PWMU.CO – Direktur PT Tempo Inti Media Tbk: kontributor ujung tombak gerakan Muhammadiyah. Ini terungkap saat Budi Setyarso menjadi narasumber Talk Show ‘Membangun Website Komunitas Menjadi Besar dan Menguntungkan’.
Pada Resepsi Milad Bersama Media Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur itu, Budi menyampaikan, “Saya bersyukur sekali bisa hadir di sini, di depan kontributor yang ikhlas itu tingkatan tertingginya. Ikhlas itu jiwa tertinggi.”
“Ikhlas tapi menjadi ujung tombak gerakan Muhammadiyah!” ujarnya di Aula Mas Mansur Gedung Muhammadiyah Jatim, Jalan Kertomenanggal IV/5 Surabaya.
Budi lantas mengungkap mengapa Kontributor PWMU.CO sebenarnya ujung tombak gerakan Muhammadiyah. “Di era sekarang ini, menurut saya, informasi adalah satu hal yang yang sangat menentukan image maupun keberhasilan organisasi seperti Muhammadiyah,” ungkapnya, Sabtu (18/5/2024) pagi.
Adapun kelompok organisasi yang gagal dalam menjalin komunikasi, kata Budi, berarti tidak berhasil mencapai misinya. “Di banyak organisasi, key performance indicator (KPI) adalah bagaimana bisa membangun komunikasi media yang efektif menyampaikan kepada masyarakat,” sambungnya.
Budi juga mengapresiasi keikhlasan kontributor membawa jajanan khas daerah masing-masing yang sudah menjadi tradisi di pertemuan kontributor PWMU.CO selama ini. “Sukarela membawa jajan enak itu sangat membanggakan. Saya senang sebagai keluarga, di tengah orang yang bebas tapi juga membawa pengaruh sangat besar terutama bagi PW Muhammadiyah Jawa Timur,” katanya.
Adapun bagi Budi, kehadirannya terasa berada di lingkungan keluarga sendiri. Sebab, mertuanya pada akhir tahun 90an pernah mengelola majalah Suara Muhammadiyah di Jogja. Baik dalam hal percetakan maupun penerbitannya.
Waktu itu, ia masih menjadi jurnalis di Republika. Budi menilai, Suara Muhammadiyah media yang kuat, memuat kegiatan persyarikatan maupun dakwah Muhammadiyah.
“Yang paling menarik dari majalah Suara Muhammadiyah waktu itu adalah loyalitasnya. Banyak hidup dari pelanggan,” ujarnya.
Value
Sebelum memulai diskusi kebutuhan pengelola media untuk bisa membesarkan media Muhammadiyah Jawa Timur, Budi menceritakan bagaimana media yang ia pimpin, Tempo, bertahan hingga kini.
Pada 1971, kata Budi, hanya ada Majalah Tempo. “Secara cetak, sekarang tidak banyak pembacanya. Sekarang sudah transformasi digital. Ada platform baru juga,” terang mantan Pemimpin Redaksi Koran Tempo dan Koran Tempo.co itu.
Ia lalu menyatakan turut senang Majalah Matan di bawah naungan PWM Jatim sudah memasuki usia 18 tahun. “Saya membayangkan, banyak juga yang memberikan dukungan. Kualitas desain terutama cover sangat bagus, menarik. Isi di dalamnya juga bervariasi, sangat menarik!” ujar Budi.
Kemudian ia lanjut bercerita, pada 1994, Majalah Tempo ditutup pemerintah orde baru karena meliput pembelian kapal bekas dari Jerman Timur. Itu membuat pemerintah marah sehingga menutup Majalah Tempo selama empat tahun.
Mereka pun beralih mendirikan Tempo Interaktif. Ini dibikin untuk perlawanan terhadap kekuasaan orde baru, bukan bisnis. Selanjutnya, pada 1999, Majalah Tempo terbit lagi ketika pemerintah orba tumbang. Akhirnya Tempo jadi perusahaan terbuka pada 2001.
“Hasil penggalangan dana dari masyarakat melalui bursa saham itu dipakai untuk mendirikan Koran Tempo. Dari 2001 sampai sekarang fokus digital. Pengembangan Tempo Interaktif diubah jadi Tempo.co yang sekarang jadi backbone Grup Tempo,” lanjutnya.
Setelah itu, Budi menerangkan, kini mereka juga menghadirkan produk di kanal YouTube berupa Bocor Alus. Sebab, sekarang banyak orang mengakses YouTube, Tiktok dan Instagram pakai HP. Jadi menurutnya perlu juga beralih ke media sosial tersebut.
“Yang berubah adalah bentuk wadah. Value di dalamnya itulah yang menentukan apakah media sustain selama-lamanya. Kita kan berharap bisa bertahan sampai berpuluh-beratus tahun agar kita bisa terus memberikan informasi kepada masyarakat,” ungkapnya.
Menurut Budi, value (nilai) Muhammadiyah sangat kuat untuk memastikan media bisa tumbuh menjadi media yang sustain (bertahan). Ia pun teringat ucapan Ketua PWM Jatim Dr dr Sukadiono MM saat memberikan sambutan.
“Pak Suko berharap, suatu saat jadi entitas yang tidak hanya menerima tulisan dari kontributor tapi ke depannya juga memberikan insentif. Siapa tahu kalau ini bisa dikembangkan dengan hal-hal yang nanti akan dilakukan itu saya kira tidak mustahil,” ungkapnya.
“Karena basis dari Muhammadiyah sendiri sudah sangat cukup. Selain value, juga kemampuan warganya biasanya jauh lebih kuat dari masyarakat kebanyakan. Kan banyak saudagar yang lebih independen secara ekonomi. Saya rasa itu modal yang besar di Muhammadiyah,” ujarnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni