Uang Indikator Kekayaan atau Kebahagiaan? Oleh Dr Encep Saepudin SE MSi, Dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah (UM) Purwokerto dan Anggota LPCR PWM Jateng.
PWMU.CO – Besaran nominal uang bisa menjadi indikator tingkatan kekayaan setiap individu. Namun besaran kepemilikannya belum bisa menjadi indikator tingkatan kebahagiaan.
Gudangnya berbentuk kubus melengkung tanpa jendela. Di atas pintu masuknya terdapat lambang dolar AS. Majalah Forbes menaksir terdapat Rp.932,1 triliun uang pecahan logam dan kertas di dalamnya.
Gudang uang itu milik Scrooge McDuck alias Paman Gober. Tokoh kartun bebek tua selalu mandi uang di gudang itu.
Kedua telapak tangannya meraup uang. Lantas melemparkannya ke udara. Kincring … kincring …
Begitu bunyi koin yang bertebaran membuat bebek tua nan kikir itu tertawa. Satir kehidupan nyata.
Mungkin tokoh karakter bebek antropomorfik asal Glasgow ini gembira (joyful) saat berenang dalam timbunan uang dolar AS, tetapi apakah dia bahagia (happy) dengan uangnya itu? Bagaimana menurut kamu?
Nama mata uang Indonesia adalah Rupiah, berasal dari bahasa Mongolia yang berarti perak. Terdapat tiga jenis uang, yaitu uang kartal, uang giral, dan uang kuasi.
Uang kartal berbentuk logam dan kertas. Uang logam terbuat dari aluminium, kuningan, nikel, emas, dan perak. Uang kertas terbuat dari campuran serat kapas, kertas, nilon atau polimer sehingga memiliki nilai sekuriti.
BI melaporkan jumlah uang kartal dalam bentuk kas di tangan masyarakat kisaran Rp.800 – 900 triliun per bulan.
Uang yang kamu belanjakan untuk membeli mie ayam plus kerupuk dinamakan uang kartal. Saat kasir bertanya apa tambahannya, bilang saja makan kerupuk. Just reminder! Wkwkwk
Di sebuah sudut Jakarta, pernah ditemukan seorang yang kerjaannya melihat jalan dan mengais selokan untuk memungut kepingan logam uang. Kumpulan logamnya ini hanya sebagai upaya bertahan hidup!
Uang giral berbentuk kartu debit atau kredit, emoney, ewallet, aplikasi dalam gawai atau laptop, dan transfer bank. Sekarang bank menyediakan berbagai aplikasi layanan berbasis website dan aplikasi yang diunduh di play store.
Keuntungan emoney adalah efisien, menjaga gengsi, dan melenyapkan donasi terpaksa. Maksudnya begini, biasanya kasir menawarkan donasi saat kembaliannya receh.
Demi gengsi, Abang menganggukkan kepala, tapi sambil ngedumel. Daripada ditukar permen.
Donasi terpaksa demi gengsi, mungkin! Ikhlaskan saja, Bang. Awokawokawok …
Dengan uang giral, tidak akan ada lagi gengsi. Tidak ada lagi kamu membuangnya karena nominalnya recehan, yaitu Rp 25, Rp 50, Rp.100, dan Rp 500, yang katanya pecahan ini bisa menjatuhkan martabat.
Jumlah uang giral yang beredar sekitar Rp 3.600 triliun per bulan. Dari sebanyak itu, volume emoney di atas Rp 10 triliun per bulan.
Uang kuasi berbentuk deposito berjangka, tabungan dan rekening tabungan valuta asing milik swasta domestik. Uang kuasai kisaran Rp 5.000-6.000 triliun per bulan.
Jumlah uang kartal ditambah uang giral dinamakan M1. Kalau uang kartal, uang giral, dan uang kuasi disatukan namanya M2.
Uang itu harus diatur. Sebab uang bikin fraud alias gelap mata. Ada banyak lembaga yang mengaturnya.
BI mengatur peredaran uang. Peruri mencetak uang. OJK membina lembaga keuangan.
LPS menjamin uang nasabah. PPATK menganalisis pergerakan aliran uang. KPK/Kejaksaan/Polri menyidik orang/badan yang mengentit uang. Polri menyidik orang/badan yang memalsukan uang.
BEI menyediakan sarana akses bagi investor uang dalam perusahaan. BPS menyediakan data statistik uang dalam lapangan usaha.
Kamu! Orang yang menghabiskan uang. Awokawokawok …
Tewas Tinggalkan Rp 30 triliun
Seorang miliader ternama di US memiliki ketiga jenis uang, tetapi ditemukan tewas bunuh diri di ruang kerjanya. Hingga kini, polisi belum menemukan motif aksinya.
Kematiannya meninggalkan kekayaan dalam bentuk uang dan investasi, yang ditaksir majalah Forbes, sekitar Rp 30 triliun!
Pertanyaan mendasar, kenapa si miliader memilih bunuh diri? Kenapa tidak menyelesaikan segala permasalahan dengan uang, sebagaimana dipraktikkan pada negeri seberang. Ehhmmm …
Di negeri seberang, uang tidak harus disimpan di lembaga keuangan atau lainnya. Ada yang disimpan di ember. Uang menjadi isi kasur. Ada juga uang dibakar untuk menghangatkan badan.
Uang juga dijadikan modal party setiap hari. Bahagia tidak kunjung datang dengan uang, meski party sudah usai.
Allah SZWT sudah mengingatkan hamba-Nya bahwa kebahagiaan bukan terletak pada seberapa banyak uang.
Peringatan tersebut tercatat pada Ali Imran: 14, yang artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Ayat tersebut tidak melarang seseorang memiliki uang. Justru dianjurkan menguasai uang sebanyak-banyaknya.
Yang dilarang adalah uang (kesenangan) itu jangan sampai menjauhkan dirinya dari Allah SWt.
Uang tidak kenal Tuhan. Tapi Tuhan selalu ada dalam lembaran uang. Coba pegang uang kertas dan bacalah kalimat bijak di lembaran kertas uang dengan : ‘ Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa ….”
Uang bukan segala-galanya. Namun dalam kehidupan, segala-galanya harus memakai dan ditukar uang.
Uang sudah dipergunakan sebagai alat tukar sejak 1200 SM alias Sebelum Masehi. Saat itu, uang dibuat dari cangkang siput laut atau Corie.
Pertanyaannya sekarang, siapa nama nenek moyang kamu yang memegang uang cangkang Corie pada tahun tersebut? Dan, uang itu untuk dibelanjakan apa? Wkwkwkwk.
Rupiah merupakan salah satu dari 100 mata uang yang berlaku di berbagai negara. Dolar AS dipergunakan sebagai alat tukar di 66 negara.
Mata uang dolar AS masih banyak digunakan dalam perdagangan internasional, misalnya pembayaran minyak, emas, komoditas, dan sebagainya. Bank sentral banyak negara pun masih mempergunakannya sebagai cadangan devisa.
Namun demikian, permintaan dolar AS dari bank sentral sejumlah negara makin turun dan sempat turun drastis dari 71 persen (1990-an) menjadi hanya 59 persen (Mei 2021). Sejumlah negara sudah memakai uang bilateral dan regional untuk menggeser dolar AS.
Terdapat lima negara yang membuat dolar AS ‘nelangsa’, di antaranya: Kuwait: US$ 1 = 0,31 Dinar Kuwait. Bahrain : US$ 1 = 0,38 Dinar Bahrain. China: US$ 1 = 7, 13 Yuan Tiongkok.
Di tahun 2022, terdapat lima negara yang mata uangnya kagak bertaring di hadapan dolar AS. Sedihnya, rupiah berada di peringkat kelima, yaitu US$ 1 = Rp 15.917,45.
Sebelum tahun 1998, Rupiah selalu bertengger pada kisaran Rp 2.000 per dolar per Juni 1997. Perkasa! Lantas krisis moneter membuat Rupiah terjun bebas hingga Rp 16 ribu per dolar pada Juni 1998.
Memasuki tahun 2011, Rupiah sempat menguat hingga kisaran Rp 8.000 per dolar AS. Sejak tahun 2013, Rupiah tertahan di atas Rp 10.000 per dolar AS. Slogan
Untuk membuat Rupiah perkasa, dalam lamannya, OJK mengajak publik membeli produk dalam negeri. Yakinlah kualitas produk dalam negeri tidak kalah bersaing dengan produk luar.
Keyakinan ini juga harus terpatri pada produsen lokal sehingga berani mengekspornya. Jangan takut mengguyur pasar Asia dengan produk makanan olahan cilok, cireng, dan cimol.
Tugas pengusaha lokal, diplomat, atase perdagangan Indonesia agar panganan ini mendunia. Ini demi Rupiah perkasa, Bro and Sis.
Makin perkasa Rupiah, makin banyak kuantitas barang dan jasa yang bisa kita beli. Makin lemah Rupiah, makin sedikit barang yang bisa kita konsumsi
Di hamparan bumi ini, terdapat satu orang yang uangnya terus beranak pinak hingga kini. Padahal beliau sudah wafat sejak 1.400 tahun silam.
Beliau adalah Usman bin Affan RA. Sahabat Rasulullah Muhammad SAW dan juga pernah menjadi Khalifatur Rasyidin ketiga.
Nomor rekening atas nama Usman bin Affan RA masih ada dan dipegang Kementerian Wakaf Kerajaan Arab Saud. Masya Allah!
Dikatakan beranak pinak karena tadinya uangnya hanya untuk membeli sumur milik Yahudi sebesar 12.000 dirham (sekitar Rp 48 juta kurs sekarang). Kini, sumur tersebut telah menjelma menjadi kebun kurma, hotel, dan sebagainya yang mendatangkan uang abadi.
Uang akan membuat kita bahagia manakala menjadi alat tukar. Bukan sekadar alat tukar jual beli, namun juga alat tukar kebaikan. Alat tukar ini yang membuat kita bahagia tatkala memegang uang.
Itulah kenapa John Lenon berujar: “Aku tidak terlalu peduli uang. Uang tidak dapat dipakai membeli cinta!” (*)
Catatan: Tulisan-tulisan sang ‘Pemulung Kata’ dapat dibaca di: https://pwmu.co/tag/encep-saepudin
Editor Mohammad Nurfatoni