PWMU.CO – Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir MSi, menyampaikan pidato kebangsaan yang disiarkan langsung melalui YouTube Muhammadiyah Channel pada Jumat (16/8/2024).
Dalam pidatonya, Haedar menekankan pentingnya memahami dan membangun jiwa bangsa sebagai fondasi utama bagi kemajuan Indonesia.
Haedar Nashir memulai dengan menggambarkan bahwa sebuah negara, yang terdiri dari rakyat, wilayah, pemerintahan, dan kedaulatan, tidak hanya berdiri berdasarkan elemen-elemen fisik semata, tetapi juga harus memiliki jiwa yang menjadi nyawa bagi eksistensinya.
Sejarah bangsa, ideologi negara, serta konstitusi, menurutnya, mengandung jiwa, pikiran, dan cita-cita luhur yang harus terus dihidupkan.
“Negara dalam wujud aktivitas pemerintahan dan pemenuhan hak-hak dasar warga negaranya bukanlah sekadar urusan fisik dan tampilan luar. Usaha membangun negara harus menyentuh aspek-aspek fundamental yang menjadi fondasi utamanya,” tegas pria kelahiran 1958 ini.
Ia mengingatkan kembali tentang makna bait dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya: Hiduplah tanahku, Hiduplah negeriku, Bangsaku rakyatku semuanya. Bangunlah jiwanya, Bangunlah badannya, Untuk Indonesia Raya.
Bait ini, menurut Haedar, mengandung pesan mendalam bahwa pembangunan bangsa harus dimulai dari pembangunan jiwa, baru kemudian diikuti dengan pembangunan fisik.
Mengutip pidato Mr. Soepomo pada 31 Mei 1945 di BPUPKI, Haedar menyatakan bahwa pembangunan negara adalah sesuatu yang “bernyawa,” sehingga corak dan bentuknya harus disesuaikan dengan keadaan umum pada masa sekarang. Dengan kata lain, negara harus terus hidup dan berkembang sesuai dengan keadaan dan keistimewaan bangsa Indonesia.
Nyawa Indonesia: Pancasila sebagai Fondasi Utama
Kemudian Ketum PP Muhammadiyah dua periode ini menyoroti bahwa Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 memiliki “nyawa” yang berasal dari sejarah perjuangan bangsa.
Nyawa utama negara ini, menurut Haedar, adalah Pancasila, sebuah ideologi yang digali dari rahim sejarah dan denyut nadi kehidupan bangsa Indonesia.
“Pancasila bukan hanya dasar dan falsafah bangsa, tetapi juga merupakan ideologi yang mengandung nilai-nilai fundamental yang sangat penting dan berharga bagi hajat hidup bernegara,” ungkapnya.
Guru Besar UM Yogyakarta ini mengutip Soekarno dalam Pidato 1 Juni 1945 di BPUPKI yang menyebut Pancasila sebagai “philosophische grondslag,” atau dasar filsafat yang mendasari bangunan Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.
“Pancasila, dalam pandangan Bung Karno, adalah “Weltanschauung” atau pandangan dunia yang menjadi kerangka kerja ide dan kepercayaan bangsa Indonesia dalam menafsirkan dunia dan berinteraksi dengannya.’
Lebih lanjut, Prof Haedar menekankan bahwa Pancasila adalah rujukan utama yang menentukan misi, visi, arah, tujuan, dan cita-cita luhur Negara Republik Indonesia. Dengan berpegang teguh pada Pancasila, Indonesia dapat memastikan bahwa kemajuannya di segala bidang kehidupan berada di jalur yang benar dan tidak menyimpang dari nilai-nilai yang telah menjadi landasan negara.
“Jika Indonesia maju, maka kemajuannya harus bertumpu pada jiwa dan kepribadian Pancasila, bukan hanya pada kemajuan fisik atau kemajuan yang serba boleh tanpa mempertimbangkan nilai-nilai dasar yang kita anut,” kata Pria kelahiran Bandung Jawa Barat ini.
Pidato ini menjadi pengingat penting bagi seluruh rakyat Indonesia bahwa di tengah arus globalisasi dan perubahan zaman, Pancasila harus tetap menjadi nyawa yang menghidupkan Indonesia dalam mencapai kemajuan dan kejayaan.
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Azrohal Hasan