Ziswaf di Bulan Ramadhan, Wakaf Punya Keunggulan Oleh Dr Amirsyah Tambunan, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Majelis Pendayagunaan Wakaf Pimpinan Pusat Muhammadiyah
PWMU.CO – Ramadhan adalah bulan kemenangan bagi umat Islam untuk melakukan amal kebajikan. Selama bulan ini, seluruh umat ber-fastabiqul khairat untuk berderma melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf).
Keutamaan bulan Ramadhan yaitu pahala dilipatgandakan. Umat Islam harus mampu memanfaatkan momentum Ramadhan untuk ‘obral pahala’.
Di bulan Ramadhan bukan hanya dengan memperbanyak ibadah pada Allah dan bersedekah. Bahkan, Rasulullah yang sangat dermawan, menjadi lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan.
Dari Ibnu Abbas radiyallahuanhu, Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi pada Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan al-Qur’an. Dan, kedermawanan Rasulullah SAW melebihi angin yang berembus.” (HR Bukhari No. 6).
Dengan sedekah di bulan Ramadhan, pahala yang akan didapat oleh seorang hamba akan dilipatgandakan. Terlebih jika seorang hamba mau mewakafkan sebagian hartanya untuk kepentingan umat dan masyarakat.
Sebab, dalam wakaf, selama harta wakaf itu memiliki manfaat untuk umat dan masyarakat selama itu pula pahala akan terus mengalir untuk pemberi wakaf meskipun sudah meninggal. “Wakaf itu seperti membangun rumah masa depan di surga. Saking pentingnya wakaf Usman bin Affan telah mewariskan keabadian wakaf yang hingga kini di manfaatkan umat Islam.
Keistimewaan Wakaf
Bila dibandingkan dengan sedekah dan hibah, wakaf memiliki banyak keistimewaan, kelebihan, dan keutamaan. Zakat, infak, dan sedakah dibagi habis kepada fakir, miskin, dan ibnu sabil yang sesuai syariah. Selain itu memiliki semua keutamaan sebagaimana sedekah dan hibah, wakaf memiliki keutamaan khusus dibandingkan dengan sedekah dan hibah, antara lain keutamaan wakaf:
Pertama, bagi orang yang berwakaf (wakif), pahalanya akan terus mengalir sekalipun ia sudah meninggal dunia. Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga (macam), yaitu: sedekah jariah (yang mengalir terus), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya” (HR Muslim).
Dibandingkan sedekah dan hibah, manfaat wakaf jauh lebih panjang dan tidak terputus hingga generasi mendatang, tanpa mengurangi hak atau merugikan qenerasi sebelumnya, serta pahalanya yang terus mengalir dan berlipat, walau wakif (orang yang mewakafkan) telah meninggal dunia.
Kedua, harta benda yang diwakafkan tetap utuh terpelihara, terjamin kelangsungannya dan tidak bisa hilang atau berpindah tangan. Karena secara prinsip barang wakaf tidak boleh ditasarufkan (dijual, dihibahkan, atau diwariskan).
Ketiga, manfaatnya terus dirasakan oleh orang banyak, bahkan lintas generasi, karena kepemilikan harta wakaf tidak bisa dipindahkan. Materi yang diambil dan dinikmati oleh penerima wakaf adalah manfaat dari harta wakaf saja, sementara harta yang diwakafkan tetap utuh dan langgeng. Sebagaimana firman Allah :
لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟ مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Ali Imran 92) (*)
Editor Mohammad Nurfatoni