PWMU.CO – Kesan peserta Inobel Olympicad Ke-7 2024 di Bandung disampaikan peserta dari Sekolah Muhammadiyah (Mugeb School), SD Muhammadiyah 2 GKB dan SMA Muhamamdiyah 10 (Smamio) GKB Gresik.
Tulisan ini, saya tulis sebagai bentuk pengalaman yang tidak bisa lupakan ketika menjalani proses keikutsertaan menjadi peserta Inovasi pembelajaran (Inobel) di Olympicad 2024 ini.
Ketika tiba di Kota Kembang Bandung, Rabu (6/3/2024), saya dan rombongan disambut dengan macet. Ini sangat terasa ketika kami berada di dalam bus. Perjalanan merambah sehingga perjalan terasa lama untuk sampai di hotel.
Hal ini diperparah, ketika bus kami harus berhenti di 3 titik untuk menurunkan beberapa perwakilan guru untuk kelakukan regristasi peserta. Begitupun dengan kami berlima, Fatma Hajar Islamiyah, Sayyidah Nuriyah, Yanita Intan Sariani, Nanik Rahmawati Fuadah, dan saya harus diturunkan di Aisyiyah Boarding School (ABS) Wargamekar Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung yang memiliki jarak sekitar 18 km dari hotel tempat kami menginap.
Dalam perjalanan pulang, kami hanya bertiga, karena Sayyidah Nuriyah dan Nanik Rahmawati Fuadah harus tetap di lokasi karena harus mengikuti proses presentasi lomba Inobel. Dalam perjalanan menuju hotel, kami bertiga menggunakan jasa ojek online. Inilah awal perjalanan kami dalam kemacetan ‘sesungguhnya’ di Bandung saat jam pulang kerja, pukul 15.40 an.
Hanya sekitar 15 menit, roda mobil yang kami naiki berjalan mulus di jalan beraspak. Setelah itu, kami pun melewati ‘Jalur Gaza’ dengan kemacetan luar biasa.
Jalur ini rawan macet jam segini, kata pengemudi mobil. Awalnya kami pun menikmati perjalanan pulang. Lama kelamaan kami pun mulai merasakan keresahan. Maka, ketika pak sopir membelokkan arah kemudi ke kanan, kami pun sedikit lega.
Jarak ke perempatan Jalan Soekarno-Hatta sekitar 4 km, kalau tidak ambil jalan pintas ini bisa saja 2 jam perjalanan. Itu ucapan pak sopir. Mobil yang kami tumpangi pun berjalan di jalan yang tidak terlalu lebar. Banyak kendaraan serupa dan juga sepeda motor yang melintas. Pikir saya, mereka juga menggunakan jalur ini untuk memangkas perjalanan karena macet.
Mobil kamipun melintas di Kawasan Perumahan Buah Batu, saksi perjalanan Dilan dan Milea di Bandung dalam novel Dilan. Mobil berjalan sedang, hingga sekitar pukul 18.20 an mobil kami sampai di tujuan.
“Alhamdulillah, sampai juga di hotel,” ungkapku dalam hati.
Jalur Gaza
Hari kedua, kami pun berangkat lebih pagi, itupun mengikuti saran dari panitia saat registrasi. Pagi masih belia. Setelah sarapan, kami pun berangkat menggunakan mobil ojek online. Setelah beberapa saat menunggu di depan lobi, mobil abu-abu pun siap kita tumpangi.
Pagi ini, rute mobil menggunakan jalur normal untuk sampai ke lokasi lomba, ABS. Kami pun berkesempatan melewati perempatan Jalan Soekarno-Hatta Bandung yang dikenal daerah rawan supermacet, sampai-sampai banyak orang yang menjuluki sebagai Jalur Gaza.
Perjalanan kami sedikit tersendat ketika mau melintasi perempatan jalan tersebut. Kami sempat khawatir karena salah satu rekan kami harus melakukan presentasi pukul 08.00. “Semoga bisa datang tepat waktu dan tidak macet,” kata Yanita Intan Sariani di dalam mobil.
Ya, setelah melewati perempatan jalan tersebut, kami sedikit lega karena bisa terhindar dari kemacetan. “Kalau terlamba sedikit saja, jalan ini akan macet total,” kata pak sopir. Perjalan Kamis (7/3/2024) pagi itu aman terkendali. Mobil memasuki pintu gerbang ABS pukul 07.20.
Setelah selesai presentasi, kami pun meninggalkan ABS pukul 17.00. Hati kami sempat was-was karena jam rawan kemacetan. Adwardi (50th) sang sopir langsung bertutur, kita melewati jalan lain ya. Tanpa diperintah kami pun menyetujui.
Mobil melaju ke arah kanan dari pintu gerbang ABS. Hanya 5 menit perjalanan, mobil belok kiri menyusuri gang kecil. Mobil pun berjalan sedikit melambat. “Asyik kita mengeksplore lagi,” kata Yanita tersenyum.
Sepanjang jalan, kami menikmati persawahan. Kanan kiri kami penuh dengan tananama padi yang menghijau. “Seperti perjalanan di Lamongan,” aku Fatma. “Iya, kayak di Trenggalek juga,” kata Yanita menimpali.
Perjalanan sedikit ‘ekstem’ dengan menyusuri gang kecil, macadam nan becek. Perjalanan kami pun persis di pinggir Sungai Citarum. Arusnya sedikit deras karena musim penghujam. Kami pun bergoyang-goyang di dalam mobil ketika melewati jalanan yang tidak rata. Kadangkala Adwardi pun harus putar otak dalam memilih jalan yang becek dan sempit.
Selama perjalanan, kami pun disuguhi dengan pemandangan perkampungan, perumahan, dan sawah. Jam di tangan menunjukkan angka 17.45. Mobil terus melaju di jalan yang tidak terlalu lebar. Sesekali, mobil harus berhenti karena harus berpapasa dengan mobil lain.
Mobil pun melaju lewat di bawah rel kereta cepat Whoosh, melewati jempatan pendek dengan arus yang sedikit macet juga. Gerimis tipis pun mengiringi perjalanan kami ke hotel. Ketika mobil keluar gang dan melewati Jalan Soekarno-Hatta, hati kami pun tega, karena sebenar lagi hari kedua di Bandung akan sampai di hotel. Ya, jam menunjukkan angka 18.25 mobil berhenti di depan hotel.
“Kita sudah sampai,” tutur Adwardi, turun dan membuka bagasi mobil. Kami pun turun mengambil barang bawaan. “Terima kasih, Pak. Kembaliannya untuk Bapak,” kataku sambil menyerahkan selembar uang.
Begitupun pada hari Jumat (8/3/2024). Kami masih harus mengikuti jadwal dari panitia. Hari terakhir ini, kami harus mengikuti Awarding Inobel di ABS. Perjalanan menuju lokasi pun diwarna kemacetan, meskipun tidak terlalu karena pagi masih belia, kami sudah meninggalkan hotel.
Ini berbeda manakala kami perjalanan pulang, menuju Universitas Muhammadiyah Bandung. Menghindari ‘Jalur Gaza’, mobil yang kami tumpangi berempat pun harus putar haluan dalam mencari ‘jalan tikus’ supaya terhindar dari macet dan bisa sampai ke tujuan dengan cepat.
Mobil pun belok ke kanan setelah perjalanan sekitar 15 menit meninggalkan ABS. Jalanan ini memang belum pernah kita lalui sebelumnya. Mobil sempat melewati jalanan yang tergenang air hampir 50 cm. Kami pun menikmati seperti halnya perjalanan hari pertama dan kedua.
Mobil melaju tidak terlalu cepat di bawah gerimis tipis yang menghuyur Kabupaten Bandung. Meskipun selama 3 hari harus melewati arus kemacetan dalam perjalanan berangkat dan pulang setelah lomba, kami pun tetap bersyukur karena diberikan pengalaman melewati ‘Jalur Gazanya’ Bandung. Tetapi, yang lebih bersyukur lagi karena kami berempat mendapatkan medali sebagai ‘oleh-oleh’ dalam Inobel Olympicad Ke-7 2024 ini.
Terima kasih, ya Allah. Terima kasih Olympicad.
Penulis/Editor Ichwan Arif.