PWMU.CO – Puan Maharani, Ketua DPP PDIP (Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), pertimbangkan PDIP mengusung Kaesang untuk maju calon gubernur (cagub) Jawa Tengah.
“Enggak apa-apa, bagus Kaesang,” kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Liputan6, Selasa (2/7/2024). Puan bahkan menyebut, nama Kaesang masuk dalam daftar cagub Jateng yang dipertimbangkan PDIP. “Iya dong, jadi salah satu pertimbangan juga,” katanya.
Kenapa Puan begitu lunak saat ini terhadap Kaesang? Beda dengan sikap Hasto Kristiyanto, Sekjen DPP PDIP, dan tokoh PDIP lainnya. Mereka sikapnya keras terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya. Istilahnya: gaspol!
Sebagaimana kita ketahui kasus korupsi pengadaan bantuan sosial Presiden tahun 2020 sedang dibidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kembali. Kasus yang memenjarakan mantan Menteri Sosial, Julian Batubara, dari PDIP sangat terkenal saat masa pandemi Covid 19.
Presiden Jokowi secara eksplisit mempersilahkan KPK mengusutnya lagi. “Silakan diproses hukum sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh aparat hukum,” kata Jokowi di sela-sela kunjungan kerja di Kalimantan Tengah, Kamis (27/6/2024). Menurut Jokowi, tindakan KPK merupakan tindak lanjut dari kasus korupsi terkait bansos yang pernah terungkap beberapa waktu lalu.
Politik itu Timing
Pernyataan Puan bahwa PDIP bisa mengusung Kaesang muncul belakangan (2/7/2024) setelah KPK dipersilahkan Jokowi untuk mengusut kembali kasus korupsi Bansos 2021. Membaca sikap Puan dari segi waktu tampaknya berkorelasi dengan perintah Jokowi kepada KPK untuk mengusut kasus Bansos.
Jika diasumsikan sikap Puan berubah, muncul belakangan setelah KPK usut kembali kasus Bansos, menunjukkan ada timing yang menghubungkan faktor pengusutan dan perubahan sikap. Timing atau “waktu” bisa menuntun pada perubahan sikap Puan terhadap Kaesang.
Politik bagi Harold D Lasswell adalah who gets what, when and how (siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana caranya). Konsep itu mengisyaratkan aktor (who) berkompetisi untuk mendapatkan sesuatu (value), kapan (yaitu dalam kasus Puan ini setelah KPK mulai mengusut kembali kasus korupsi bansos) dengan cara “tekanan” politik dan hukum.
Waktu menjadi titik penting untuk mendapatkan value. Dalam konteks ini jika waktu tidak tepat maka sasaran mendapatkan value bakal gagal. Jika Jokowi mengatakan pengusutan kasus Korupsi Bansos setelah bulan Oktober 2024, dimana dia sudah tidak menjadi presiden, maka waktu itu tidak punya makna apa-apa. Karena itu Lasswell katakan who gets what, when and how untuk konsep politik, dimana politik itu mengandung unsur aktor, value, timing, dan cara atau instrumennya.
“Madam” Bansos
Belakangan ini media ramai dengan pengungkapan kembali kasus korupsi bansos 2021. Dalam kasus tersebut muncul sosok misterius yang dilabeli sebutan “Madam.” Nama “Madam” sendiri populer setelah Koran Tempo mempublikasikan hasil penelusurannya untuk menelisik lebih jauh perihal kasus korupsi yang melibatkan para elit, Menteri, anggota DPR, dan politisi PDIP.
Bahkan dikabarkan menterinya kala itu (Juliari P Batubara) turut mendapatkan fee sejumlah 17 miliar rupiah. Besaran fee lain disinyalir juga diterima oleh beberapa orang di mana diantaranya ada sosok Madam yang belakangan viral itu, (Koran Tempo, 19/1/2021).
“Jatah madam bebas potongan. Tapi jatah rakyat yang dipotong. Sungguh terlalu korupsi dana bansos ini dilakukan. Melakukan aksi bancakan diatas penderitaan rakyat yang membutuhkan. Publik tentu menantikan pengungkapan sosok Madam ke hadapan publik agar kita semua tahu siapa saja yang bermain dengan uang rakyat ini,” (laporan Koran Tempo)
“Saya kira semua orang mengerti siapa yang disebut madam gitu,” ujar Rocky Gerung seperti video yang diunggah akun YouTube Rocky Gerung Official, IDNBC.com, Kamis (21/1/2021). Menurut Rocky, sebelumnya juga ada misteri yang disebut dengan “madam de syuga” yang ternyata adalah istri Presiden Soekarno, Dewi Soekarnoputri.
“Nah sekarang kita mau menduga-duga, apakah madam itu adalah satu sinyal tentang kekuasaan yang dalam tradisi Eropa itu disebut madam artinya aristokrat gitu?” kata Rocky.
Rocky menambahkan, cover Koran Tempo yang memperlihatkan gambar seseorang yang mengenakan gaun sedang duduk di atas bangku dengan berkepala banteng itu dianggap menimbulkan sensasi estetika. “Nah sensasi itu yang ingin dibaca orang secara politisi. Itu sebetulnya,” pungkas Rocky. (*)
Penulis Aribowo Editor Wildan Nanda Rahmatullah