PWMU.CO – Konselor SD Muhammadiyah 1 GKB (SD Mugeb) Gresik mengajak siswa kelas V memahami dampak bullying (perundungan). Pasalnya, Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) kali ini bertema anti perundungan.
Sebelum memulai, Suci Damayanti SPd sebagai pemandu acara mengajak para siswa kelas V mengumpulkan semangat dengan meneriakkan jargon.
“Kelas V! Be a friend, Stop bully, Yes!” Mereka berteriak sambil menautkan kedua tangan, menyilangkan tangan, lalu mengepalkan tangan.
Usai ice breaking, konselor SD Mugeb Yuanita Anggun Candra Yudha SPsi mengajak mereka menonton film pendek tentang anti perundungan berdurasi 20 menit di aula lantai dua. Lampu langsung dipadamkan untuk menciptakan suasana nonton bersama yang totalitas.
Setelahnya, Anggun lanjut mengajak para siswa berani mengambil hikmah dari film pendek itu. Para siswa langsung serentak mengangkat tangan. Berbagai jawaban muncul. Seperti dampak merundung yaitu orangtua merasa kecewa dan malu, serta teman-teman tidak nyaman.
Sesi berikutnya, Anggun mengenalkan ‘mesin waktu’ kepada para siswa. Spontan suasana aula berubah riuh, Jumat (26/1/2024). Mesin waktu ini, kata Anggun, bertujuan meningkatkan empati siswa terhadap korban perundungan dan memahami beragam kemungkinan motif pelaku tega melakukan perundungan.
Anggun melanjutkan dengan mengarahkan siswa untuk mengingat pengalaman dan membayangkan. “Bayangkan kalian berada di masa lalu. Ingat lagi kejadian di masa lalu itu. Bisa seminggu, sebulan, setahun yang lalu ataupun yang sudah berlalu-lalu.”
“Apakah kalian pernah menjadi korban perundungan? Atau menjadi saksi teman kalian dirundung? Atau bahkan menjadi pelaku?” ujarnya dengan suara lembut. Spontan para siswa menutup matanya.
“Bayangkan bagaimana perasaan kalian saat berada di posisi itu! Apa yang kalian rasakan? Coba tuliskan di mesin waktu yang ada di lembar yang sudah Ustadzah bagikan,” tuturnya sambil menunjuk selembar kertas bergambar mesin waktu.
Sebagian siswa pun menanyakan bagaimana jika dirinya tidak pernah dibully, menjadi saksi maupun membully. Seperti M. Faris Habibie. Anggun pun memintanya untuk membayangkan bagaimana jika dirinya berada di posisi itu. Anggun menekankan, “Bully tidak selalu memukul. Bisa juga berupa mengejek nama orang tua.”
Berdamai dengan Pengalaman Perundungan
Perempuan asal Benjeng itu lanjut menanyakan perasaan mereka usai menuliskannya. Para siswa kompak mengaku lega. “Masih mangkel? Menyimpan dendam? Kalau masih, coba kita bersama-sama tarik napas dalam dan keluarkan,” ajaknya.
“Kalau sudah membaik, coba dibalik kertasnya. Tuliskan kata-kata yang memotivasi kalian. Jadi kalau di kemudian hari kalian membaca mesin waktu itu lagi dan ingat kejadian yang menyakitkan, kalian bisa kalian balik kertasnya dan baca kata-kata motivasi itu yang membuat kalian bisa tetap bertahan,” imbuhnya.
Menurutnya, cara ini dipilih karena pelaku perundungan banyak yang berawal dari mengalami sebagai korban. Mengajak siswa menerima dan berdamai dengan pengalaman menyakitkan itu, harapannya, bisa memutus rantai korban-pelaku perundungan.
Setelah mengajak siswa melipat kertas itu, Anggun membagikan selembar kertas baru berisi kolom tantangan selama tujuh hari, ‘7 Days of Helping Challenge’. “Bagaimana cara kalian meniadakan bully selama sepekan ke depan! Ini jadi bekal kalian hadir di kelas pekan ke depan,” ungkapnya.
“Ustadzah tidak fokus terhadap siapa yang melakukan pembullyan, tapi Ustadzah akan melihat bagaimana upaya kalian dalam membantu menghentikan pembullyan itu. Bisa dengan mengingatkan,” tuturnya.
Salah satu siswa pun menyampaikan, di level kelas V itu dia biasanya tidak menemukan perundungan. Anggun akhirnya memutuskan untuk memperluas tugasnya, boleh membantu adik kelas yang belum mengerti.
Program Bimbingan Konseling (BK) Goes to Class siang itu ditutup dengan meneriakkan jargon bersama-sama. M. Ibaad Rafaat kelas V Civil pun dengan semangat memandu teman-temannya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni