PWMU.CO – Mahfud MD menyinggung aparat yang tak mau melaksanakan aturan sehingga merugikan rakyat adat menguntungkan pengusaha nakal.
Pernyataannya itu mengungkap kebijakan agraria dan Sumber Daya Alam (SDA) dalam Debat Cawapres yang diadakan Komisi Pemilihan Umum di Jakarta Convention Center, Ahad (21/1/2024) malam.
Menurut dia, kebijakan agraria dan Sumber Daya Alam (SDA) sering tanpa persetujuan masyarakat adat. Akibatnya, sejak 2014 terjadi perampasan 8,5 juta hektare wilayah adat dan mengakibatkan 678 kasus kriminalisasi dan pemiskinan perempuan adat.
Dia mengungkap, pada 2024 ini, berdasarkan rekapitulasi yang dibuat Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), 2.587 dari 10 ribu pengaduan adalah kasus tanah adat. “Jadi memang ini masalah besar di negeri ini,” ujarnya.
Terkait ada yang mengatakan, aturan sudah ada tinggal laksanakan, Mahfud MD menegaskan,”Tidak semudah itu. Justru ini aparatnya yang tidak mau melaksanakan aturan, akalnya banyak sekali.”
Meski sudah ada putusan dari Mahkamah Agung (MA) soal kasus ini, Mahfud mengungkap masih ada aparat yang tidak melaksanakan. Bahkan ada yang baru terlaksana 1,5 tahun kemudian.
“Empat hari lalu ketika kami bertemu di KPK, saya ulangi, KPK mengatakan itu banyak tuh perluasan tanah dan izin-izin tambang sudah dicabut oleh Mahkamah Agung, tidak dilaksanakan sampai setahun setengah,” tuturnya.
Terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sempat Gibran katakan, Mahfud menekankan sudah ada perintah dari MA untuk dicabut. Dia mencontohkan, “Itu IUP yang di sana dicabut, vonis sudah inkrach, 1,5 tahun tidak jalan.”
“Ketika kami kirim orang ke sana, petugasnya tiba-tiba dipindah. (Petugas) yang baru ditanya, (jawabannya) kami tidak tahu. Padahal sudah terjadi eksploitasi terhadap tambang-tambang nikel kita,” cerita dia.
“Oleh sebab itu, kalau ditanyakan apa yang harus kita lakukan, strateginya adalah penertiban birokrasi pemerintah dan aparat penegak hukum!” tegas Mahfud MD.
Dia menjelaskan, kalau jawabannya laksanakan aturan, itu normatif. Jadi kalau aparat penegak hukum itu hanya orang paling atas yang bisa memerintahkan siapa pimpinan penegak hukum itu.
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Sugeng Purwanto