Oleh Faiz Ali Ba’agil – Kader Muda Muhammadiyah
PWMU.CO – Tepat pada hari Ahad (28/7/2024), dalam putusan Konsolidasi Nasional yang dihadiri pimpinan Muhammadiyah dari pusat hingga wilayah, Majelis, Lembaga, Biro, dan Organisasi Otonom tingkat pusat, serta Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah/Aisyiyah, telah disepakati bahwa Muhammadiyah secara resmi menerima tawaran pemerintah lewat Peraturan Pemerintah (PP) nomor 25 tahun 2024 yang memiliki isi bahwa Ormas keagamaan dipersilakan untuk mengajukan IUP (Izin Usaha Pertambangan). Keputusan Muhammadiyah untuk menerima tawaran pengelolaan tambang ini memantik perbincangan dan perdebatan di kalangan masyarakat, khususnya di dalam internal Muhammadiyah sendiri.
Pergumulan argumentasi antara pihak yang mendukung dan pihak yang menolak keputusan Muhammadiyah sudah tidak terelakkan lagi. Paling ramai yang biasa dijumpai adalah argumen-argumen yang dikeluarkan oleh pihak kontra. Muhammadiyah kini ibarat samsak yang ditinju berulang-ulang kali dengan lontaran kritik yang sangat pedas.
Mulai kritikan dari sudut pandang ekologis, sudut pandang politis bahkan sudut pandang keagamaan. Namun pada akhirnya, sekali lagi Muhammadiyah sudah memutuskan untuk menerima tawaran pemerintah untuk mengelola tambang. Lalu bagaimana pertimbangan Muhammadiyah atas keputusannya untuk masuk ke dalam dunia pertambangan? Lalu apa komitmen yang dijanjikan oleh Muhammadiyah dalam mengelola tambang?
Rasionalisasi Muhammadiyah untuk Menerima Tambang
Dalam keputusannya untuk menerima tambang, Muhammadiyah sudah mensosialisasikan rasionalisasi nya lewat berbagai platform. Setidaknya ada empat rasionalisasi Muhammadiyah memutuskan untuk terjun ke dunia pertambangan.
Pertama, Muhammadiyah menggunakan dalil naqli bahwa Allah menganugerahkan kekayaan alam (termasuk tambang) untuk dikelola manusia sebagai khalifatan fil ardh yang mempunyai ultimate goal (tujuan akhir) yaitu kesejahteraan dan kemaslahatan umat.
Pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah dapat dilihat sebagai bentuk tanggung jawab Muhammadiyah untuk memastikan bahwa sumber daya alam dimanfaatkan secara bijaksana demi kesejahteraan dan kemashlahatan umat.
Kedua, Muhammadiyah dalam fikih pertambangan merujuk pada Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tentang Pengelolaan Pertambangan dan Urgensi Transisi Energi Berkeadilan, bahwa pertambangan mempunyai dasar hukum al-ibahah (boleh) karena pertambangan termasuk ke dalam urusan duniawi dan muamalah dengan merujuk kaidah fikih al-aṣl fi al-mu’āmalah al-ibāḥah ḥatta yadulla ad-dalīl ‘alā taḥrīmih (hukum asal dalam muamalah adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya).
Fatwa ini memberikan landasan hukum yang kuat bagi Muhammadiyah untuk terlibat dalam usaha pertambangan menunjukkan bahwa keputusan ini didasarkan pada pertimbangan yang matang dan syar’i. Meskipun dalam perkembangannya, fatwa ini mendapatkan kritikan tajam dari banyak kalangan.
Ketiga, Muhammadiyah dalam merasionalisasikan keputusannya untuk menerima tambang tidak terbatas pada argumentasi keagamaan saja, namun keputusan Muhammadiyah juga turut didasarkan pada argumentasi amanat konstitusi dengan merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) pasal 33 ayat 3, yang menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Dengan demikian, pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah sejalan dengan prinsip bahwa kekayaan alam harus dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, sehingga tidak hanya sah secara agama, tetapi juga sesuai dengan prinsip negara.
Keempat, Muhammadiyah menilai bahwa pengelolaaan usaha pertambangan sejalan dengan Anggaran Dasar (AD) Muhammadiyah pasal 7 ayat 1 yang berbunyi, “Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan”, dan juga di dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) Muhammadiyah pasal 3 ayat 6 yang berbunyi, “Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas”, serta ayat 8 yang berbunyi, “Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan”. Oleh karena itu, keterlibatan dalam pertambangan adalah bagian dari usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuan persyarikatan.
Kelima, Muhammadiyah dalam memutuskan mengambil tawaran tambang turut mengacu pada amanat internal Muhammadiyah dalam putusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 2015 di Makassar untuk untuk memperkuat dakwah dalam bidang ekonomi selain dakwah dalam bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, tabligh, dan bidang dakwah lainnya.
Dengan demikian, keputusan untuk terjun ke dunia pertambangan adalah upaya Muhammadiyah untuk memperluas dan memperkuat dakwahnya dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi.
Bagi saya, secara keseluruhan keputusan Muhammadiyah untuk menerima tambang mempunyai alasan yang rasional. Mulai dari didasarkan pada landasan agama yang kuat (dalil naqli dan putusan tarjih), kesesuaian dengan konstitusi negara, keselarasan dengan tujuan persyarikatan, dan amanat internal untuk memperkuat dakwah ekonomi. Ini menunjukkan bahwa langkah tersebut bukanlah keputusan yang diambil sembarangan, tetapi melalui pertimbangan matang dan rasional.
Janji dan Komitmen Muhammadiyah Ketika Mengelola Tambang
Dalam Konsolidasi Nasional Muhammadiyah, secara implisit Muhammadiyah telah berjanji dan berkomitmen untuk mengelola tambang dengan penuh tanggung jawab dan melibatkan kalangan profesional dari kader dan warga persyarikatan, masyarakat sekitar tambang, serta bersinergi dengan perguruan tinggi dan mengedepankan teknologi ramah lingkungan guna memastikan bahwa kegiatan pertambangan dilakukan secara berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Muhammadiyah juga memiliki sumber daya manusia yang amanah, professional dan berpengalaman. Beberapa Perguruan Tinggi Muhammadiyah memiliki Program Studi Pertambangan yang dapat digunakan sebagai tempat praktik dan pengembangan entrepreneurship.
Ini memastikan bahwa pengelolaan tambang tidak hanya dilakukan secara efektif tetapi juga memberikan manfaat pendidikan dan pelatihan bagi mahasiswa dan kader Muhammadiyah. Selain itu, Muhammadiyah akan bekerja sama dengan mitra yang berpengalaman dan memiliki komitmen serta integritas tinggi terhadap masyarakat. Perjanjian kerja sama ini dirancang untuk saling menguntungkan dan memastikan keberpihakan terhadap masyarakat dan persyarikatan.
Pengelolaan tambang dilakukan dalam batas waktu tertentu, sembari mendukung pengembangan energi terbarukan dan menjaga lingkungan. Muhammadiyah juga memastikan adanya monitoring dan evaluasi terus-menerus, dengan opsi untuk mengembalikan izin usaha jika tambang lebih banyak menimbulkan mafsadat (kerusakan). Muhammadiyah berusaha mengembangkan model pengelolaan yang berorientasi pada kesejahteraan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan lingkungan yang ramah. Usaha tambang diusahakan untuk menjadi model “not for profit“, di mana keuntungan yang diperoleh digunakan untuk mendukung dakwah, Amal Usaha Muhammadiyah, dan masyarakat luas. Ini mencerminkan komitmen Muhammadiyah untuk memanfaatkan hasil usaha tambang secara optimal demi kebaikan bersama. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah