Fenomena Apologet Islam, para Mualaf yang Jadi Pembela Islam; Oleh Agus L. Hidayat, Ketua Kopsyah Surya Amanah Mandiri, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik.
PWMU.CO – Jagad dunia maya belakangan banyak diramaikan oleh kabar yang memberitakan munculnya gerakan apologet Islam.
Apa itu apologet?
Apologet adalah orang yang membela imannya dari serangan lawan. Gerakannya disebut apologetika.
Apologet atau apologetika diambil dari bahasa Yunani apologia yang berarti pembelaan iman.
Gerakan ini lazim dalam tradisi gereja Katolik. Apologi adalah disiplin agama yang membela doktrin agama melalui argumentasi dan wacana yang sistematis.
Awalnya apologi membela doktrin kekristenan dari serangan para filsuf rasionalisme dan materialisme. Namun istilah apologet saat ini banyak dipakai untuk semua agama yang mempertahankan argumennya dari serangan lawan debat atau orang yang mempertanyakan kebenaran imannya. Termasuk Islam.
Menariknya di kalangan Islam bermunculan tokoh-tokoh baru yang membela iman Islam dalam debat antariman, khususnya dengan Teologi Kekristenan. Dan mereka awalnya bukan berasal dari Islam. Kemudian berbondong-bondong ‘login’ ke iman Islam.
Sebut saja nama, Dondy Tan. Dengan folower yang terus bertambah di official chanel YouTube-nya. Koh Dondy yang awalnya Kristen kemudian belajar keras hingga menemukan kebenaran Islam dari keraguan atas konsep ajaran ketuhanan Kristen.
Dalam diskusi dengan para pendeta di channel YouTube-nya tidak jarang para pendeta dan lawan debatnya dibuat kelimpungan dan kagum dengan referensi kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru dari berbagai edisi dan bahasa.
Nama lain yang lebih terkenal di dunia akademik adalah Menachem Ali (Mohammad Ali), seorang filolog (ahli yang mempelajari manuskrip-manuskrip dan bahasa kuno) yang awalnya beragama Yahudi menjadi ilmuwan dan teolog Islam nomor wahid di negeri ini.
Yang lebih senior ada Ustadzah Irene Handono, yang mantan pendeta Katolik. Untuk menyebut beberapa nama dan masih banyak lainnya.
Dua Indikator
Fenomena ini setidaknya mengindikasikan dua hal, pertama, spirit pencarian kebenaran iman Islam. Dan ini menunjukkan bahwa iman Islam bukan state of being (kondisi statis yang tidak bergerak) melainkan state of becoming (proses ‘menjadi’ yang terus bergerak). Bukankah Rasulullah SAW juga menyatakan, al-imanu yaziidu wa yanqusu, iman itu bergerak naik dan turun.
Maka klaim buruk tentang status iman seseorang tidak selayaknya disematkan kepada seseorang. Karena bisa jadi saat ini memusuhi iman Islam, tapi suatu saat bisa menjadi pembela-pembela Islam.
Kedua, menjadi bukti kebenaran doktrin Islam, “… Inna nahnu nazzalna ad-dzikraa, wa innahu lahu lahaafidzuun” (Sungguh Kami (Allah) yang menurunkan al-Quran, dan Kami yang akan menjaganya.” (al-Hijr 9).
‘Penjagaan’ Allah atas agamanya tidak hanya dilakukan oleh orang yang Muslim sejak lahir, bahkan dari para mualaf yang menjadi pendekar apologet Islam sejati. Karena kepincut dengan ajaran Islam dan peradabannya yang agung.
Maka keyakinan doktrin Islam kaffah dan paripurna (al-Maidah 3) dalam Islam menemukan esensinya. Bahkan tidak hanya dalam konsep teologi yang paripurna, juga dalam konsep peradaban yang melingkupi semua aspek kehidupan. Sebagaimana statemen H.A.R Gibb, seorang orientalis Barat, “Islam is much more a system of theology, but Islam is a complete civilization“.
Islam lebih dari sekedar sistem teologi/keagamaan, tapi suatu peradaban yang komplit.
Lalu bagaimana kita yang sejak lahir sudah menjadi Muslim? Spirit pencarian iman Islam dari para apologet Islam di atas patut menjadi trigger (pemantik) untuk terus ‘mencari’ kebenaran Islam hakiki sampai akhir hayat, wallahua’lam. (*)
Materi ini disampaikan dalam Khotbah Jumat di Masjid At-Tanwir, Gedung Dakwah Muhammadiyah (GDM) Gresik, 10 Mei 2024.
Editor Mohammad Nurfatoni