruknya paling sedikit. “Jadi Debat Cawapres ini akan menarik untuk ditelaah dan saya harap tetap berrasional dalam menyikapi,” ujarnya.
Ia menambahkan, untuk persoalan demoralisasi politik perlu disepakati bersama atas rasionalitas dan idealisme anak muda saat ini. “Melalui nobar Debat Cawapres hari ini dapat lebih bijak memilih presiden dan wakil presiden sebagai pemimpin bangsa ini,” harapnya. (*)
Penulis Osera Maylanda Sundari Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni