PWMU.CO – Lima pesan Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, disampaikan menyambut keberangkatan jamaah haji Kloter pertama yang dimulai Ahad (12/5/2024).
Lima pesan Haedar Nashir itu pertama, luruskan niat beribadah haji karena Allah semata.
”Ibadah haji berat prosesnya memerlukan istita’ah secara fisik, termasuk kesehatan dan ruhani,” katanya.
Seluruh proses insyaallah dapat dijalani dengan hati yang tumakninah bilamana dilandasi keikhlasan.
”Haji bukanlah gelar dan atribut, tetapi ibadah rukun Islam kelima, yang menuntut kepasrahan kepada Allah dalam menunaikannya untuk meraih ridha dan karunia Allah SWT,” tutur Haedar.
Kedua, beribadah haji itu berjamaah secara luas yang melibatkan jutaan muslim muslimah dari berbagai negara yang beragam latar bekangnya.
Lokasi ibadah haji terbatas meskipun sudah diperluas di berbagai titik dengan segala fasilitas yang lengkap oleh pemerintah Saudi maupun pemerintah Indonesia bagi jamaah haji Indonesia.
”Keterbatasan dan kemampatan berhaji dalam seluruh prosesnya, termasuk di Aramina, menuntut jiwa kebersamaan. Para jamaah tidak bisa egois. Karenanya perlu niat untuk berbagi, peduli, dan saling membantu serta memberi kelonggaran antar jamaah. Dalam berhaji itulah ukhuwah Islamiyah yang mesti dipraktikkan,” tutur guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Ketiga, ikuti seluruh prosesi ibadah haji sesuai syariat Islam. Ikuti juga aturan pemerintah Saudi maupun Indonesia.
”Lakukan ibadah haji dengan syariat dan sunnah Nabi secara khusyuk. Bila ada perbedaan dalam praktik ibadah yang sifatnya khilafiyah jangan saling menyalahkan, sehingga diperlukan toleransi atas perbedaan cara (tanawu’),” ujar Haedar Nashir.
Keempat, meraih haji mabrur berarti semakin tertanam kebaikan-kebaikan yang utama selama prosesi sampai pulang ke tempat masing-masing.
Menurut dia, mabrur itu segala kebaikan yang digariskan syariat Islam dan yang menjadi kebaikan umum yang dibenarkan syariat.
Berhaji yang mabrur bukan hanya selama prosesi ibadahnya, tapi sesudahnya dalam kehidupan sehari-hari.
Selama haji dilarang mengucapkan ujaran yang rafas (jorok), fusuq (inkonsisten, khianat), dan jadal (bertengkar), maka dalam kehidupan sehari-hari setelah berhaji perangai buruk itu jangan dilakukan, termasuk dalam bermedia sosial.
”Semakin banyak kaum muslim berhaji, korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, perusakan sumberdaya alam, dan segala perbuatan buruk tidak terjadi di negeri ini,” pesan Haedar.
Kelima, pemerintah dan seluruh institusi penyelenggaraan haji Indonesia diharapkan semakin meningkatkan fasilitas dan pelayanan terbaik agar tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya.
Editor Sugeng Purwanto