Bolehkah Wanita Minum Obat Penunda Haid agar Bisa Berpuasa Sebulan Penuh? Oleh Ustadzah Ain Nurwindasari
PWMU.CO – Puasa Ramadhan merupakan puasa wajib yang dijalankan umat Islam selama satu bulan penuh. Bagi yang meninggalkan terdapat ketentuan menggantinya baik dengan qadha’ puasa, fidyah hingga kafarat.
Dewasa ini dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi umat Islam mempertanyakan kebolehan meminum obat penunda haid bagi wanita supaya dapat melaksanakan puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Ada beberapa hal yang kemungkinan menjadi faktor yang melatarbelakanginya. Di antaranya adalah malas meng-qadha puasa sendirian hingga banyaknya kesibukan di luar Ramadhan.
Di samping itu ada sebagian orang yang menyamakan konsumsi obat penunda haid pada pelaksanaan puasa Ramadhan dengan haji atau umrah.
Lalu, bagaimana hukum mengonsumi obat penunda haid agar bisa melaksanakan puasa Ramadhan sebulan penuh?
Pada dasarnya mengkonsumsi obat-obatan masuk dalam kategori muamalah duniawiah, yang hal ini tidak pernah ditemukan dalilnya. Oleh karena itu sama dengan mengonsumsi makanan atau minuman lainnya, selama tidak ada indikasi bahan yang membuatnya menjadi haram, maka mengonsumi obat penunda haid adalah halal.
Hal ini mengacu pada prinsip dalam usul fikih:
الأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ الإِبَاحَةُ
‘Hukum asal segala sesuatu adalah boleh’.
Oleh karena itu hukum mengonsumsi obat penunda haid adalah boleh, dengan catatan hal itu tidak berdampak negatif pada tubuh.
Namun demikian, jika dilihat dari aspek yang lain yaitu misalnya menghindari kemudharatan sebagaimana jika seseorang yang melaksanakan haji dan umrah apabila mengalami haid akan mendapatkan kemudharatan yaitu harus mengulang haji dan umrahnya, maka hal ini tidak terdapat dalam pelaksanaan puasa.
Seseorang yang meninggalkan puasa karena haid tidak mendapati kesulitan jika ia meng-qadha’ puasanya di luar Ramadhan. Maka melakukan penundaan haid dengan cara mengonsumsi obat tertentu atau dengan teknik lainnya bisa dipikirkan ulang.
Aisyah Radhiyallahu ‘anha pernah ditanya terkait qadha puasa karena haid, jawabnya:
«كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ، فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ، وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ»
“Kami dulu mengalami haid. Kami diperintarkan untuk mengqodho puasa dan kami tidak diperintahkan untuk meng-qadha’shalat.” (HRMuslim).
Wallahu a’lam bish shawab.
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI MIRKH adalah anggota Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sekretaris Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni