Ramadhan Bukan Bulan Suci; Oleh Dr Encep Saepudin SE MSi, Dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah (UM) Purwokerto, Anggota LPCR-PM PWM Jateng.
PWMU.CO – Ramadhan bukan bulan suci. Sebab hanya terdapat empat bulan suci dari sebanyak 12 bulan Hijriah.
Diriwayatkan Abu Bakrah, Rasulullah SAW menyampaikan khotbah selama hajinya dan bersabda, “Waktu telah menyelesaikan satu siklus dan mengambil bentuk hari ketika Allah menciptakan langit dan bumi.”
“Dalam satu tahun, terdapat dua belas bulan yang empat di antaranya adalah bulan suci. Tiga di antaranya berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, dan juga Rajab Mudar yang terjadi antara Jumada dan Sya’ban.” (HR Sunan Abi Dawud).
Selama bulan suci, dilarang berbuat yang diharamkan. Sebab hukuman bagi yang berbuat kejahatan dilipatgandakan. Di antaranya zalim pada diri sendiri, balas dendam, perang dan tawuran, dan bermaksiat.
Nah, untuk kita yang pernah melakukan satu di antara empat perbuatan itu, mari segera bertobat! Nauzubillah, kalau sampai dosa kita digandakan. Dosa normal saja tidak tertolong ngerinya, apalagi berlipat-lipat. Ngeri, bestie!
Berkebalikan bulan suci, Ramadhan adalah bulan limpahan keberkahan. Semua amalan baik selama bulan ini dilipatgandakan. Di antaranya shalat malam, tadarus al-Quran, berzakat, infak, sedekah (ZIS), itikaf, dan memperbanyak doa pada waktu tertentu.
Terdapat satu malam yang mulia, yaitu malam Lailatul Qadar. Di malam ini, pahala dilipatgandakan hingga seribu bulan atau 83,3 tahun. Waktu pastinya Lailatul Qadar tidak ada yang tahu sehingga kita perlu melakukan perburuan di sepuluh terakhir Ramadhan.
Penetapan Ramadhan
Amalan utama di bulan Ramadhan adalah puasa. Wajib bagi laki-laki dan perempuan yang sudah baligh dan sehat. Puasa menahan lapar dan haus, pun menahan nafsu.
Sebelumnya, umat Islam melaksanakan puasa setiap tanggal 10 Muharram. Kemudian Allah SWTmemerintahkan puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadan. Perintah kewajiban puasa terjadi pada tahun kedua Hijriah.
Nah, lihat warung makan itu. Pintunya ditutup tirai. Hanya terlihat kaki pengunjung. Di balik tirai itu sedang terjadi pergulatan nafsu berlabel “Hormatilah orang yang tidak berpuasa!”
Kenapa puasa harus dilaksanakan pada musim panas terik? Sangat panas atau terik adalah arti kata Ramadhan, musim yang lumrah di Jazirah Arab.
Ramadhan pertama kali menjadi nama bulan kalender Hijriah pada tahun 412 Masehi. Posisinya pada urutan kesembilan. Nama bulan ini merupakan hasil konvensi petinggi lintas suku pada masa Kilab bin Murrah, kakek Rasulullah Muhammad SAW ke-6.
Khalifah Umar bin Khattab RA resmi menetapkan Ramadhan beserta bulan lainnya sebagai kalender Hijriah pada tahun 638 Masehi. Awal tahunnya ditetapkan pada saat pertama kali hijrah.
Boleh Perang
Kalau di bulan suci tidak boleh perang, sebaliknya perang untuk mempertahankan kedaulatan dan martabat negara diperbolehkan pada bulan Ramadan. Terjadi beberapa perang besar semasa Rasulullah Muhammad Saw pada bulan Ramadan, yaitu Perang Badar, Perang Kandak, Fathu Makkah, dan Perang Tabuk.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia juga berlangsung pada 9 Ramadan 1364 Hijriah Bertepatan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Waduh, hampir lupa! Ramadan juga bulan turunnya ayat al-Quran yang pertama kali atau disebut juga Nuzulul Quran. Saat itu, 17 Ramadan, Rasulullah Muhammad SAW sedang berdiam diri di Gua Hira berukuran 2 x 1,3 meter.
Datanglah Malaikat Jibril AS menyampaikan wahyu pertama, yaitu surat al-Alaq ayat 1-5. “Iqra! Bacalah!” ujarnya.
Perintah baca sarat makna. Perintah ini berlaku bagi kita agar senantiasa gemar membaca tulisan-tulisan sarat makna, seperti buku, majalah, artikel, dan lain-lain dalam bentuk cetak maupun elektronik. Tulisan yang dibaca merupakan kunci ilmu pengetahuan yang menjadi santapan rohani manusia.
Pada tahun 2019, Program of International Student Assessment (PISA) melaporkan minat baca Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara. Memprihatinkan, bukan?
Di sisi lain, We Are Social melaporkan rata-rata orang Indonesia menghabiskan tiga jam 14 menit sehari untuk mengakses media sosial. Mungkin, lho, termasuk membaca ebook.
Mengerjakan amalan dengan baik dan benar bisa terwujud kalau kita membaca buku. Karena itu, membaca buku menjadi keharusan.
Ternyata masih banyak sekali kisah dan kegaiban Ramadan yang belum kita gali. Semuanya masih berselimut kabut misteri.
Bestie, selamat berfastabiqul khairat di Ramadhan. Semoga pahala kita menjadi penolong di hari akhir kelak. (*)
Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni