PWMU.CO – Abu Bakar pernah memuntahkan makanan yang telanjur masuk perutnya setelah tahu asal usul makanan itu.
Kisah ini diceritakan Abdul Hamid Muhanan Lc dalam pengajian Subuh Bersama Keluarga (Surga) PRM Babat Tengah Lamongan bertempat di TPA al-Hikmah, Ahad (14/1/2024).
Ceritanya, pada suatu malam Abu Bakar lapar karena berpuasa di siang hari. Dia mengambil roti yang disediakan budaknya tanpa bertanya terlebih dahulu.
Setelah Abu Bakar memakan roti itu, budaknya berkata, “Tahukah tuan, dari mana asal roti tersebut?”
Abu Bakar berkata,”Beritahu aku dari mana roti tersebut berasal.”
Budak itu berkata,”Dahulu di masa jahiliyah, ada seseorang yang minta diramal, lalu aku meramal untuknya, padahal aku tidak bisa meramal. Aku hanya menipu dia saja. Kebetulan, tadi saya bertemu dia. Lalu memberikan upah ramalan di masa jahiliyah dulu. Lantas dengan uang itu aku membeli roti ini.”
Mendengar itu serta merta Abu Bakar memasukkan jarinya ke dalam kerongkongan dan memuntahkan seluruh isi perutnya.
Keterangan ini berdasarkan riwayat Bukhari dan Ahmad.
Abdul Hamid Muhanan menerangkan, dalam al-Quran terdapat ayat perintah (amar) dan ayat larangan (nawahi).
”Mengamalkan ayat perintah lebih mudah, sedangkan menjelankan ayat larangan lebih berat,” katanya.
Kemudian dia membacakan ayat larangan dalam surat al-Baqarah: 188.
Janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang batil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kalian dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetahui.
Dia menjelaskan larangan makan harta haram, meliputi arti memakan, memungut, mengambil.
”Kelak seseorang dimintai pertanggungjawaban. Pertama, dari mana harta didapatkan. Kedua, untuk apa harta digunakan. Karenanya kita harus berhati-hati dalam mencari dan menggunakan harta,” tuturnya.
Berdasarkan ayat tadi, Abdul Hamid Muhannan menjelaskan, makan barang batil itu dapat terjadi misalnya menang perkara karena menyuap hakim.
”Jadi yang salah jadi benar dan yang benar jadi salah. Karena itu bila terjadi masalah antara seseorang lebih bagus diselesaikan secara kekeluargaan, tidak perlu sampai ke pengadilan, agar tidak rumit,” uja alumnus Universitas Ummul Qura Mekkah.
Selesai pengajian anak-anak yang ikut shalat Subuh mendapat uang saku. Jamaah menikmati kue dan kopi.
Penulis Hilman Sueb Editor Sugeng Purwanto