Kilau Mutiara Muhammadiyah di Iran oleh Siti Agustini, Harapan II Lomba Menulis Feature Milad Ke-8 PWMU.CO.
PWMU.CO – Di negeri para ayatullah Iran ternyata ada Laila Rahmah SSi MBBS. Dia orang Jakarta. Sudah tujuh tahun hidup di negeri ini. Kuliah di Tehran University of Medical Sciences (TUMS), dengan beasiswa.
Dia menjabat Wakil Ketua Bidang Eksternal Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Iran yang baru aktif kembali pada 2023.
Juga aktif di Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) sebagai presidennya (2024). Sebelumnya aktif di Perhimpunan Pelajar Indonesia se-dunia sebagai anggota (2019), Perhimpunan Pelajar Indonesia Kawasan Timur Tengah dan Afrika sebagai sekretaris umum (2019-2020), dan Universal Scientific Education and Research Network (USERN) sebagai Junior Ambassador for Indonesia (2018 dan 2022 sebagai Executive Director of International Affair division Junior Ambassadors).
Laila Rahmah juga aktif di kampus. Beberapa organisasi di TUMS diikutinya. Seperti: Red Crescent TUMS (2019), Universal Network of Student’s Scientific Society TUMS Kish Campus (2019), dan Student International Committee of Kish Campus TUMS sebagai President of Student Government Board (2019).
Dia seperti kilau mutiara yang menerangi sekitarnya. Keaktifannya di kampus itu membuat Laila mendapatkan kepercayaan dari TUMS. Almamaternya meminta mempromosikan kegiatan International Winter School (IWS) 2024 untuk warga negara Indonesia.
Peluang ini dimanfaatkan PCIM Iran dengan mengundang Muhammadiyah ke TUMS. Apalagi biaya ditanggung kampus ini.
Gayung bersambut, delegasi Muhammadiyah langsung datang. Terdiri pimpinan Majelis Diktlibang PP Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, dan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya.
Rombongan tanda tangani kerja sama bidang kesehatan. Sebanyak tiga dokumen kerja sama tertandatangani : MoU TUMS dengan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, MoU TUMS dengan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, dan MoU TUMS dengan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya.
Juga dokumen MoA TUMS dengan Fakultas Kedokteran UM Surabaya dan PWM Jawa Timur.
Dengan terjalinnya kerja sama tersebut, Laila Rahmah dipercaya sebagai person in charge oleh TUMS dan Muhammadiyah.
Realisasi
Ia mengawal implementasi MoU dan MoA yang sudah ditandatangani. Tiga kegiatan sudah terealisasi.
Pertama, webinar internasional Tropical Disease oleh TUMS dan UM Surabaya. Ia sebagai moderator. Narasumber dosen TUMS dan UM Surabaya.
Kedua, sosialisasi, tes, dan telekonsultasi kesehatan di kota Qom, Iran. Laila sebagai ketua pelaksana. Kegiatan ini program kerja IPI. Ia mengolaborasikan bersama TUMS, UM Surabaya, PCIM Iran, Himpunan Pelajar Indonesia (HPI) Iran, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Iran, dan Atase Pertahanan RI di Iran.
Pengabdian masyarakat yang bertaraf internasional ini melibatkan tenaga kesehatan dari enam negara. Indonesia, Iran, Pakistan, India, Nigeria, dan Jerman.
TUMS dan UMSurabaya berperan dalam penyelenggaraan tes kesehatan dan implementasi digital health. Pasien yang berada di kota Qom dapat berkonsultasi jarak jauh dengan dua dokter spesiali dari TUMS di Teheran dan UM Surabaya di Surabaya.
Ketiga, kegiatan International Journal Club (IJC) in Digital Health yang beranggotakan 146 orang dari berbagai negara.
Laila sebagai Ketua IJC. Kegiatan pekanan berlangsung pukul 17.00 WIB atau 13.30 waktu Tehran.
Pembicara dari Iran, Indonesia, Irak, Filipina, dan negara lainnya. Pembahasan pengembangan teknologi terkini yang sudah dipublikasikan di jurnal internasional.
Pengembangan kerja sama dengan TUMS lainnya pemberian beasiswa parsial khusus studi untuk anggota Muhammadiyah di berbagai jurusan. Utamanya di jurusan Digital Health dalam kelompok.
Program Magister in Telehealth yang semula 3.000 USD per orang sampai lulus, sekarang menjadi 6.000 USD untuk paket 5 orang sampai lulus.
Selain itu publikasi jurnal internasional antara TUMS dan UM Surabaya kini juga sudah publish di jurnal internasional.
Kiprah Laila sangat berarti untuk Muhammadiyah. Ibarat kilau mutiara yang membuat indah kiprah persyarikatan di tanah Iran. Seperti terwujudnya berbagai bentuk kerja sama antara TUMS dan Muhammadiyah.
Pernah Dibuli
Laila Rahmah lahir di Jakarta pada 21 Oktober 1997. Keluarganya miskin. Sebagai pemulung sampah plastik, kardus, dan besi. Namun Laila mendapat pendidikan yang baik.
Saat kecil orangtuanya menitipkan Laila yang saat itu berusia 4,5 tahun kepada guru SD untuk bersekolah. Di SD Negeri 5 Kalijaya (2002-2008).
Karena usianya yang masih balita, Laila menjadi korban bullying teman-temannya. Perlakuan seperti dikeroyok di rumah kosong, ditonjok, ditampar sandal gunung, dilempar bola voli, dilempar batu bata sampai berdarah, diterimanya. Perlakuan kasar itu membuatnya tumbuh kuat dan berani.
Lulus SD melanjutkan ke SMP Negeri 4 Cikarang Barat pada 2008 sampai 2011. Lingkungan sekolahnya berada di dekat bukit-bukit sampah plastik dan kertas dari limbah pabrik.
Di sini Laila mendapatkan teman-teman yang baik. Ia tak lagi mendapatkan perundungan. Ia termasuk pelajar berprestasi.
Lulus SMP tahun 2011, Laila masuk sekolah favorit SMA Negeri 1 Cikarang Utara di program akselerasi. Program hanya 2 tahun. Syaratnya siswa harus memiliki IQ di atas 130.
Awalnya Laila tidak percaya diri. Usianya masih 13 tahun. Waktu tes dia memiliki IQ 137. Maka diterimalah di sekolah itu.
Kakaknya juga bersekolah itu di program bilingual. Ia ingat ayahnya harus menghadap ke kepala sekolah untuk meminta keringanan biaya sekolah.
Melihat kerja keras orangtuanya, Laila berusaha menyamai teman-temannya yang jenius. Namun ia belum menemukan bakat khusus seperti teman-temannya. Seperti menulis, melukis, jago Mapel Sains seperti Matematika, Biologi, Fisika. sedangkan dirinya tidak. Ia masuk klub Bahasa Jepang dan pencak silat.
Ia lulus tahun 2013 sama dengan kakaknya. Kakaknya lebih dulu diterima di Universitas Brawijaya (UB) Jurusan Hubungan Internasional lewat jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Laila memilih Fakultas Kedokteran UB. Ini cita-citanya sejak kecil ingin menjadi dokter. Dia daftar SNMPTN, SBMPTN, SIMAK UI, UM UGM, dan jalur lainnya. Namun semuanya gagal. Malah diterima di Jurusan Biologi UB.
Ia kost satu kamar dengan kakaknya. Tidur dengan kaki bertemu kepala dan kepala bertemu kaki. Laila berjanji kepada orangtuanya menjadi mahasiswa terbaik dengan nilai cumlaude dan lulus tepat waktu.
Saat itu usianya 15 tahun. Ia aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan di UB. Akhirnya lulus dengan nilai cumlaude 3,67 tahun 2017. Ia lulus termuda. Baru 19 tahun. Dan tercepat, yaitu 3 tahun 4 bulan.
Karena hal itu Laila didampuk menyampaikan kesan saat wisuda. Dia sampaikan: Kami bangga kepada orangtua yang memberikan kekuatan magis untuk berusaha keras mencapai cita-cita.
Jalan ke Iran
Masih berharap bisa menjadi dokter, Laila mendapatkan informasi beasiswa studi di TUMS Iran. Niatnya mengambil program fast track MSc-PhD di Jepang diurungkan. Dia pilih ke Iran.
Tahun 2017 itu segera mendaftar melalui website. Bersyukur diterima. Beasiswa dari TUMS sebesar 50 persen. Laila masih membayar sisanya 3.500 USD per tahun dari 7.000 USD.
Bagi orangtuanya, sisa biaya itu sangat besar. Laila menenangkan. Berjanji akan menaikkan perolehan beasiswa menjadi 75 persen di tahun kedua. Untuk biaya ke Iran orangtuanya mengupayakan uang dengan utang.
Dia bercerita, TUMS merupakan universitas yang memberikan beasiswa hanya kepada mahasiswa yang kemampuan akademiknya tinggi. Oleh sebab itu, Laila tekun belajar. Bersyukur berhasil mendapatkan nilai tertinggi di angkatannya.
Karena prestasinya ini, beasiswanya naik sebesar 75 persen. Tahun kedua naik lagi menjadi 100 persen.
Ketika menjadi mahasiswa TUMS, Laila menginisiasi terbentuknya komite mahasiswa setingkat BEM internasional yang mendapat pengakuan di kampus internasional TUMS di Pulau Kish.
Ia juga didaulat sebagai founding president-nya. Laila juga aktif di berbagai organisasi tingkat internasional, seperti PCIM Iran.
Di sela aktivitasnya, dia masih bisa menghasilkan buku, jurnal, dan artikel ilmiah yang sudah di-publish. Salah satu artikelnya The Impact of Epidural Analgesia on Cesarean Section Rates and Neonatal Outcomes: a retrospective cohort study ditulis bersama Asghar Hajipour, Alireza Montaseri, Mojgan Rahimi, Amirhossein Orandi, dan Muhammad Anas (2024).
Laila kini sudah menjadi dokter dengan predikat dokter terbaik dengan nilai cumlaude di TUMS. Ini universitas kedokteran terbaik se-Timur Tengah.
Prestasinya ini menjadikan dia menerima beasiswa lagi dari TUMS untuk studi lanjut. Mottonya Do Your Best in Everything and Never Give Up on Your Dream membawanya pada kesuksesan. Mimpi-mimpinya menjadi nyata.
Kini dia juga mengajar di Fakultas Kedokteran UM Surabaya secara online. Walaupun bukan tokoh besar, semangatnya membawa inspirasi para kader Muhammadiyah.
Dokter ini menjadi aset. Seperti kilau mutiara. Dapat dilihat terangnya dari jauh.
Editor Sugeng Purwanto