Menjadi Muslim Itu Berat; Oleh Dr Encep Saepudin SE MSi, Dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah (UM) Purwokerto , Anggota LPCR PM PWM Jateng.
PWMU.CO — Menjadi Muslim itu berat. Aturannya banyak. Seluruh kegiatan keseharian diatur. Makan diatur. Ngobrol diatur. Bekerja diatur. Kencing diatur. Hubungan seksual diatur. Bahkan berpolitik pun diatur.
Saya beri tahu, kalau ada orang yang bilang jangan campuradukkan agama dan politik, harap hati-hati! Boleh jadi orang ini mendapat bisikan dari Jin Ifrit.
Jin Ifrit adalah jin yang akan memindahkan singgasana Ratu Balqis ke kerajaan Nabi Sulaiman AS. Dikisahkan dalam al-Quran surat an-Naml ayat 39: “Ifrit dari golongan jin berkata, ‘Akulah yang akan membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu; dan sungguh, aku kuat melakukannya dan dapat dipercaya’.”
Namun ilmunya kalah dibandingkan orang shaleh, yaitu Ashif bin Bharkaya. Sebab dia mampu memindahkan singgasana itu hanya dalam sekedipan mata.
Hikmah dari kisah itu, jadilah politisi yang memegang teguh agama alias shaleh. Sebab agama menguatkan dirinya dalam menegakkan kebenaran dan meruntuhkan kebatilan.
Agama terdiri dari tiga pilar. Yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Akidah adalah keyakinan, syariah adalah aturan, sedangkan akhlak adalah tingkah pola individu.
Syariah
Segala aturan itu terdapat dalam syariah. Sumber hukum syariah adalah al-Quran dan hadits.
Al-Quran merupakan firman Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad Saw secara bertahap. Jumlahnya kisaran 6.217-6.666 ayat. Perbedaan terjadi karena penafsiran atas teknik pembacaan dan penempatan basmalah terpisah atau termasuk bagian ayat.
Hadits merupakan perbuatan dan ucapan Rasulullah Muhammad Saw. Dua imam hadits yang terkenal adalah Bukhari dan Muslim. Keduanya mengumpulkan dan menyelesaikan hadits.
Imam Bukhari berhasil mengumpulkan 7.275 hadits dengan pengulangan. Jika tanpa pengulangan sebanyak 4.000 hadits.
Imam Muslim mengumpulkan 300.000 hadits. Namun setelah melakukan penelitian selama 15 tahun, tersaring 10.000 hadist yang tersebutkan secara berulang-ulang (mukarrar) atau sebanyak 3.030 buah hadits tanpa pengulangan.
Fikih dan Fatwa
Tidak semua Muslim dapat memahami makna al-Quran dan hadits dengan baik. Karena itu, terdapat ulama yang mampu menerjemahkannya menjadi fikih. Ulamanya disebut fukaha.
Terdapat empat jenis fikih. Yaitu fikih ibadah, fikih muamalah, fikih munakahat, dan fikih jinayat. Nah, fikih-fikih ini yang menjadi pedoman kita dalam aktivitas keseharian.
Fikih bisa menjadi fatwa. Fatwa merupakan istilah mengenai pendapat atau tafsiran pada suatu masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Fatwa terbit untuk menjawab pertanyaan individu, organisasi, dan juga pemerintah atas suatu masalah.
Fatwa itu tidak mengikat. Kita bisa memilih fatwa sesuai dengan kondisi dan keyakinan kita. Namun bukan berarti plin-plan.
Lembaga fatwa yang diakui pemerintah adalah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Setiap kebijakan pemerintah yang berkaitan agama di bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya merujuk pada DSN MUI.
Melaksanakan fatwa dan fikih berarti melaksanakan syariah dengan baik. Pelaksanaannya berdampak reward(hadiah) and punishment (hukuman) bagi pelakunya. Diterimanya bisa sekarang, saat masih di dunia. Namun lebih dominan di akhirat nanti.
Sudahkah segala kegiatan kita sesuai syariah? Kalau belum, ya tidak apa-apa. Usahakan secara perlahan dan pasti akan kita laksanakan syariah ini sebaik mungkin.
Sebab syariah yang berat itu justru akan meringankan kita saat dikerjakan. Pelaksanaannya akan membuat individu menjadi shaleh. Juga, menjadikan suatu negeri aman, makmur, tenteram, dan sejahtera.
Kamu yakin mau melaksanakan syariah? Yakin, dong! (*)
Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni