Makna Sabar, Musabarah, dan Murabathah; Oleh: Dr H. Syamsudin MAg, Dosen UINSA Surabaya, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱصْبِرُوا۟ وَصَابِرُوا۟ وَرَابِطُوا۟ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung, (Ali Imran 200)
PWMU.CO – Ali Imran adalah nama surat dalam al-Qur’an yang sarat uraian tentang kesulitan dalam perjuangan, serta kepahitan dan gangguan dalam dakwah. Ia juga mengandung tuntunan keagamaan serta bimbingan moral, baik dalam prinsip-prinsip dasar agama maupun rinciannya.
Terdapat juga anjuran untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk. Bahkan dalam ayat sebelum penutup surat ini, dijelaskan adanya sekelompok kecil Ahl al-Kitab yang berbeda dengan mayoritas mereka yang telah menerima kebenaran.
Atas dasar itu, tidak heran jika penutup surat ini mengajak orang-orang beriman untuk bersabar dalam melaksanakan tugas agama, yaitu berjuang di jalan Allah SWT. Juga sabar memikul beban dan menguatkan kesabaran saat menghadapi lawan.
“Sabar dan tetaplah bersiap siaga di perbatasan negerimu, dengan kekuatan yang dapat menggentarkan musuh untuk menyerang kamu dan bertakwalah kepada Allah dalam seluruh aktivitasmu supaya kamu terus-menerus beruntung, yakni memperoleh seluruh apa yang engkau harapkan”.
Kata shabara yang diterjemahkan sabar, berasal dari akar kata yang terdiri dari huruf shad, ba’, dan ra’. Maknanya berkisar pada tiga hal. Pertama, menahan; kedua, ketinggian sesuatu, dan ketiga, sejenis batu.
Dari makna menahan, lahir makna konsisten atau bertahan. Seseorang yang menahan gejolak hatinya, dinamai bersabar; yang ditahan dipenjara sampai mati dinamai mashburah.
Dari makna kedua lahir kata shubr, yang berarti puncak sesuatu, dan dari makna ketiga muncul kata ash-shubrah, yakni batu yang kukuh lagi kasar, atau potongan besi.
Ketiga makna tersebut dapat kait berkait, apalagi bila pelakunya manusia. Seorang yang sabar, akan menahan diri, dan untuk itu dia memerlukan kekukuhan jiwa, dan mental baja, agar dapat mencapai ketinggian yang diharapkannya. Ketiga rangkaian huruf di atas dalam berbagai bentuknya terulang dalam al-Qur’an lebih dari seratus kali.
Di samping itu perlu dicatat bahwa semua kata yang menggunakan rangkaian ketiga huruf tersebut, digunakan al-Qur’an dalam konteks uraian tentang manusia, antara lain sebagai perintah bersabar, memuji kesabaran dan orang-orang sabar, sifat kesabaran serta dampaknya, kecaman bagi yang gagal bersabar dan lain-lain sebagainya.
Menurut Imam al-Ghazali, lebih dari tujuh puluh kali Allah SWT menguraikan masalah sabar dalam al-Qur’an. Kemampuan bersabar bagi manusia, memang diakui oleh pakar-pakar ilmu jiwa; bahkan Fured misalnya berpendapat bahwa manusia memiliki kemampuan memikul sesuatu yang tidak disenanginya dan mendapat kenikmatan di balik itu. Karena itu ayat di atas di samping memerintahkan bersabar, juga memerintahkan mushabarah, yakni bersabar menghadapi kesabaran orang lain.
Seorang Muslim dalam hidup dan perjuangan di jalan Allah menghadapi pihak lain yang juga berjuang sesuai nilai-nilainya dan yang juga memiliki kesabaran. Ketika itu, kesabaran dilawan dengan kesabaran, siapa yang lebih kuat kesabarannya dan lebih lama dapat bertahan dalam kesulitan, dialah yang akan memperoleh kemenangan. Sabar yang dihadapi dengan kesabaran yang lebih besar, itulah yang dilukiskan dengan kata shaabiru, (Tafsir al-Misbah, 2000:II/306)
Ibnu al-Qayyim mengatakan, mushabarah merupakan praktik memberikan perlawanan kepada musuh dengan menguji kesabaran. Mengingat kata mushabarah merupakan wazan mufaa’alah yang secara bahasa menuntut keterlibatan dua pihak. Dalam hal ini adalah orang mukmin dan orang kafir, di mana masing-masing pihak menguji kesabaran lawannya.
Sementara itu murabathah yang secara harfiah bertahan di wilayah perbatasan untuk mengantisipasi pergerakan lawan. Juga memiliki makna yang tidak terpisahkan dua kata kunci sebelumnya, yaitu sabar dan mushabarah. Murabathah adalah kokoh dan konsisten dalam menjaga shabar dan mushaabarah.
Seorang ahlul hak bisa saja bersabar, namun kesabarannya belum tentu mampu mengalahkan kesabaran ahlul batil. Bisa saja mampu mengalahkan kesabatran ahlul batil, namun belum tentu mampu menjaga kontinuitas dan konsistensinya dalam mengalahkan kesabaran ahlul batil. Atau mampu menjaga kontinuitas dan konsistensinya dalam mengalahkan kesabaran ahlul batil, namun tidak mampu membingkainya dalam ketakwaan kepada Allah.
Allah Azza wa Jalla menegaskan pusaran semua kemenangan dan kebahagiaan adalah ketakwaan kepada-Nya. Benar bahwa murabathah adalah aktivitas bertahan di wilayah perbatasan guna mengantisipasi pergerakan lawan. Namun juga memiliki makna aktivitas mengantisipasi pergerakan setan dan hawa nafsu, yang senantiasa mengintai dan ingin menggelincirkan hati orang Mukmin dari kebenaran, (Tafsir al-Qayyim, 1988: 218). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni