Agar Pemilu Minim Kesalahan dan Kecurangan; Opini oleh Prima Mari Kristanto, akuntan publik Oberkantor di Surabaya.
PWMU.CO – Kesalahan dalam bahasa Inggris disebut false dan kecurangan disebut fraud. Kesalahan merupakan hal manusiawi dalam kehidupan, penyelesaiannya pun sederhana dengan memperbaiki kesalahan yang terjadi. Sementara kecurangan mengarah kesengajaan berbuat salah, bahkan merencanakan untuk membenarkan kesalahan.
Di bidang manajemen dan tata kelola organisasi, kesalahan dalam kegiatan operasional termasuk keuangan sebagai hal biasa. Kesalahan bisa terjadi karena beragam alasan dan sebab dengan dampak yang ringan atau serius.
Menyadari bahwa kesalahan sebagai hal yang pasti, untuk mengurangi risiko kesalahan dibentuklah perangkat organisasi bernama pemeriksa (auditor). Tugas auditor mencari kesalahan atau potensi masalah untuk tujuan perbaikan, bukan untuk mencari siapa yang salah kemudian menghukum. Hasil audit berupa temuan-temuan kesalahan diberikan opini wajar, tidak wajar, dan sebagainya.
Selain opini, hasil audit juga berupa rekomendasi-rekomendasi untuk perbaikan agar kesalahan tidak berulang yang dapat merusak budaya dan tata kelola organisasi. Rekomendasi lebih serius dapat mengarah pada audit lanjutan bersifat investigasi jika terdapat kesalahan yang material dan dugaan kecurangan.
Budaya audit yang dipahami seluruh perangkat organisasi menjadi sarana mewujudkan tata kelola organisasi yang baik (good corporate governance) untuk mencapai tujuan kesejahteraan bersama. Negara sebagai salah satu bentuk organisasi perlu mengadopsi budaya korporasi sehat, salah satunya budaya audit (pemeriksaan).
Kasus Pemilu 2024
Usai pesta demokrasi 14 Februari 2024, situasi di masyarakat bukan menjadi kondusif tetapi justru memanas.
Terkait tahapan pemilihan umum yang memasuki proses rekapitulasi suara, suasana ikut memanas dengan merebaknya dugaan kecurangan. Usulan sejumlah politisi untuk menggunakan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pemilu menambah panas situasi. Sebagian tokoh politik mengusulkan cukup dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK), bukan ke hak angket di DPR.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang maupun kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hak angket jika berhasil dilaksanakan bisa menjadi pembelajaran politik yang baik. DPR sebagai representasi wakil rakyat bisa disamakan dengan rapat umum pemegang Saham (RUPS) di perusahaan. Usulan hak angket tidak perlu disikapi berlebihan dengan beragam tuduhan tidak legowo, memancing suasana permusuhan dan stigma-stigma negatif lainnya.
Anggaran pemilu 2024 putaran pertama yang mencapai Rp 71,3 triliun layak diperiksa oleh lembaga negara BPK dan DPR. Apa pun hasil hak angket di DPR nantinya berupa opini dan rekomendasi menjadi bahan perbaikan pemilihan umum saat ini dan masa depan.
Trust but verivy (percaya tapi periksa) semoga menjadi budaya dalam tata kelola organisasi, mulai tingkat bawah sampai atas: koperasi, UMKM, sampai BUMN, hingga korporasi. Dari penyelenggaraan pemerintah tingkat desa sampai negara.
Mustahil mewujudkan Indonesia Emas 2024 jika tidak ada perbaikan berkemajuan dalam kegiatan pemerintahan termasuk pemilihan umum yang benar-benar jujur, adil ,minim kesalahan dan kecurangan. Wallahualambishawab (*)
Editor Mohammad Nurfatoni