PWMU.CO – Komitmen Islam Sebagai Basis Pendidikan Keluarga dan Kemajuan Negara oleh Ainur Rafiq Sophiaan SE MSi Wartawan dan Pemimpin Redaksi Majalah MATAN
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ، نَحْمَدُهُ ، وَ نَسْتَعِيْنُهُ ، وَ نَسْتَغْفِرُهُ ، وَ نَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا ، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ الله ُفَلاَ مُضِلَّ لَهُ ، وَ مَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ .اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَ رَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ ، وَ عَلَى آلِهِ ، وَ أَصْحَابِهِ ، وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. . اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوا اللهَ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
وَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
اللهُ أكْبَر، اللهُ أكْبَر، لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ، وَاللهُ أكبَر، اللهُ أكْبَر وللهِ الحمْد.
Marilah pada kesempatan yang mulia dan bahagia ini kita kita senantiasa bersyukur kepada Allah swt atas segala nikmat dan karunia-Nya kepada kita yang tak terhingga. Nikmat berupa fisik yang sehat, mental yang kuat, dan spiritual yang hebat sehingga kita bisa mengamalkan Islam ini secara utuh dan paripurna sesuai dengan kemampuan maksimal kita (fattaqullah mastatho’tum”).
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi dan Rasul terakhir Muhammad saw yang telah memberi petunjuk teknis dalam mengamalkan agama kita sekaligus beliau adalah suri teladan yang sempurna (uswatun hasanah). Bahkan, para sarjana ahli Islam di Dunia Barat menjuluki beliau sebagai The Living Qur’an atau Kitab al-Quran yang berjalan. Sesuai dengan ungkapan Siti Aisyah istri beliau,”kaana khuluquhu al-Quran”.
Hari-hari ini sekitar 4 juta umat Islam dari seluruh penjuru dunia – 241 ribu di antaranya dari Indonesia- tengah menunaikan prosesi ibadah haji, rukun Islam kelima. Pada hari ini pula 10 Dzulhijjah umat Islam di Indonesia yang diberikan kelapangan rizki dan hidayah juga dianjurkan sekali melaksanakan ibadah udhiyyah (menyembelih hewan kurban).
Baik ibadah haji maupun ibadah kurban adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan secara historis dan ideologis. Keduanya merupakan legasi (warisan) Nabiyullah dan Khalilullah Ibrahim as yang kemudian menjadi syariat bagi kita hingga akhir zaman.
Perintah berkurban telah disampakkan dalam Al-Qur’an Surat Al Kautsar ayat 2
فصل لرك وانحر
Artinya: “Dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.”
Juga dalam Hadis Rasulullah saw disebutkan :
عَنْ َأبِي هُرَيْرَة: َأنَّ رَسُوْل اللهِ صلى الله عليه وسلم قال : مَنْ كَانَ لهُ سَعَة وَلمْ يَضَحْ فَلا يَقْربَنَّ مُصَلَّانَا (رواه احمد وابن ماجه
Artinya: “Dari Abu Hurairah, “Rasulullah SAW telah bersabda, barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat shalat kami,” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
يَا يُّهَاالنَّاسُ اِنَّ عَلى كُل أهْلِ بَيْتٍ في كلِّ عَامٍ أُضْحِيَّة
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya atas tiap-tiap ahli rumah pada tiap-tiap tahun disunatkan berkurban,” (HR Abu Dawud).
Sebab itu sebagai muslim yang ingin mengamalkan agamanya secara sempurna hendaknya menyisihkan sebagian rezeki untuk berkurban sebagaimana tuntunan syariat Islam.
Pengurbanan ini sebagai simbol sekaligus indikator betapa kita telah merelakan dan mencari ridha Allah dengan mengikuti teladan Nabi Ibrahim. Namun, sekali lagi beragama tidak cukup simbolik, karena yang akan dicatat oleh Allah swt adalah komitmen kita dalam ber-Islam itu.
Sebagaimana difirmankan Allah dalam QS al-Hajj : 37
لَنۡ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُـوۡمُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلٰـكِنۡ يَّنَالُهُ التَّقۡوٰى مِنۡكُمۡؕ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَـكُمۡ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰٮكُمۡؕ وَبَشِّرِ الۡمُحۡسِنِيۡنَ
“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”
اللهُ أكْبَر، اللهُ أكْبَر، لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ، وَاللهُ أكبَر، اللهُ أكْبَر وللهِ الحمْد.
Jika hari ini kita ingin mengagungkan dan mensyiarkan ibadah kurban, maka semuanya tidak terlepas dari sepenggal kisah Nabi Ibrahim Bagaimana beliau dalam masa penantian yang panjang merindukan hadirnya seorang anak yang bisa menjadi generasi penerus dalam tugas-tugas misi rabbaniyah (ketuhanan) sekaligus insaniyah (kemanusiaan). Keduanya merupakan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Kisah itu diabadikan dalam al-Quran.
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102)
“Duhai Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang akan termasuk orang-orang yang salih. Maka Kami (Tuhan) sampaikan kepadanya kabar gembira, dengan seorang anak yang santun. Dan ketika dia, Ismail, telah mencapai usia untuk bekerja bersamanya, Ibrahim berkata kepadanya, ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku telah melihat dalam tidurku bahwa aku menyembelih engkau. Maka pikirkanlah, bagaimana pendapatmu?’ Dia, (Isma’il), menjawab, ‘Wahai bapakku, laksanakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu itu, dan engkau akan mendapati diriku insya Allah termasuk mereka yang tabah’. (QS ash-Shaffaat [37]:100-102).
Di ayat-ayat berikutnya dikisahkan bagaimana Ibrahim dan Ismail yang telah bersiap-siap menunaikan perintah Allah, tiba-tiba digantikan obyek sembelihannya oleh Allah dengan seekor sembelihan yang besar. Cukuplah bagi keduanya telah menunjukkan komitmen totalnya kepada Allah. Bahkan Allah mengucapkan salam kepada Ibrahim atas prestasi dan komitmennya itu.
اللهُ أكْبَر، اللهُ أكْبَر، لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ، وَاللهُ أكبَر، اللهُ أكْبَر وللهِ الحمْد.
Dari kisah ini sangat menarik jika bisa mengambil hikmah( kebajikan), ibrah (pelajaran) dan himmah (spirit) yang akan menjadi basis dalam kehidupan kita sehari-sehari sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, dan warga bangsa dan negara. Dengan cara itu kita tidak lagi terjebak pada idiom-idiom atau simbol-simbo agama semata, melainkan tahu dan paham inti dari dari ajaran agama itu sendiri.
Pertama, kisah Ibrahim dan Ismail tadi menunjukkan bahwa keduanya merupakan representasi dua generasi (tua dan muda) yang sama-sama memiliki komitmen total kepada Allah. Komitmen itu tercermin dari betapa Ibrahim tentu dengan sangat berat sebagai manusia harus menunaikan perintah Allah yang “aneh” itu.
Bayangkan, setelah penantian panjang merindukan lahirnya seorang anak. Saat anak semata wayang itu (sebelum lahir Ishaq) mencapai usia yang matang, justru diperintahkan untuk menyembelihnya. Bapak mana yang tega dengan perintah itu ?
Tapi dengan ketakwaan yang paripurna semuanya menjadi mudah dan indah di mata keduanya. Demikian juga komitmen Islam yang total akan melahirkan sikap hidup yang sempurna. Tidak memisahkan antara kewajiban individual dan sosial, tak memisahkan antara jasmani dan ruhani, tak memisahkan antara dimensi rabbaniyah dan insaniyah, tak memisahkan antara masalah keagamaan dan sosial, budaya, politik, ekonomi, lingkungan dan pendidikan.
Tak ada ruang untuk berpikir sekuler dan bertindak liberal karena yang demikian sangat dikecam Allah swt. Perhatikan ciri mereka yang berpikir sekuler dan liberal. Mereka mungkin seolah-olah beribadah sangat tekun . berangkat umrah tiap tahun, dan barangkali juga berpuasa, Tapi sikap hidup dan akhlaknya tidak mencerminkan manhaj Islam. Tidak menjadikan Islam sebagai The Way of Life. Bahkan, agama menurut mereka adalah masalah privat/pribadi yang tak layak dibawa-bawa ke ranah sosial.
اۨلَّذِيۡنَ يَسۡتَحِبُّوۡنَ الۡحَيٰوةَ الدُّنۡيَا عَلَى الۡاٰخِرَةِ وَيَصُدُّوۡنَ عَنۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ وَيَبۡغُوۡنَهَا عِوَجًا ؕ اُولٰۤٮِٕكَ فِىۡ ضَلٰلٍۢ بَعِيۡدٍ
“yaitu) orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada (kehidupan) akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan (jalan yang) bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.” (QS Ibrahim 14:3)
Sebagaimana diketahui potret kehidupan kita akhir-akhir terjadi paradoks yag memprihatinkan. Di satu sisi animo masyarakat daftar haji sangat besar. Tahun 2024 ini Indonesia memberangkatakan 241,000 jamaah haji. Terbanyak di dunia.
Di luar itu ada anteran hingga 5 juta orang lebih yang masuk waiting list. Sehingga di beberapa daerah ada yang harus antre hingga 47 tahun. Secara syiar keagamaan juga cukup positif, perhatikan kalau bulan Ramadhan di mana-mana syiar agama terlihat luar biasa. Bahkan di sini ada tradisi mudik yang merupakan ibadah silaturahim satu-satunya di dunia.
Namun, di sisi lain kita juga menyaksikan tingkat korupsi masih sangat tinggi. Bahkan juara di Asia Tenggara. Para terpidana koruptor rata-rata bergelar haji dan berpendidikan tinggi. Bahkan, mohon maaf ada di antaranya yang berstatus tokoh agama. Demikian juga praktik perjuadian luar biasa, Indonesia menempati rangking pertama praktik judi slot online.
Data di Menkopolhukan menyatakan, ada 3,2 juta warga kita yang terlibat judi ini dengan pecahan terkecil Rp 5 ribu. Sebagian besar mereka (70 persen) masih berusia remaja. Perputaran uangnya di tahun 2023 mencapai Rp 300 triliun lebih. Ini belum lagi masalah narkoba yang menjadikan Indonesia merupakan pasar perdagangan terbesar di Asia.
اللهُ أكْبَر، اللهُ أكْبَر، لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ، وَاللهُ أكبَر، اللهُ أكْبَر وللهِ الحمْد.
Kedua, Kisah Ibrahim dan Ismail menunukkan betapa mulianya keluarga ini. Siti Hajar sebagai ibu yang penuh keikhlasan, seorang bapak/suami yang penuh ketaatan, dan seorang anak yang birrul walidain sekaligus tunduk pada perintah Allah. Alangkah indahnya keluarga yang dibalut dengan ikatan cinta dan takwa ini. Tak ada nilai yang berharga selain takwa, Bahkan, nyawa sekalipun tak ada artinya jika Allah sudah menghendaki, karena Dia-lah yang memiliki. Ismail ditinggalkan bersama ibu kandungnya di lembah yang kering dan tandus. Itu saja sudah pengorbanan yang luar biasa semata-mata memenuhi perintah Allah.
رَبَّنَاۤ اِنِّىۡۤ اَسۡكَنۡتُ مِنۡ ذُرِّيَّتِىۡ بِوَادٍ غَيۡرِ ذِىۡ زَرۡعٍ عِنۡدَ بَيۡتِكَ الۡمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيۡمُوۡا الصَّلٰوةَ فَاجۡعَلۡ اَ فۡـٮِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهۡوِىۡۤ اِلَيۡهِمۡ وَارۡزُقۡهُمۡ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمۡ يَشۡكُرُوۡنَ
“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Al Hajj 22; 37)
Bahkan ayat sebelumnya disampaikan bahwa Nabi Ibrahim berdoa agar anak-anak keturunanya kelak tidak bakal menyembah berhala. Dalam QS, Ibrahim 14: 35, Nabi Ibrahim berdoa:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Duhai Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.
Berhala yang sangat menyesatkan sebagian besar manusia. Dalam khazanah Islam disebutkan para ulama ahli tafsir, “kullu maa yusghulunnasa fa huwa shaman” segala sesuatu yang mengganggu seseorang (dari mengingat Allah), maka sesuatu tersebut adalah berhala.
Berhala dalam arti biasa adalah berupa patung, jimat, aji-aji, keris, dan sebagainya. Namun, berhala modern berntuknya bisa kasat mata maupun tidak kasat mata, seperti harta, status sosial, mobil mewah, jabatan, gelar, sejarah ,masa lalu, bahkan anak dan istri bila lebih penting dibandingkan Allah.
Rumah tangga Islami adalah rumah tangga yang dibalut dengan rahmah dan mawaddah. Dengan demikian akan muncul sakinah berupa keharmonisan, kenyamanan, keamanan, dan ketenangan. Rumah tangga yang dibalut dengan akidah yang kuat, ibadah yang terawat, dan akhlak keseharian yang hebat. Bukan, sebaliknya rumah tangga yang saling penuh curiga, berjalan sendiri-sendiri, dan tak ada komunikasi karena tuntutan materi.
Kita sangat prihatin dengan dunia pendidikan akhir-akhir ini akibat tiadanya nilai Islam dalam keluarga. Keluarga sebagai basis pertama dan utama pendidikan anak telah tergantikan dengan medsos yang tak terkendali. Tindak kekerasan seksual, perundungan (bullying), dan ancaman fisik dan verbal makin marak di sekolah-sekolah hatta di sekolah berbasis agama sekalipun.
Hubungan seksual pertama di usia 15-19 tahun meningkat (Data BKKBN). Guru tak lagi menjadi wakil orangtua karena kesibukan jam mengajar dan sebagainya. Pada saat yang sama angka perceraian di tahun 2023 juga mengalami kenaikan luar biasa sebanyak 463.654 kasus (BPS).
اللهُ أكْبَر، اللهُ أكْبَر، لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ، وَاللهُ أكبَر، اللهُ أكْبَر وللهِ الحمْد
Ketiga, peristiwa Ibrahim ini juga menggambarkan bagaimana doanya dalam ayat di atas agar tanah Makkah yang tandus itu menjadi aman dan makmur. Bahkan doa beliau yang sangat terkenal juga tersurat dalam QS al Baqarah 2 : 126
وَاِذۡ قَالَ اِبۡرٰهٖمُ رَبِّ اجۡعَلۡ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارۡزُقۡ اَهۡلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡهُمۡ بِاللّٰهِ وَالۡيَوۡمِ الۡاٰخِرِ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu diantara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,”
Dari doa ini tergambar bagaimana negara yang baik adalah negara yang aman secara politik dan makmur sejahtera secara ekonomi. Dengan warganya yang tidak menuhankan berhala-berhala yang sangat menyesatkan, maka akan lahir tingkat stabilitas politik dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dewasa ini kita mengetahui Dunia Islam berpecah-belah dalam sikap politiknya terhadap pembantaian Israel atas bangsa Palestina. Mereka lebih mengedepankan kepentingan nasionalnya dibanding saudara-saudara muslim yang tertindas.
Negara kita dewasa ini tengah menghadapi persoalan kemiskinan, pengangguran, dan kebodohan yang relatif tinggi. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia no 114 dari 191 negara. Lebih dari 50 persen penduduk berpendidikan SD dan putus sekolah.
Ini belum lagi bila dikaitkan dengan upaya enegakan hukum dan demokrasi. Sebagai negara mayoritas muslim bangsa kita belum bisa menjadi garda depan dalam kepemimpinan Dunia Islam. Sementara di dalam umat Islam masih menjadi obyek bukan subyek dalam pergulatan sosial politik dan sosial ekonomi.
Akhirnya dari mimbar ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa ibadah kurban adalah simbol dari ketakwaan kita kepada Allah swt. Dengan dasar itu kita meyakini bahwa tak ada bangsa yang besar dan maju tanpa adanya basis keluarga yang kuat dengan landasan iman dan tak masyarakat dan negara yang maju tanpa landasan takwa.
Kemajuan materi saja tanpa diimbangi dengan ketinggian iman dan akhlak mulia telah membuktikan bahwa negara demikian telah kehilangan hak-hak azasi yang diperjuangkan sendiri seperti yang terjadi dewasa ini.
Marilah kita akhiri khutbah ini dengan bermunajat kepada Allah swt agar kita selalu mendapat hidayah dan maunah Allah, para pemimpin kita diberi perunjuk agar selalu memperjuangkan aspirasi Islam dan umat Islam, dan saudara-saudara kita di Palestina dan bagian bumi lainnya dibebaskan dari angkara murka, kezaliman, dan penindasan dari mereka yang ingkar dan kufur atas kebesaran Allah.
الْحًمدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَ يُكَافِي مَزِيْدَهُ ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ
اللَّهُمَّ أنْتَ رَبِّي ، لا إِلَهَ إلا أنت، خَلقْتني ، وأَنا عَبدُكَ ، وَأَنَا عَلَى عَهدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعتُ ، أَعُوْذُ بِكَ مِن شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعمَتِكَ ، وأبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي ، فَاغْفِر لِي إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ وَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ اْلأَمْوَاتِ ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اَللَّهُمَّ أَرِناَ الْحَقَّ حَقًّا وَ ارْزُقْناَ اتِّبَاعَهُ ، وَ أَرِناَ الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَ ارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
رَبَّنَا ءَاتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَ هَيِّءْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَ صَلَّى اللَّهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ .
Editor Syahroni Nur Wachid