‘Aalimah Qurrata A’yun – Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
PWMU.CO – Agustus yang lalu, banyak dari kita dihadapkan dengan euforia makan bersama masyarakat di lingkungan sekitar.
Pada masyarakat pedesaan, konsepnya sesederhana membawa makanan dengan berduyun-duyun ke perempatan jalan gang setempat.
Jenis makanan beraneka ragam, mulai dari jajanan pasar, makanan khas suatu daerah, hingga buah-buahan dari hasil bumi.
Semua warga tampak rukun menikmati makanan dengan cara masing-masing, hingga didapati seorang yang berbahagia karena mendapati makanan kesukaannya.
Menganalisis dari cara seseorang dalam mengonsumsi buah salak misalnya, bahwa seseorang juga bisa jadi tidak suka pada salak hanya karena rasa atau selera, namun dari proses mengupasnya yang didapati tantangan tersendiri.
Namun, di balik kulit coklat yang kasar itu, tersembunyi daging buah yang manis dengan sedikit rasa asam, yang berwarna putih kekuningan.
Hal ini menggambarkan bagaimana kita sering melewati tantangan untuk mencapai sesuatu yang berharga. Ternyata, dari kesederhanaan buah salak, terdapat pelajaran hidup yang besar.
Dalam kehidupan, kita sering berharap bisa menikmati kebahagiaan tanpa harus melalui kesulitan. Kita ingin meraih sesuatu yang menyenangkan tanpa merasakan proses yang menyakitkan.
Namun, seperti mengupas buah salak, kesulitan yang dihadapi adalah bagian penting dari perjalanan itu. Hanya dengan melewati proses tersebut, kita bisa benar-benar menghargai hasil akhirnya.
Sambil menunggu hal-hal baik terjadi, serupa dengan sembari menunggu cucian kering dari basahnya, manusia juga harus bertekad untuk mengeluarkannnya pada ruang terbuka yang hanya berisi cahaya matahari dan udara segar.
Setiap dari manusia adalah harapan. Harapan yang dimiliki bisa saja sama dengan yang lain. Bisa saja tercapai, bisa saja mustahil tergapai.
Ada harapan yang bisa tercapai melalui usaha keras, tetapi ada juga harapan yang terasa mustahil untuk dicapai. Harapan yang tercapai adalah hasil dari tekad yang kuat, sementara harapan yang mustahil dicapai hanya menjadi angan-angan.
Meskipun demikian, pengalaman setiap orang dalam menghadapi harapan dan angan-angan tidak pernah sama.
Namun, perjalanan itu sendiri adalah bagian dari pelajaran hidup yang berharga, seperti halnya menemukan kelezatan di balik kulit salak yang kasar.
Editor Azrohal Hasan