PWMU.CO – Cak Imin alias Muhaimin Iskandar mengatakan hal itu dalam debat keempat cawapres Pilpres 2024,Ahad (21/1/2024) malam.
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1 Muhaimin Iskandar menyampaikan itu saat pendalaman visi misi dan program kerja dari wakil presiden dengan memberikan pertanyaan yang dibuat oleh para panelis.
Cak Imin menambahkan strategi paslon untuk memulihkan hak-hak masyarakat adat ketika menanggapi jawaban cawapres nomor urut 3 Mahfud MD.
Menurutnya, salah satu upaya pemerintah agar tidak terjadi konflik antara proyek pembangunan nasional dengan masyarakat adat, harus punya prinsip tidak ada satu pun yang ditinggalkan dalam pengambilan keputusan.
“Libatkan masyarakat adat!” tuturnya pada segmen ketiga
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menegaskan, “Menghormati masyarakat adat bukan memakai pakaian adat setahun sekali (saat) 17 Agustus. Bukan!”
Menurutnya, menghormati masyarakat adat adalah memberikan ruang hak ulayat, hak budaya, hak spiritual, hak dan kewenangan mereka. Inilah yang kata Cak Imin menentukan cara membangun.
“Dengan cara penghormatan itu saya kira Pak Mahfud, yang saya sampaikan tadi bisa berjalan dengan lancar. Problem-problem bisa diatasi dengan baik,” imbuhnya di Jakarta Convention Center (JCC).
Sambil merujuk catatannya, Cak Imin menyampaikan, “Tetap saya catat supaya tidak salah karena ini bagian dari agar kita tidak salah jalan dalam melaksanakan pembangunan.”
Terhadap tanggapan itu, Mahfud sepakat dengan Cak Imin, jangan ada yang tertinggal. “Pak Muhaimin, di meja saya itu ada tumblr tulisannya ‘No One Left Behind’. Jangan ada satu pun yang tertinggal. Dan itu yang saya lakukan,” tegasnya.
“Kalau Bapak tadi katakan, ‘jangan ada yang tertinggal dong, semua dilibatkan’ itu yang tadi saya putuskan ketika saya membatalkan 14 Pasal Undang-Undang (UU) Wilayah Pesisir. Justru karena di situ masyarakat adat tidak pernah dilibatkan,” imbuh Cawapres nomor urut 3 itu.
“Sehingga mereka coba, sekarang ini masyarakat adat yang ada di hutan-hutan di Kalimantan Timur itu 20 ribu orang tidak bisa memilih karena tidak punya KTP,” ungkap Mahfud.
“Kenapa tidak punya KTP?” tanya dia retorik lalu menjawab, “Karena katanya dia menghuni hutan negara. Kalau hutan negara tidak boleh ada penduduk di situ, padahal dia sudah puluhan tahun di situ.” (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni