PWMU.CO – Din Syamsuddin mengatakan ada hal yang tidak banyak orang tahu, yakni NATO dan Amerika Serikat dianggap melanggar kesepakatan.
Dia menjelaskan, pada akhir Perang Dingin, Uni Soviet bersetuju membubarkan diri dan Tembok Berlin yang membelah Berlin Barat dan Berlin Timur dirobohkan, sekaligus dua ideologi kaptalisme dan sosialisme disatukan.
Namun, pemimpin Uni Soviet Gorbachev mensyaratkan pada era pasca Perang Dingin itu NATO dan AS tidak melakukan gerakan ke Timur (Eastward Move) karena akan mengancam Rusia.
Namun, sepuluh tahun kemudian yakni di awal 2000-an NATO dengan dukungan AS mulai melakukan ekspansi ke Timur dengan membentuk pangkalan NATO di Polandia dan Hungaria dan berencana mendirikan pangkalannya di Ukraina.
“Inilah pangkal ketegangan dunia pasca Perang Dingin,” demikian dikatakan Prof Dr M Din Syamsuddin, Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta, pada kuliah umum di hadapan seratusan mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional di Kazan Federal University, Kazan, Jumat (17/5/2024).
Menurut Chaiman of Global Fulcrum of Wasatiyyat Islam (Poros Dunia Wasatiyyat Islam) itu, operasi militer yang dilancarkan Rusia ke Ukraina dapat dipahami sebagai mekanisme pertahanan diri (self defense mechanism).
Namun, kata dia, perang bukan solusi. Perang hanya akan membawa kerusakan dan menimbulkan kesengsaraan bagi manusia. Oleh karena itu, perlu dicarikan solusi yang menyeluruh khususnya menghadapi Dunia Multipolar Pasca Perang Dingin.
Menurut Din Syamsuddin, yang juga Chairman Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations/CDCC, dialog harus dikedepankan. Sayangnya kekuatan dunia besar cenderung mempertahankan hegemoni, dan mau mengeluarkan miliaran dolar untuk membantu persenjataan kepada negara lain. Untuk itu diperlukan pemimpin negara negarawan yang mengambil prakarsa dialog antarbangsa dan peradaban.
Pada kesempatan kuliah umum tersebut banyak mahasiswa yang bertanya. Ada dari mereka yang menanyakan prospek hubungan Indonesia dan Rusia untuk perwujudan perdamaian dunia dan tata dunia baru yang adil dan beradab.
Din Syamsuddin hanya menjawab singkat, hal itu sangat tergantung kepada kepala negara masing-masing apakah mereka punya wawasan perdamaian global atau tidak, dan apakah mereka independen untuk tidak tergantung pada adi kuasa mana pun. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni