Uripan Nada, Saking Kreatifnya Dijuluki Kepala Sekolah Reserse oleh Bening Satria Prawita Diharja, tulisan ini Juara Harapan 1 Lomba Menulis Feature Milad PWMU.CO.
PWMU.CO – Kepala Sekolah Reserse. Itu julukan kepada Drs Ec Uripan Nada MPd ketika menjabat Kepala SMA Muhammadiyah 1 Gresik periode 1998 -2006.
Julukan itu diberikan siswa dan guru Smamsatu, sebutan populer sekolah ini. Sebab dia punya kemampuan menyelidiki dan mengungkap perkara di sekolahnya.
Uripan Nada bercerita hal ihwal julukan itu. Suatu hari satu siswanya kehilangan handphone (HP). ”Pas zaman iku durung ana CCTV (Closed Circuit Television), terus HP-ne sing ilang regane lumayan larang. Mosok eson kudu nak dukun,” tuturnya dengan bahasa Gresik.
Artinya, zaman itu belum ada CCTV, terus HP yang hilang itu harganya lumayan mahal. Masak saya harus ke dukun.
”Gak kentekan akal golek info rana-rene akhire eson duwe ide,” kata lagi. Artinya, tak kehabisan akal mencari info sana- sini akhirnya saya menemukan ide.
Pagi-pagi dia datang ke sekolah. Kemudian naik ke lantai empat. Di lubang plafon yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan handphone diberi cat air. Ternyata ada anak yang membuka plafon itu. Tangan dan bajunya kena cipratan cat air yang tadi dilaburkan.
Beberapa saat anak itu dipanggil. Diinterogasi tidak mengaku. Banyak membuat alasan. ”Lalu saya tunjuk bajunya yang terkena cat air. Dia tidak bisa berkelit. Akhirnya mengakui perbuatannya.
”Alhamdulillah handphone kembali. Saya tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah tersebut,” jelas Uripan.
Dari cerita itu tergambarkan sosok seorang pendidik yang tegas, lugas, sat-set dan gercep (gerak cepat) dalam menjaga kenyamanan belajar.
Dia bercerita lagi. Gedung lama Smamsatu di Jl. KH Kholil berbatasan dengan laut di sebelah utara. Ketika sekolah melaksanakan Pesantren Kilat Darul Arqam (PKDA) mengisi kegiatan Ramadhan, beberapa siswa meminta izin membeli makanan di luar sekolah.
”Zaman sak munu aturane ketat (Zaman itu aturan ketat). Siswa dilarang keluar sekolah tanpa izin dari kepala sekolah,” katanya.
”Ada beberapa siswa datang menemui saya meminta izin membeli makanan di luar sekolah. Setelah saya tanyai keperluannya keluar sekolah, akhirnya saya mengizinkan mereka dengan catatan setelah beli makanan langsung kembali ke sekolah,” ujarnya.
Ternyata ”Gak lidok. Tak enteni suwe kok gak balik-balik. Perasaanku kok gak enak. akhire tak goleki. Temenan tibake arek-arek numpak perahu mancing nak laut. Yo tak celuk balik,” tuturnya dengan tawa kecil mengenang kejadian tersebut.
Arti perkataan itu: ”Tak disangka, ditunggu lama kok tidak balik. Perasaan saya tidak enak. Akhirnya saya cari. Sungguh, ternyata anak-anak naik perahu mancing di laut. Ya saya panggil segera balik.”
Perintis Sekolah
Bagi Uripan Nada, tugas guru selain mendidik, mengajar, dan membimbing juga mengarahkan perilaku, moral, dan etika siswa.
Perilaku guru menjadi panutan. Seperti kesederhanaan dalam hidup dan martabat dalam bermasyarakat. Seperti kehidupan Uripan Nada keseharian di rumah dan sekolah.
Suami Aminatul Husna dikarunia tiga anak. M. Alvianda Syarif, Faza Faidus Zaka, dan Rifda Aisyah Safitri. Dia mengajar di beberapa sekolah Muhammadiyah Gresik selain menjadi kepala sekolah di Smamsatu.
Pak Uripan, sapaan akrabnya cukup populer di kalangan guru, aktivis Muhammadiyah- Aisyiyah, dan warga Perumahan Gresik Kota Baru di mana ia tinggal.
Pria asli kelahiran kampung Karang Poh Gresik 64 tahun silam ini mulai bekerja di Smamsatu tahun 1980. Di usia 20 tahun. Bagian tata usaha. Dia alumnus SD Muhammadiyah 1 Gresik tahun 1973.
”Saya masuk Smamsatu tidak langsung diangkat menjadi guru. Saya diterima sebagai pegawai tata usaha karena melamar menggunakan ijazah SMEA,” cerita dia.
Baru setelah dua tahun, sembari melanjutkan kuliah dia diangkat menjadi guru ekonomi. Selama di Smamsatu selain menjadi guru ekonomi, alumni SMP Muhammadiyah 1 Gresik tahun 1976 ini juga menjabat beberapa jabatan struktural. Seperti wakil kepala sekolah urusan kurikulum, Wakasek bidang Humas, Wakasek Sarana dan Prasarana, dan Kepala Perpustakaan.
Bagi lulusan SMEA Taruna Jaya Gresik tahun 1980 ini, pengalaman itu merupakan perjalanan hidup yang luar biasa. Meniti karier dari level paling bawah sampai naik di level tertinggi dalam perjalanan karier selama 38 tahun hingga Smamsatu menjadi sekolah favorit di Gresik.
Pengalaman ini yang menjadi pertimbangan ketika Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik menunjuk dia menjadi kepala sekolah ketika membuka sekolah baru SMK Muhammadiyah 5 (SMK Mulia) Gresik tahun 2018.
Sekolah menengah kejuruan ini di atas lahan hibah PT Polowijo Gosari seluas 3,8 Hektare. Berada di Desa Surowiti Kecamatan Panceng Gresik. Awalnya tanah ini berupa kebun dan semak belukar.
Dengan semangat dakwah Muhammadiyah alumnus Universitas Muhammadiyah Surabaya angkatan 1988 ini merintis SMK Mulia dengan membuka kelas jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikuktura dan jurusan Agribisnis Ternak Ruminansia.
Dia juga merintis pembangunan Masjid Djariah Mulia di kompleks sekolah. Masjid besar nan megah berukuran 18 x 18 meter. Digunakan untuk kegiatan sekolah dan aktivitas Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Surowiti.
Jarak rumah dan sekolah ini 40 Km. Selama dua tahun, dia tinggal di rumah dinas kepala sekolah. Rumah dinas itu berupa kontainer yang dimodifikasi sebagai tempat tinggal. Akhir pekan dia pulang menjenguk keluarga kalau pas libur.
Dia menjadi kepala sekolah, takmir masjid, dan Ketua PRM Surowiti. Dia bersyukur warga Surowiti dengan senang hati membantunya sehingga tugasnya bisa berjalan sesuai harapan.
Kebahagiaan Berdakwah
Uripan Nada saat bekerja ingin memberi contoh. Bukan hanya memerintah. Misal, selalu datang pagi sebelum semua pegawai dan guru datang di sekolah manapun dia bertugas.
Kesaksian siswa dan guru, Uripan tiba di sekolah pukul 05.30 WIB. Menyapa kedatangan siswa dan guru di gerbang. Keteladanan ini yang dikenang siswanya. Waktu pulang dia paling akhir.
Dia tidak pernah melarang siswa berkegiatan sampai jam berapapun. Beberapa alumni siswa tahun menceritakan hal mengesankan ketika bersama Uripan. Seperti cerita Yusuf Ali Putro, alumnus 1999 yang kini menjabat Kepala Urusan Kesiswaan SMP Negeri 4 Gresik.
Dia bercerita, waktu itu ada kegiatan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Smamsatu, Awalnya jadwal acara sampai pukul 5 sore. Setelah semua teman pulang panitia ingin menyelesaikan laporan sampai tuntas hari itu.
Ketika adzan Magrib berkumandang, siswa melihat Pak Uripan masih berada di ruang guru. Ketika berpapasan ke mushala, siswa bertanya kenapa belum pulang? Pak Uripan menjawab, masih ada rapat.
Begitupun juga ketika shalat Isya, Pak Uripan masih di ruang guru. Sampai waktu menunjukkan pukul 22.30 WIB, panitia pamit pulang, dia masih di kantornya.
”Belakangan kita tahu ternyata Pak Uripan menunggu kami sampai selesai. Tak pernah melarang siswa berkegiatan di sekolah jam bera pun,” tutur Yusuf Ali Putro.
Menurut dia, kekuatan terbesar Pak Uripan adalah selalu hadir menemani siswa. Tidak pernah menolak setiap proposal kegiatan yang disodorkan siswa.
”Jika tidak ada dana beliau mencari solusi atau mengkomunikasikan dengan berbagai pihak agar kegiatan bisa berjalan,” ujarnya.
Pengalaman di Persyarikatan Muhammadiyah juga tak kalah mengesankan. Alumnus mahasiswa pasca sarjana Universitas Muhammadiyah Malang ini pernah menjadi Sekretaris Majelis Dikdasmen PDM Gresik dengan lima ketua yang berganti-ganti. Dia rupanya spesiali jadi sekretaris.
Faizin Karim, koleganya, menceritakan, teringat dengan kinerjanya ketika menjadi Sekretaris Majelis Dikdasmen PDM Gresik.
”Pak Uripan banyak berinteraksi dengan guru mulai dari SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA. Sharing pengelolaan sekolah kemudian menjadi pengawas penjamin mutu pendidikan di beberapa sekolah yang menjadi unggulan di bawah persyarikatan,” katanya.
Uripan sepenuh hati mendampingi sekolah-sekolah Muhammadiyah supaya maju. Dia mencontohkan keluwesannya saat melakukan lobi untuk kemjuan sekolah.
”Itu kebahagiaan. Bisa melaksanakan amanah yang diberikan dengan ikhlas dan berjalan lancar,” tutur Uripan.
Mengajar, bagi dia, merupakan cara berdakwah dan mendedikasikan diri dalam dunia pendidikan. Bagaimana kita memberikan warna pada Muhammadiyah dan melaksanakan kewajiban kita sebagai guru.
”Kita dididik dari awal menjadi pelajar Muhammadiyah, menjadi mahasiswa Muhammadiyah, menjadi pegawai Muhammadiyah dan menjadi pelaksana organisasi Muhammadiyah sehingga kebanggaan itu memberikan harapan,” katanya.
Itu yang diinginkan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan.
Editor Sugeng Purwanto