Moh. Wahyu Kurniawan SPd MPd, Dosen Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) Universitas Muhammadiyah Malang. (Istimewa/PWMU.CO).
PWMU.CO – Isu korupsi selalu menjadi perbincangan hangat sebab maraknya kasus tersebut terjadi di Indonesia.. Melihat itu, Moh. Wahyu Kurniawan, SPd MPd selaku Dosen Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memberikan penjelasan.
Menurutnya, edukasi mengenai pendidikan antikorupsi perlu dilakukan terutama di lingkup pendidikan. Hal ini dengan harapan bisa membangun karakter para calon pemimpin masa depan.
Penyuluhan Jadi Cara Penting
Wahyu yang juga Penyuluh Antikorupsi KPK itu mengatakan bahwa penyuluhan menjadi salah satu cara penting. Beberapa tugas yang ia emban yakni memberikan pemahaman dan pengetahuan, pengertian mengenai bahaya korupsi, dampak korupsi, serta mendorong masyarakat agar menjauhi tindak pidana korupsi. Penyuluhan ini berlaku kepada semua kalangan, termasuk para kalangan muda.
Adapun, UMM juga telah memiliki kurikulum yang berfokus pada antikorupsi yang terlaksana dalam prodi-prodi pendidikan. Menurutnya, kurikulum itu dapat mengalami pengembangan dan bisa diberikan pada para mahasiswa prodi lain bahkan juga anak-anak sekolah. “Korupsi ini harus dilawan bersama dan menjadi pekerjaan rumah kita bersama juga” tegasnya.
Lebih lanjut, Wahyu mengatakan bahwa gaya hidup hedonisme dan serakah menjadi salah satu faktor mengapa seseorang melakukan korupsi. Maka salah satu solusinya yakni dengan memberikan rasa takut kepada pelaku agar jera.
Ia melihat bahwa itu menjadi hal yang ironi di mana hak-hak yang seharusnya bagi anak-anak dan masyarakat yang membutuhkan malah tersalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu.
Dua Jenis Gratifikasi
Kemudian terkait gratifikasi, ia menjelaskan bahwa gratifikasi memiliki dua jenis, yakni positif dan negatif. Maksud dari gratifikasi positif yakni melakukan pemberian kepada seseorang terutama pejabat publik tanpa ada rasa pamrih.
Sebaliknya, gratifikasi negatif yaitu memberi sesuatu karena ada maksud dan tujuan tertentu. Seperti yang sudah tertuang dalam undang-undang Tipikor nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
UU ini telah mengatur dan membahas mengenai unsur-unsur perbuatan yang tergolong dalam tindak korupsi.
Maka dari itu, ia menilai bahwa isu tindak pidana menjadi PR bersama. Dapat bermula dari hal kecil seperti gaya mendidik seorang anak yang harus jujur dan disiplin. Ini tentu akan berpengaruh dalam pembentukkan karakter sang anak yang baik dan patuh di masa depan.
“Menilai kepemimpinan karakter seorang anak harus menggunakan program pembiasaan melalui jalur pendidikan. Misalnya saja apa yang telah diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara” terangnya.
Menurutnya, itu semua adalah nilai-nilai untuk menjauhi perilaku korupsi dan metodenya mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat.(*)
Penulis Hassanal Wildan, Editor Danar Trivasya Fikri