Kisah Guru Ngaji yang Dinobatkan Jadi Pembimbing Umrah Muridnya. Oleh Gondo Waloyo, Kontributor PWMU.CO Lamongan
PWMU.CO – Ustadz Taslimun MA. Guru ngaji yang dinobatkan menjadi pembimbing jamaah umrah muridanya bernama Chairul Dian Saputro. Mereka melaksanakan umrah secara mandiri ke Makkah Saudi Arabia, Rabu (7/2/2024).
Ustadz Taslim, biasa dia dipanggil, adalah alumnus Pondok Pesantren Al Ishlah Sendangagung Paciran Lamongan Jawa Timur tahun 1995. Usai tamat dari MA Al-Ishlah, ia melanjutkan studi di UIN Jakarta S1 tahun 2000 dan S2 di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) tahun 2008.
Kepada penulis, pria yang kini tinggal di Munjul Cibubur Jakarta Timur ini mengatakan, umrah merupakan panggilan Allah dan itu berlaku juga bagi dirinya. Biasa berprofesi sebagai guru ngaji di kawasan Jakarta, ia tiba-tiba diminta membimbing jamaah pengajiannya yang selama ini ia asuh.
“Umrah merupakan ibadah sunah Nabi yang merupakan manifestasi panggilan Allah kepada hamba-Nya. Selain berhaji, orang yang sedang beribadah umrah berarti orang yang sedang menjadi tamu Allah. Orang yang sedang dijamu Allah di tanah suci,” ucapnya.
Menurutnya, di Indonesia ini antrean haji sangat panjang. Karena itu, umrah menjadi pilihan yang diminati banyak masyarakat, bukan hanya di negeri ini tapi seluruh di penjuru dunia.
“Kuota haji terbatas, antrean panjang, selain itu juga ada pelarangan haji bagi yang berusia senja segera diberlakukan. Sementara kecenderungan tingkat religiusitas bangsa Indonesia yang meningkat belakangan ini, maka umrah menjadi ibadah favorit. Ibadah yang diminati banyak orang,” ucapnya.
Oleh sebab itu, saat diminta muridnya menjadi pembimbing umrah, ia mengaku hal ini di luar nalar. “Saya tidak menyangka ketika sedang mengaji tiba-tiba diminta melengkapi paspor dan data yang lainnya oleh murid saya,” kenang pria kelahiran Sendangagung Paciran Lamongan Jawa Timur ini.
Modal Bahasa Arab Pesantren
Bermodal pengalaman haji tahun (2008) dan berangkat umrah beberapa tahun lalu, membuat ayah dari Tamima El-Khansa Putri Azkiya ini menyanggupi permintaan muridnya. Bekal bahasa Arab saat belajar di Pondok Pesantren Al-Ishlah 6 tahun juga sangat penting, khususnya dalam menghadapi orang-orang Arab yang terpelajar.
“Tentu ada kesulitan saat berkaitan dengan bahasa amiyah Saudi, karena ini tidak ada dalam pelajaran pondok. Lalu saya memakai jurus translator dengan menanyakan kepada sahabat sesama alumni Al- Ishlah yaitu Ustadz Roid Mubarok Aman yang telah lama mukim di Madinah untuk mentashih pembicaraan orang Arab dari kalangan masyarakat umum,” jelasnya.
Dia mengisahkan, istimewanya keberangkatan umrah kali ini adalah dilakukan secara mandiri, bukan mengikuti program travel. Yaitu jalur yang mirip dengan backpacker .
“Semua kami lakukan sendiri alias swalayan. Pemerintah kerajaan Arab Saudi sudah memberlakukan umrah seperti wisata religi. Artinya bisa dilakukan perjalanannya seperti halnya bepergian ke luar negeri lainnya,” ucap Taslim.
Pria yang pernah menjadi dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menjelaskan, pelaksanaannya dilakukan secara mandiri. Namun perlu disiapkan kemampuan menguasai lapangan, sebab ini medan di negeri orang dan juga manasik umrah.
“Karena itulah perlu adanya relasi yang menguasai lokasi, memantau situasi perjalanan dan penginapan juga menjadi hal yang pokok. Selain itu tidak lupa bertawakal kepada Allah agar dibantu dimudahkan,” ulas pria asli Suto Sendangagung ini.
Meskipun dilakukan secara mandiri, Ustadz Taslim merasa dimudahkan Allah. Di Madinah tanpa sengaja ia bertemu adik kelasnya yakni Roid Mubarok. Keberadaan Roid banyak membantu pelayanan jamaah mereka, khususnya saat City Tour. Begitu juga menyiapkan kendaraan menuju train station di Madinah.
“Kami juga bertemu salah seorang pembimbing dari Desa Sedayulawas Brondong Lamongan, yakni Ustadz Zainal Muttaqin Umar. Dia juga sangat membantu saat perjalanan City Tour di kota kelahiran Nabi Muhammad Saw ini,” ucapnya.
Dia mengaku bersyukur, karena perjalanan lancar. Kegiatan ibadah juga berjalan tidak ada halangan sedikit pun. Persis layaknya rangkaian ibadah umrah pakai travel. Bahkan lebih leluasa karena semua kegitan kita sendiri yang melakukan.
Rasakan Nilai Kekeluargaan
Salah seorang peserta jamaah umrah dari kota Semarang, Ananda Dwitamaputra Ardian, mengaku ada nilai khas tersendiri umrah kali ini. “Nilai kekeluargaan yang dominan dan ibadahnya juga leluasa. Pokoknya sangat menyenangkan,” ujarnya.
Ferrarianda Putri Resa, jamaah asal Jakarta juga merasakan nilai ibadah yang lebih khusyuk dan familiar. Berbeda dengan ibadah umrah sebelumnya.
Sementara itu, murid Ustadz Taslim yakni Chairul Dian Saputro, merasa mendapat keajaiban bisa berangkat ke Tanah Suci dan terlayani dengan baik.
“Ibadah pokok terbimbing dengan baik, bahkan bisa melakukan umrah tiga kali, ibadah wajib tidak ada yang ketinggalan, semua dilakukan di masjid yang dimuliakan Nabi bahkan bisa menjalankan ibadah sunnah,” ucap Irul.
Karyawan perusahaan telekomunikasi ini mengaku sangat terkesan saat dipandu guide super humble, Ustadz Roid, yang ternyata rumahnya berseberangan jalan di kawasan Kampung Gunung Cirendeu, Jakarta.
“Rangkaian perjalanan kami sangat bernuansa kekeluargaan dan silaturahmi. Kami merasa lebih dekat sesama mereka. Anak dengan ayah ibu, dengan mertua, dengan keponakan, dengan besan bahkan dengan pegawainya,” tuturnya.
Bagi Ustadz Taslim, umrah kali ini juga lebih terasa kekeluargaan dan bisa menyambung silaturahmi dengan sahabat yang sudah lama tidak bertemu dan menyambung ukhuwah sesama alumni di kota suci. (*)
Editor Nely Izzatul