PWMU.CO – Kutipan inspiratif Abdul Malik Fadjar MA menghiasi pilar-pilar di sepanjang lorong Pondok Pesantren Internasional Abdul Malik Fadjar (PPI AMF).
Pilar-pilar itu berlapis wallpaper dengan warna mencolok. Ada yang putih, kuning, dan biru. Di bagian paling atas ada logo PPI AMF. Di bawahnya ada tulisan ‘Pondok Pesantren Internasional Abdul Malik Fadjar’.
Kemudian di bawahnya lagi ada foto Prof Dr Abdul Malik Fadjar MA dalam enam pose beserta kutipan kata-kata inspiratif Prof Malik. Di mana selalu ditutup dengan nama lengkap Prof Malik dan yang paling bawah ada logo Muhammadiyah.
Direktur PPI AMF Dr Suprat MEd menjelaskan kepada PWMU.CO tujuan penyematan kutipan inspiratif di pilar-pilar itu. “Kita berusaha untuk menghormati, menghargai, dan mencari teladan dari beliau,” ujarnya.
Suprat menyatakan, membangun kesadaran bisa melalui berbagai cara. “Salah satu caranya adalah visualisasi pikiran-pikiran, kesederhanaan, kegigihan, kebersamaan beliau dengan masyarakat,” ungkapnya.
Melalui visualisasi itu, sambung Suprat, pihaknya berupaya membangun iklim fisik atau lingkungan di mana orang dapat berinteraksi dengan keyakinannya. “Sedikit demi sedikit kita coba terapkan inovasi dari teman-teman dalam upaya melahirkan iklim dan budaya belajar itu,” terangnya.
Kutipan Inspiratif
Berikut sebagian kata-kata kutipan inspiratif Abdul Malik Fadjar MA yang tersemat di pilar sepanjang lantai 3 gedung belajar utama PPI AMF.
- ljazah bisa basah karena hujan, ijazah juga bisa terbakar karena api, tapi karakter yang kuat takkan lebur oleh apapun.
- Harus diberikan suasana belajar yang demokratis, yang memberikan peluang masyarakat untuk berpartisipasi seluas-luasnya.
- Kamu tidak akan mampu mendamaikan seluruh persoalan kemanusiaan dengan harta kekayaan dan pangkat kedudukan. Kehidupan yang menyejahterakan hanya bisa dicapai dengan akhlakmu.
- Gelar yang dimiliki bukan akhir tapi awal pencapaian diri. Jadi, jangan pernah berhenti belajar.
- Kita boleh kehilangan apa saja, akan tetapi kalau kita kehilangan cita-cita berarti kita kehilangan semuanya.
- Tiga hal yang meningkatkan kualitas SDM, yakni iklim sosial budaya, buku-buku berkualitas yang terjangkau dan minat baca masyarakat.
- Saya selalu ingat akan pesan dari sahabat Nabi Muhammad SAW Sayyidina Ali ra yang mengatakan bahwa tidak ada warisan yang lebih berharap daripada pendidikan.
- Usia boleh menua, tapi pikiran dan pandangan harus tetap segar dalam memandang masa depan.
“Image yang tervisualisasikan merupakan bentuk menyajikan artefak yang mampu menyampaikan pesan. pesan-pesan itu mengingatkan kita akan kehadiran beliau dengan pikiran dan gagasan besar,” ungkapnya.
Siapa pun yang ada di gedung PPI AMF saat melihat artefak itu, sambung Suprat, seakan berinteraksi dan melakukan refleksi ide gagasan dan keyakinan dengan Prof Abdul Malik Fajar.
Suprat meyakini, “Dengan demikian, proses belajar dengan Guru Bangsa terus terjadi. Iklim dan budaya belajar seperti ini yang akan terus kami hadirkan.”
“Interaksi pikiran perasaaan dan tersemainya harapan besar sedikit demi sedikit terus kita patrikan di benak para anak didik, guru dan komunitas Pondok Peaantren Internaaional Abdul Malik Fadjar,” tambahnya.
Tak hanya terwujud dalam visualisasi nyata di pilar bangunan, kata Suprat, nilai-nilai tersirat yang sangat dipegang Prof Malik juga berusaha dibangun pada proses belajar nantinya.
“Kami berusaha untuk membangun kepedulian pada lingkungan kebersihan dan kerapian sehingga ada perasaan kenyamanan di lingkungan ini. Benar-benar suasanya itu yang nyaman untuk belajar dan ditinggali,” jelasnya.
Dengan demikian, Suprat yakin, para santri jadi kerasan. “Merasa nyaman itu modal yang membantu anak belajar,” imbuhnya.
PPI AMF siap menerima 64 santri untuk jenjang madrasah Tsanawiyah dan 64 santri untuk jenjang madrasah Aliyah.
PPI AMF milik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur ini telah diluncurkan pada Rabu (21/2/2024) pagi. Seremoni berlangsung di aula lantai 4 PPI AMF, Jalan Pangestu, Dusun Telasih Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni