Sejarah Penetapan Kalender Hijriyah: Oleh Alfain Jalaluddin Ramadlan. Penulis buku Secercah CahayaMu, Mencari Kemuliaan Bulan Ramadlan, dan Musyrif Panti Asuhan dan Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan.
PWMU.CO – Masyarakat Arab sejak masa silam, sebelum kedatangan Islam, telah menggunakan kalender qomariah, yaitu kalender berdasarkan peredaran bulan.
Mereka sepakat tanggal 1 ditandai dengan kehadiran hilal. Mereka juga menetapkan nama bulan sebagaimana yang kita kenal, seperti bulan Dzulhijjah yang dikenal sebagai bulan haji.
Mereka mengenal bulan Rajab, Ramadan, Syawal, Safar, dan bulan-bulan lainnya. Bahkan, mereka juga menetapkan adanya empat bulan suci yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Safar Awal (Muharram), dan Rajab.
Selama empat bulan suci ini, mereka sama sekali tidak boleh melakukan peperangan. Hanya saja, masyarakat Jazirah Arab belum memiliki angka tahun. Mereka tahu tanggal dan bulan, tapi tidak ada tahunnya.
Biasanya, acuan tahun yang mereka gunakan adalah peristiwa terbesar yang terjadi ketika itu. Kita kenal ada istilah Tahun Gajah karena pada saat itu terjadi peristiwa besar serangan pasukan gajah dari Yaman oleh Raja Abrahah.
Kemudian Tahun Fijar karena ketika itu terjadi Perang Fijar, dan Tahun Renovasi Ka’bah karena ketika itu Ka’bah rusak akibat banjir dan dibangun ulang. Terkadang, mereka juga menggunakan tahun kematian tokohnya sebagai acuan, semisal 10 tahun setelah meninggalnya Ka’ab bin Luai.
Keadaan semacam ini berlangsung terus sampai zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.
Ketika itu, para sahabat belum memiliki acuan tahun. Mereka menggunakan peristiwa besar yang terjadi sebagai penamaan tahun. Berikut beberapa nama tahun di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
Pertama, Tahun Izin atau Sanatul Ilmi, karena ketika itu kaum Muslimin diizinkan oleh Allah untuk berhijrah ke Madinah. Kedua, Tahun Perintah atau Sanatul Amri, karena mereka mendapat perintah untuk memerangi orang musyrik.
Ketiga Tahun Tamhish yang artinya ampunan dosa. Di tahun ini, Allah menurunkan firmannya, ayat 141 surat Ali Imran yang menjelaskan bahwa Allah mengampuni kesalahan para sahabat ketika Perang Uhud.
Keempat, Tahun Zilzal atau ujian berat, ketika itu kaum Muslimin menghadapi ujian berat lagi cobaan ekonomi, keamanan, dan krisis pangan karena Perang Khandaq, dan seterusnya. (Arsyif Multaqa Ahlul Hadis Abdurrahman Al Faqih).
Keadaan ini berlangsung sampai zaman Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu menjadi khalifah. Di tahun ketiga beliau menjabat sebagai khalifah, beliau menerima surat dari Abu Musa Al Asy’ari yang saat itu menjabat sebagai gubernur untuk daerah Basrah.
Penetapan Tahun
Dalam surat itu, Abu Musa mengatakan bahwa telah datang kepada mereka beberapa surat dari Amirul Mukminin sementara mereka tidak tahu kapan untuk menindaklanjutinya.
Mereka telah mempelajari satu surat yang ditulis pada bulan Sya’ban, tetapi tidak tahu apakah surat itu ditulis pada Sya’ban tahun ini atau tahun kemarin.
Kemudian Umar bin Khattab mengumpulkan para sahabat di Madinah dan berkata kepada mereka, “Tetapkan tahun untuk masyarakat yang bisa mereka jadikan acuan.”
Ada yang mengusulkan menggunakan acuan tahun bangsa Romawi, namun usulan ini dibantah karena tahun Romawi sudah terlalu tua, perhitungannya sudah dibuat sejak zaman Zulkarnain.
Al Hakim dalam Al Mustadrak dari Said bin Al Musayyib menceritakan bahwa Umar bin Khattab mengumpulkan kaum Muhajirin dan Anshar radhiallahu ‘anhum dan bertanya mulai kapan kita menulis tahun.
Ali bin Abi Thalib mengusulkan agar ditetapkan sejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah. Umar menetapkan tahun terjadinya hijrah itu sebagai tahun pertama Hijriyah.
Mengapa bukan tahun kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang dijadikan acuan? Jawabannya disebutkan oleh Al Hafiz Ibnu Hajar.
Para sahabat yang diajak musyawarah oleh Umar bin Khattab menyimpulkan bahwa kejadian yang bisa dijadikan acuan tahun dalam kalender ada empat: tahun kelahiran Nabi SAW, tahun ketika diutus sebagai Rasul, tahun hijrah, dan tahun ketika beliau wafat.
Namun, ternyata tahun kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tahun ketika beliau diutus tidak lepas dari perdebatan dalam penentuan tahun peristiwa itu. Mereka juga menolak tiga tahun kematian sebagai acuannya karena ini akan menimbulkan kesedihan bagi kaum Muslimin. Sehingga yang tersisa adalah tahun hijrah beliau (Fathul Bari).
Abu Zinad mengatakan, “Umar bermusyawarah dalam menentukan tahun untuk kalender Islam. Mereka sepakat mengacu pada peristiwa hijrah. Karena hitungan tahun dalam kalender Islam mengacu kepada hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, selanjutnya kalender ini dinamakan kalender Hijriyah.”
Setelah mereka sepakat perhitungan tahun mengacu pada tahun hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka bermusyawarah bulan apakah yang dijadikan sebagai bulan pertama.
Pada musyawarah tersebut, Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu mengusulkan agar bulan pertama dalam kalender Hijriyah adalah Muharram karena beberapa alasan.
Pertama, Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender masyarakat Arab di masa silam. Kedua, di bulan Muharram kaum Muslimin baru saja menyelesaikan ibadah besar yaitu haji ke Baitullah.
Ketiga, pertama kali munculnya tekad untuk hijrah terjadi di bulan Muharram karena pada bulan sebelumnya, Dzulhijjah, beberapa masyarakat Madinah melakukan Baiat Aqabah yang kedua (Fathul Bari).
Sejak saat itu, kaum Muslimin memiliki kalender resmi yaitu kalender Hijriyah dengan bulan Muharram sebagai bulan pertama dalam kalender tersebut. Demikianlah semoga bermanfaat, Allahu a’lam.
Editor Teguh Imami