PWMU.CO – Waktunya perubahan disampaikan calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan dalam bahasa isyarat ketika mengawali pemaparan visi misinya.
Tangan kanannya menunjuk jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, lalu kedua tangannya mengepal di mana ibu jari dan jari telunjuknya bertautan, kemudian bergerak menunjukkan berubah.
Saat itu Anies mendapat giliran terakhir memaparkan visi misinya pada Debat Pilpres Kelima, Ahad (4/2/2024) malam.
Ini sesuai dengan tema inklusi yang diusung pada Debat capres di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, itu. Di mana tema besarnya, kesejahteraan sosial, pembangunan SDM, dan inklusi. Adapun subtemanya meliputi pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, kebudayaan, teknologi informasi, kesejahteraan sosial, dan inklusi.
Kemudian, jika Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengawali pemaparannya dengan salam lengkap, Anies hanya mengucapkan salam yang biasa Muslim ucapkan. “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” ujarnya.
Pasangan Cawapres Muhaimin Iskandar ini langsung menegaskan, “Persoalan terbesar bangsa kita hari ini, republik kita hari ini, adalah ketimpangan, ketidaksetaraan, ketidakadilan.”
Dia lantas menguraikan semua ketimpangan yang menurutnya hari ini menjadi fenomena membahayakan bagi Republik Indonesia. “Ketimpangan antara Jakarta dan luar Jakarta. Jawa-luar Jawa, kaya-miskin, desa-kota, pendidikan umum-pendidikan agama, pendidikan kejuruan-pendidikan teknis,” urainya.
“Bahkan di bidang perekonomian, segelintir orang menguasai sebagian besar perekonomian kita. Ketika republik ini didirikan, para pendirinya 60an orang anggota BPUPKI, mereka adalah orang-orang terdidik, mereka adalah kaum yang privilege, tapi mereka mendirikan republik untuk semua. Bukan mendirikan republik untuk kepentingan dirinya, golongannya, ataupun keluarganya,” tegasnya.
Ia lalu menyimpulkan, “Mereka mendirikan ini untuk semuanya! Kekuasaan yang dibangun untuk memberikan kesempatan kepada semua. Sekarang kita jauh dari cita-cita republik ini. Ketika para pendiri itu kaum intelektual, mereka memilih berjuang di jalur politik.”
Sebagai pengajar, Anies mengungkap ia mendapat panggilan tugas di politik. “Kami akan membawa gagasan pendiri republik untuk kembali mewarnai republik ini, untuk bisa mengarahkan republik ke depan agar kembali pada pada format awal,” ungkap Anies.
Usai memaparkan berbagai persoalan terkini yang bikin frustasi, Anies mengenang, “Dalam perjalanan kami satu tahun, kami menemukan jutaan rakyat berbondong-bondong menginginkan perubahan. Mereka membuat poster rakyat, posko rakyat, mendoakan dari tempat yang tidak kita lihat.”
Dia menilai, “Poster-poster itu cemerlang karena bukan didanai uang dari Jakarta. Tapi didanai oleh keringatnya yang jernih. Hasil kerja kerasnya. Ini adalah keinginan perubahan.” (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni