PWMU.CO – Isu pembentukan provinsi Madura nampaknya menyeret berbagai elemen masyarakat untuk bisa bersikap. Tak ketinggalan, Persyarikatan Muhammadiyah se-Madura juga diminta untuk bersikap. Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) bersama dengan organisasi otonom (Ortom) se-Madura akhirnya berkumpul membahas isu tersebut di Gedung Dakwah Sumenep, Ahad (30/7) lalu.
”Salah satu agenda yang dibahas adalah tentang provinsi Madura. Banyak pihak meminta keputusan Muhammadiyah, apakah setuju atau tidak?,” ujar Bahrur Surur, Wakil Ketua PDM Sumenep kepada pwmu.co, Jum’at (4/8).
(Berita terkait: Universitas Muhammadiyah Madura Diproyeksikan Berbasis Pesantren)
Iyunk – panggilan akrab Bahrur Surur – menceritakan, setelah melalui berbagai pertimbangan dari masing-masing PDM dan Ortom se-Madura, akhirnya semua PDM dan Ortom Muhammadiyah se-Madura menyetujui adanya pembentukan Provinsi Madura.
Asal, kata Iyunk – pendirian Provinsi Madura telah memenuhi 2 syarat awal. Pertama, pembentukannya harus diawali dengan kajian ilmiah, independen dan menyeluruh tentang kelayakan berdirinya Provinsi Madura. ”Semua sepakat dengan pembentukan Propinsi Madura. Asalkan telah melalui kajian dari segala sektor,” tuturnya.
Kedua, hal itu bisa mensejahterakan atau setidaknya dapat meningkatkan kesejahteraan taraf hidup masyarakat Madura. ”Jangan sampai seperti Provinsi Gorontalo yang ekonomi tambah anjlok setelah menjadi propinsi tersendiri,” ungkapnya.
(Baca juga: Ketika Ibu-Ibu Aisyiyah Surabaya Cari ’Mantu’ ke Panti Muhammadiyah Sumenep)
Iyunk menambahkan, sebagai gambaran untuk membentuk Provinsi Madura, sebagaimana peraturan perundang-undangan, maka dibutuhkan lima kabupaten/kota. Dan untuk membentuk kabupaten/kota harus ada lima kecamatan.
Sementara, untuk membentuk kabupaten baru dibutuhkan persetujuan bupati dan DPRD yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda). ”Setelah itu, baru usulan itu digodok di Provinsi (baca: Jawa Timur), dan untuk menjadi undang-undang setidaknya menunggu bertahun-tahun lamanya,” urainya.(aan)