Presiden (Baru) Bukan Pelayan Rakyat; Kolom Oleh Prima Mari Kristanto
PWMU.CO – Pengajian Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Lamongan Jawa Timur yang menghadirkan Busyro Muqoddas, Sabtu (3/2/2024) bisa disebut sebagai pengajian politik.
Mengusung tema “Memilih Pemimpin dalam Perspektif Islam”, pengajian diadakan di Masjid Ki Bagus Hadikusumo Universitas Muhammadiyah Lamongan itu bukan bagian dari politisasi masjid dan politisasi kampus.
Rumah ibadah dan institusi pendidikan selayaknya menjadi garda terdepan dalam menjaga moral etika berbangsa dan bernegara. Institusi Busyro, Universitas Islam Indonesia (UII), bersama Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI) telah menyerukan pentingnya etika dalam berbangsa dan bernegara. Aksi para akademisi UGM, UII dan UI diikuti banyak perguruan tinggi lain termasuk beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah.
Busyro yang pernah memimpin Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritisi kegiatan bagi-bagi bantuan social (bansos) yang dilakukan sendiri oleh Presiden Jokowi menjelang pemilu. Kegiatan serupa banyak dilakukan juga oleh para calon anggota legislatif, calon presiden dan calon wakil presiden.
“Ketika lembaga-lembaga filantropi yang dinaungi ormas telah demikian berkemajuan dalam kegiatan, tidak demikian pada lembaga pemerintahan. Pembagian bansos sebagai domain kementerian sosial juga dilakukan lembaga kepresidenan dengan presiden sendiri ikut membagikan.”
Motif politik sangat terasa dengan keluarnya anggaran sebesar Rp 496,8 triliun untuk bansos di tahun politik 2024. Perilaku mirip amil zakat fitrah yang membagi-bagi beras menjelang Idul Fitri dan sinterklas yang bagi-bagi bingkisan di Hari Natal.
Sementara manajemen amil zakat sendiri telah mengalami banyak kemajuan dengan menyelenggarakan kegiatan penghimpunan dan penyaluran zakat, infak sepanjang tahun, bukan hanya Ramadhan sampai Idul Fitri. Bansos bisa disebut zakat negara yang bersumber dari pajak dan pendapatan negara lainnya untuk masyarakat miskin yang benar-benar membutuhkan, bukan karena ada kepentingan.
Ketika lembaga-lembaga filantropi yang dinaungi ormas telah demikian berkemajuan dalam kegiatan, tidak demikian pada lembaga pemerintahan. Pembagian bansos sebagai domain kementerian sosial juga dilakukan lembaga kepresidenan dengan presiden sendiri ikut membagikan.
Sebelumnya Presiden menyatakan boleh memihak dan berkampanye didukung beberapa pihak berdalih sesuai undang-undang. Kembali, undang-undang dijadikan tempat berlindung untuk tujuan politik praktis tanpa mengindahkan etika seperti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 Tahun 2023.
Brand “merakyat” yang melekat pada Presiden Jokowi selama ini telah menular ke banyak pemimpin eksekutif dan legislatif. Dengan blusukan, turun dan terjun langsung ke masyarakat, membagi sembako, keluar masuk pasar, perkampungan kumuh dan lain-lain demi membangun kesan merakyat, pemimpin pelayan masyarakat.
Baca sambungan di halaman 2: Pemimpin Bukan Pelayan