PWMU.CO – Cara atasi overthinking dikupas Wakil Ketua Bidang Dakwah dan Pengkajian Agama Mujahidul Authon l SPd di kultum bakda shalat Subuh, Sabtu (13/1/2023).
Para kader Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) dan Pimpinan Cabang Nasyiatul Aisyiyah (PCNA) Gresik Kota Baru (GKB) menyimaknya di mushala Vila Mediana Pacet, Mojokerto, Jawa Timur.
Authon menyampaikan, punya pikiran berisik bikin tidak nyaman. “Tadi aku benar gak ya ngomong begini,” contoh pria yang sehari-harinya bekerja di SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik itu.
Dia menerangkan, setelah bertemu orang, otak manusia ada kalanya menganalisa perkataan maupun perlakuan diri sendiri ke orang tersebut. “Sehingga kita bertanya ke diri sendiri, apakah yang tadi saya katakan lakukan sudah tepat? Apakah aku annoying?” lanjutnya.
Setelahnya, Authon yakin, pikiran tidak berhenti begitu saja. Melainkan lanjut fokus menganalisa gesture (bahasa tubuhnya) bahkan overthinking (berpikir berlebihan). Akibatnya, lanjut Authon, berdampak menyalahkan diri sendiri dan self esteem semakin merendah.
Authon pun menegaskan, “Panjenengan dan kulo bisa saja terjebak dengan kondisi di mana itu semua di luar kendali kita. Ada beberapa hal yang tidak bisa kita jangkau. Jadi jenengan dan kulo jangan menyibukkan diri dengan skema pikiran diri sendiri.”
Strategi Atasi Overthinking
Dalam hal ini, Authon menyarankan, “Anggaplah kita manusia bodoh sehingga ego menurun dan kita tidak mematok diri kita dengan sesuatu yang terlalu tinggi. Kalaupun ada tuduhan, tidak merasa benar sendiri.”
Pesan ayat 1-5 at-Takatsur lantas ia sampaikan. “Allah ciptakan kita tidak lain hanya untuk ibadah kepada-Nya,” tegasnya.
Ia mengajak para jamaah dari Nasyiah maupun Pemuda GKB itu agar tidak lalai dengan hal-hal dunia. Apalagi sampai lupa akan tujuan akhirat karena terlalu fokus pada dunia.
Authon menukil Hadist Riwayat Tirmidzi Nomor 2340.
لَا تَزُوْلُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَ عَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ وَ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَ فِيْمَ أَنْفَقَهُ وَ مَاذَا عَمِلَ فِيْمَ عَلِمَ
Artinya, “Rasulullah SAW dawuh, tidak akan bergeser sedikit pun telapak kaki anak Adam di hari kiamat nanti di sisi Tuhannya sampai ditanya lima hal.”
“Tentang bagaimana menggunakan waktu dan usia yang dimiliki saat ini. Tentang masa muda yang kita miliki saat ini untuk apa ia pergunakan,” sambungnya.
“Apa saja yang kita habiskan dari harta yang kita miliki saat ini. Dari mana kita mendapatkan harta tersebut dan bagaimana kita mentasharusfkan (menggunakan) harta tersebut. Dan apa saja yang jenengan lakukan dengan ilmu yang dimiliki,” imbuh Authon.
Pertanyaan Allah
Menariknya, kata Authon, Rasul menyebut satu poin yang dibagi dua hal. “Tentang harta, bagaimana cara kita mendapatkan dan menggunakannya. Di akhir at-Takatsur, sekecil apapun nikmat yang kita dapat pasti ditanya Allah SWT,” terangnya.
Authon meyakinkan, menjawab pertanyaan Allah SWT tidak semudah menjawab pertanyaan manusia. “Pada hari itu kata Allah, kami akan mengunci kata-kata mereka. Tangannya akan bicara dan kakinya menjadi saksi!” ungkapnya menukik salah satu ayat Quran.
Akhirnya alumnus Ponpes Gontor ini berpesan, “Tolong berhati-hati menggunakan usia yang kita miliki saat ini. Jangan terjebak materi. Dengan kekayaan yang kita miliki Jenengan harusnya sedih karena itu akan dihisab.”
Authon menerangkan, sebagaimana sahabat Rasulullah terdahulu, baiknya berdoa bukan agar Allah berikan kekayaan tapi tolong cukupkan. “Pada zaman Rasulullah masih hidup, mereka berlomba-lomba mentasharusfkan hartanya di dunia agar di akhirat tidak disulitkan dengan hisab hartanya,” tuturnya.
“Jangan pernah berhenti mencari Allah. Nikmatilah ibadah kepada Allah. Mudah-mudahan kita kembali ke
Rahmatullah dengan tersenyum,” tutupnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni