Hikmah Diizinkannya Hubungan Intim Suami Istri saat Malam Hari di Bulan Ramadhan; Oleh Dr Syamsudin MAg, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya
PWMU.CO – Tulisan ini dimulai dari penggalan dari ayat al-Qur’an Surat al-Baqarah 187:
فَٱلْـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah hal-hal yang telah diwajibkan Allah atas kalian.
Untuk memahami ayat di atas, harus melibatkan sabab nuzul atau latar belakang historis turunnya ayat. Mengingat konten dari penggalan ayat tersebut terkait dengan kejadian kejadian khas di tengah masyarakat saat itu.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari al-Barra bin Azib, bahwa para sahabat Nabi SAW apabila tiba bulan Ramadhan mereka tidak mendekati istrinya sebulan penuh. Akan tetapi terdapat di antaranya yang tidak kuat menahan nafsunya. Maka turunlah ayat ini. Yaitu membolehkan kaum Muslimin untuk hubungan intim dengan istrinya pada malam hari bulan Ramadhan.
Yang menarik adalah penggal ayat “wabtaghu ma kataballahu lakum” yang artinya carilah hal-hal yang yang telah diwajibkan Allah atas kalian. Ada diskusi cukup hangat di kalangan ulama mufasirin tentang “hal-hal yang telah diwajibkan Allah”.
Umumnya mufassirin, sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir Ibnu Katsir, al-Jalalain, Shafwat Tafsir, mengartikannya sebagai keturunan. Maksudnya, kendatipun kalian diizinkan berhubungan intim suami istri saat malam Ramadhan, tapi jangan sampai kehilangan orientasi masa depan umat. Yaitu berdoa kepada Allah agar dikaruniai keturunan demi keberlangsungan generasi.
Asy-Sya’rowi, dalam Tafsir wa Khawatir al–Qur’an al–Karim, mengartikannya sebagai perintah untuk menjaga kesucian diri. Maksudnya, karena Anda sudah diizinkan hubungan intim saat malam hari bulan Ramadhan, maka jagalah kesucianmu. Jangan sampai pahala puasamu rusak gara-gara perempuan, yang memang menggoda di lihat dari segala seginya.
Ibnu al-Qayyim alJauzi, dalam Tafsir al–Qayyim, mengartikan “wabtaghu ma kataballahu lakum” sebagai capaian rohani dan Laitul Qadar. Maksudnya kendatipun boleh hubungan intim saat malam hari bulan Ramadhan, namun janganlah perhatianmu fokus pada hal itu.
Sadarlah bahwa bulan Ramadhan adalah bulan pendewasaan spiritual. Jadikan Ramadhanmu sebagai media untuk capaian rohani yang tinggi. Di bulan Ramadhan juga ada Lailatul Qadar, malam yang kebaikannya sama dengan seribu bulan. Penuhi malam Ramadhan dengan perjuangan untuk merebut derajat yang sangat terhormat itu.
Dari tiga pendapat di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa diizinkannya hubungan intim saat malam hari bulan Ramadhan mengandung hikmah yang dalam dan luas. Pertama, tujuan utama pernikahan yaitu pelestarian generasi harus tetap dijaga.
Kedua, orang yang berpuasa memelihara kehormatannya. Yaitu menjaga diri dari rafats atau godaan syahwat yang berpotensi merusak pahala puasa.
Ketiga, dengan teratasinya problem syahwat, orang yang berpuasa bisa fokus mengejar derajat rohani yang tinggi, yaitu mendapatkan Laitul Qadar. (*)
Editor Mohammad Nurfattoni