PWMU.CO – Dua hal ini menuju ghibah dikupas dalam Kajian Ramadan Majelis Tabligh PDA Kota Batu di Masjid at-Taqwa Kota Batu, Senin (11/3/2024).
Hadir sebagai pemateri Maya Novita Lc MA, Ketua Yayasan Ihyaul Quran Indonesia dan Forum Ukhuwah Muslimah Malang.
Dia menjelaskan, ghibah perbuatan yang dekat dengan kaum perempuan. Gosip istilah populernya.
Perempuan tidak menyadari ghibah adalah perbuatan yang tergolong salah satu dosa besar. Oleh sebab itu, menurut Ustadzah Maya, kedatangan bulan Ramadhan ini adalah momen yang tepat untuk mengevaluasi diri dan mengendalikan diri, lewat jalan berpuasa.
”Ini waktunya kita memprogram ulang diri kita, mengevaluasi kemudian lagi segala ucapan, perbuatan, dalam hal ini terutama ghibah. Tujuannya agar ketika kita keluar dari bulan Ramadhan ini menjadi manusia yang bertakwa,” kata perempuan yang menjadi pembina Yayasan Najmul Quran Kabupaten Malang ini.
Ustadzah Maya kemudian menjelaskan tiga tingkatan orang puasa menurut Imam al-Ghazali.
Pertama, tingkatan orang awam, hanya dapat lapar dan haus karena yang ditahan hanya keinginan untuk makan dan minum.
Kedua, puasa orang khusus. Menahan semua dosa, kalau sedang berpuasa mau tidak mau, puasa harus dijaga jangan sampai batal. Batalnya berpuasa itu karena melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah. Misalnya, perkataan dan perbuatan yang curang.
Ketiga, puasanya para nabi. Puasa yang dilakukan hanya untuk Allah. Mereka yang masuk dalam tingkatan ini bisa menjaga anggota badan dan hatinya dari semua yang selain Allah swt.
”Kita jangan sampai berpuasa tapi masih di level satu. Rugi. Karena hanya mendapat haus dan lapar. Salah satu penyebabnya ya puasa, ya tetap ghibah, nauzubillah,” kata Ustazah Maya.
”Beda orang berpuasa ghibah dan orang yang tidak berpuasa ghibah adalah puasa orang tersebut menjadi batal, hanya mendapat lapar dan dahaga.”
Sabda Rasulullah, kalau berpuasa, jangan menjadi orang yang fasik. Fasik artinya melakukan dosa besar atau mengulang dosa kecil.
Zhon dan Tajasus
Menurut Ustadzah Maya, sebelum ghibah terwujud, ternyata ada dua jalan utama untuk sampai pada ghibah. Dua hal itu bila bergabung dengan ghibah akan menjadi tiga rangkaian dosa. Tiga rangkaian dosa tersebut adalah zhon, tajasus, kemudian ghibah.
Pertama, zhon. Prasangka buruk yang muncul sewaktu-waktu ketika terjadi kondisi atau respon yang tidak diharapkan dari orang lain.
Misalnya, kondisi larut malam suami belum pulang. Saat itu muncul zhon atau prasangka buruk kepada suaminya.
Untuk menghindari zhon, tepislah dengan prasangka baik. Misalnya, kondisi larut malam sementara suami belum pulang, mungkin masih rapat di kantor.
Kedua, tajasus.Tindakan mencari-cari kesalahan atau aib untuk menguatkan prasangka (zhon). Tajasus dilakukan dengan menguping pembicaraan, memata-matai, atau menyelidiki orang lain.
Dua hal ini jalan menuju ghibah. ”Batasan ghibah adalah membicarakan orang lain yang apabila orang lain itu tahu, dia tidak menyukainya. Membicarakan orang lain dalam rangka berkonsultasi atau menyelesaikan masalah, bukan kategori ghibah,” katanya.
Dampak Ghibah
Rasulullah juga bersabda, barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.
Terkait dengan bahayanya ghibah, Ustadzah Maya menyampaikan, pada zaman Nabi, suatu hari tercium bau busuk, salah satu sahabat bertanya,”Bau apa itu?” dijawab oleh Rasul,”Itu adalah bau orang yang berghibah. Ghibah merusak tubuh dengan cepat, lebih cepat daripada ulat memakan bangkai mayit.”
Hadits lain menyebutkan, ghibah itu lebih berat dari zina. Seorang sahabat bertanya, Bagaimana bisa? Rasulullah menjelaskan, seorang laki-laki yang berzina lalu bertaubat, maka Allah bisa langsung menerima tobatnya. Namun pelaku ghibah tidak akan diampuni sampai dimaafkan oleh orang yang dighibahnya. (HR At-Thabrani)
Dari pembahasan tersebut, Ustadzah Maya berpesan pada kaum perempuan agar berhati-hati dalam menjaga lisannya dan mulai saat ini berupaya menjauhkan diri dari ghibah.
Penulis Khoen Eka Editor Sugeng Purwanto