Muhsin MK – Penulis Buku ‘Mari Mencintai Anak Yatim’
PWMU.CO – Panti Asuhan Muhammadiyah dan Aisiyah termasuk gerakan amal usaha persyarikatan yang dirintis dan berdiri sejak tahun 1921. Sesudah berdirinya pendidikan pada tahun 1911 di Yogyakarta. Ini tahun sebelum Muhammadiyah lahir tahun 1912.
Panti Asuhan adalah lembaga khusus mengasuh anak-anak yatim, piatu. yatim piatu, dhuafa, terlantar dan terbuang yang kehilangan perhatian dan kasih sayang dari bapak, atau ibu, atau ibu bapak, baik karena meninggal dunia atau masa bodoh dan tidak bertanggung jawab terhadap buah hatinya sendiri.
Perkembangan Panti Asuhan
Dari satu panti asuhan Muhammadiyah kemudian berkembang panti panti lainnya di Indonesia. Karena itu di lingkungan masyarakat Panti Asuhan ada beberapa macam.
Pertama, panti asuhan anak anak yatim, piatu dan yatim piatu. Karena itu yang diberi nama rumah yatim atau asrama yatim piatu.
Kedua, panti asuhan anak anak terlantar dan dhuafa. Ada panti khusus mengurus bayi yang ditelantarkan. Seperti Panti Bayi Sehat Muhammadiyah Sukajadi Kota Bandung. Khusus mengasuh bayi dan membesarkannya dengan baik.
Ketiga, panti asuhan anak anak jalanan yang hidupnya di jalanan tanpa perhatian dan kasih sayang orang tua. Mereka ada yang menjadi pengamen, kelompok punk dan memulung. Untuk mengasuh mereka dibuatkan panti. Di Aisiyah dinamakan rumah singgah.
Sementara Muhammadiyah juga mendirikan rumah singgah ibu hamil dan bayi sehat. Selain itu tempat bagi pasien rumah sakit Muhammadiyah.
Keempat, panti asuhan kaum lansia yang terlantar tidak memiliki sanak keluarga dan kerabat yang perduli dalam merawat mereka, serta yang disia siakan anak anaknya. Lembaga yang menampung mereka di Muhammadiyah dinamakan panti lansia atau panti werda.
Kelima, panti asuhan anak anak difabel atau anak berkebutuhan khusus (ABK). Ada panti tuna netra (buta). Panti tuna rungu dan wicara (tuli dan bisu). Panti tuna grahita (lemah mental). Panti tuna daksa (cacat fisik). Dan panti tuna ganda (lemah fisik dan mental).
Di Muhammadiyah dan Aisiyah biasanya diintegrasikan dengan Sekolah Luar Biasa.(SLM). Di Sidoarjo telah didirikan SLB Muhammadiyah sejak TK, SD, SMP hingga SMU.
Keenam, panti asuhan kelompok marjinal seperti panti tuna sosial (anak anak nakal). Panti tuna wisma (fakir miskin). Panti tuna susila (wts, transgender). Panti tuna aksara (buta huruf. Panti suku terasing dan panti para pengungsi).
Panti Asuhan Muhammadiyah dan Aisiyah jumlahnya cukup banyak. Tahun 2023 berjumlah 1.022 unit (panti asuhan dan panti lainnya).(data Rilis.id). Ini lebih banyak dari data tahun 2021. Yang berjumlah 384 unit panti asuhan (data UMM) dan lain lain.
Urgensi Panti Asuhan
Di kalangan ummat Islam masih ada yang berpandangan mengasuh anak yatim sebaiknya tidak melalui panti asuhan. Karena lembaga itu dinilai produk dari budaya Barat.
Selain itu Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam telah bersabda, “Sebaik baiknya rumah kalian, rumah yang didalamnya yatim dimuliakan”. (HR. Abu Nua’im di sahihkan oleh As Suyuthi).
Muhammadiyah tentu tidak mengabaikan hadits sahih ini. Sesuai kajian KH. Ahmad Dahlan yang mengajarkan murid murid tentang firman Allah dalam Surat Al Maun, maka pemahamannya menjadi lebih luas.
Ayatnya menyatakan, “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin”. (QS. Alhamdulillah Maun:1-3).
Dengan dalil inilah Muhammadiyah mendirikan panti asuhan dan lembaga sosial di bawah naungannya, yang tidak hanya mengasuh dan menyantuni anak yatim dan yatim piatu, tetapi juga kaum dhuafa, fakir miskin, orang orang terlantar.dan masalah sosial lainnya.
Panti Asuhan yang didirikan Muhammadiyah juga merujuk dari cara Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mengasuh dan menyantuni Ahlus Suffah di masjid Nabawi, Madinah.
Ahlus-Suffah itu orang orang dhuafa dan terlantar dalam masyarakat Madinah Mereka tidak memiliki sanak keluarga dan kerabat. Mereka hidupnya susah. Karena itu mereka ditampung Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam di masjid.
Mereka tidak hanya diurus kebutuhan makan dan jasmaninya saja. Namun juga dididik dan digembleng mental, moral dan spiritualnya. Salah satu diantara mereka dikenal dengan nama Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu. Beliau banyak merawikan hadits hadits sahih.
Hanya yang perlu diperhatikan adalah sistem dan pola pelayanan dan pengasuhannya. Termasuk soal pengasuh atau petugas asrama yang profesional dan menjadi uswah bagi anak anak dan orang orang yang diasuhnya. Selain itu soal disiplin waktu ibadah dan belajar.
Membangun Peradaban Islam
Dengan mendirikan banyak panti asuhan dalam masyarakat di Indonesia, Muhammadiyah dan Aisiyah telah melaksanakan ajaran Islam, baik perorangan anggotanya, maupun berjamaah melalui organisasi persyarikatan.
Muhammadiyah dan Aisiyah tidak sekedar bicara soal anak yatim, kaum duafa dan fakir miskin, termasuk kelompok marjinal dan terasing. Dengan adanya panti asuhan ini telah membuktikan amaliahnya secara real dalam masyarakat dan dirasakan langsung maslahatnya.
Panti asuhan Muhammadiyah dan Aisiyah bahkan telah menjadi bagian dari peradaban Islam. Peradaban ini berbeda dengan kebudayaan Barat dan agama lainnya di dunia. Peradaban itu adalah kebudayaan yang tinggi yang dibangun Muhammadiyah dan Aisiyah di dunia.
Unsur-unsur peradabannya tidak hanya dari bangunan fisik panti asuhan. Tapi juga dari aktifitas dan produk yang dihasilkan dari lembaga yang didirikannya dengan ikhlas, penuh pengabdian dan pengorbanan, semata untuk beribadah pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Setiap panti asuhan Muhammadiyah dan Aisiyah ada masjid atau minimal mushollah tempat ibadah kepada Allah. Ini tidak ada pada panti asuhan di dunia Barat dan di kalangan agama lain. Hanya perlu diperhatikan masalah kebersihan tempat, toilet dan lingkungannya.
Pendidikan Al Islam dan Ke Muhammadiyahan, membaca dan menghafal Al Qur’an yang ditanamkan kepada anak anak asuh sehari hari juga tidak ada dalam peradaban Barat yang sekular dan agama agama lain.
Mengintegrasikan panti asuhan dengan lembaga sekolah Muhammadiyah dan Aisiyah yang menanamkan pendidikan Al Islam dan Ke Muhammadiyahan, membaca dan menghafal Al Qur’an juga tidak ada pada peradaban lainnya.
Karena itu dengan harapan Muhammadiyah dan Aisiyah menjadi organisasi Islam berkemajuan dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar benarnya, termasuk peran panti asuhannya. Tentu semua ini perlu terintegrasi dengan program dan aktifitas persyarikatan lainnya dalam rangka mewujudkan peradaban Islam yang lebih baik lagi.
Editor Teguh Imami