Oleh: Silviyana Anggraeni – Pegiat literasi/Apimu Lamongan (Opini ini merupakan tulisan yang diikutkan sayembara APIMU)
PWMU.CO – Mengidolakan seseorang atau tokoh adalah sesuatu yang biasa terjadi. Hampir semua orang ketika ditanya soal siapa idola mereka, mereka akan dengan mudah menjawabnya. Jawabannya pun biasanya berkaitan dengan sesuatu yang mereka sukai.
Misalnya orang yang menyukai musik, kemungkinan besar mereka akan menjawab nama penyanyi, pemain musik, pencipta lagu atau siapapun yang berhubungan dengan musik. Adapun orang yang menyukai dunia olahraga kemungkinan besar mereka akan menyebutkan nama dari kalangan olahragawan atau atlet.
Alasan pengidolaan pun beraneka ragam. Ada yang mengidolakan karena fisik, karena bakat, ataupun karena karakter. Pengidolaan tersebut juga mempengaruhi pola pikir dan perilaku dari yang mengidolakan. Semakin banyak hal positif dari idola semakin baik pula pengaruh bagi yang mengidolakannya dan begitupun sebaliknya.
Lepas dari itu setiap orang memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Baik sebagai idola maupun yang mengidolakan. Di mana ketika sebagai yang di idolakan harusnya mereka memiliki kesadaran untuk memberikan nilai positif dan ketika sebagai yang mengidolakan mereka harusnya juga mampu memilah dan memfilter mana yang baik dan mana yang kurang baik.
Dalam islam tidak ada larangan mengidolakan seseorang atau tokoh, terutama jika pengidolaan tersebut memberikan dampak yang baik. Namun islam juga melarang umatnya untuk bersikap berlebihan dalam semua hal termasuk dalam mengekspresikan kekaguman pada sosok idola.
Larangan itu termaktub dalam al-Qur’an surat Al A’raf ayat 31 yang artinya, “Hai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Sebagai seorang muslim tidak ada manusia yang sempurna yang layak dicontoh tindak tanduknya kecuali Rasulullah Muhammad Saw.
Bahkan seorang cendekiawan yahudi Michael Hart menuliskan dalam bukunya, Rasulullah adalah tokoh nomor satu paling berpengaruh dalam peradaban dunia. Artinya tidak hanya berpengaruh terhadap umat muslim tetapi juga nonmuslim.
Rasulullah adalah manusia yang pantas di idolakan khususnya bagi seluruh umat yang mengaku muslim. Cukuplah segala risalahnya menjadi penuntun kita di dunia sampai akhirat. Karena mengikutinya adalah bentuk kecintaan kepada Allah dan dengan mencintai Allah, insya Allah kelak kita akan di pertemukan dengan Rasulullah di akhirat yakni di surganya Allah SWT.
Ada hadist shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari, “Dari Anas Ra, bahwa ada seorang lelaki penduduk pedalaman mendatangi nabi Shallallahu Saw lalu bertanya, “Wahai Rasulullah! Kapankah hari kiamat itu datang?” Rasulullah Saw bersabda, “Celakalah engkau! Apa yang telah engkau persiapkan untuk menyambut kedatangannya?” orang itu menjawab, “saya tidak menyiapkan apapun, hanya saja saya mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Rasulullah Saw bersabda, “engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai”.
Setidaknya ada tiga alasan mengapa Rasulullah pantas jd idola. Alasan yang pertama karena Rasulullah adalah suri tauladan. Terdapat dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 21 yang artinya, “Sungguh pada diri Rasulullah itu terdapat suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.”
Selain itu terdapat juga dalam al-Qur’an surat al-A’Raf ayat 3 yang artinya, “Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian, dan janganlah kalian ikuti pemimpin-pemimpin selainnya.”
Alasan yang kedua, karena Rasulullah sangat mencintai umatnya. Saat itu Rasulullah murang dan bersedih setelah mendapat kabar dari malaikat Jibril bahwa akan ada umatnya yang masuk ke dalam neraka karena perbuatan dosa besar dan belum bertaubat.
Sejak itu Rasulullah terus bersujud dan hanya ketika shalat saja beliau mengangkat kepalanya. Ada juga peristiwa tawar menawar antar Rasulullah dengan Allah dalam peristiwa isra mi’raj dimana kala itu Allah memerintahkan umat rasulullah untuk menunaikan shalat wajib 50 waktu. Tahu bahwa umatnya tak akan sanggup maka Rasulullah pun memohon berkali-kali agar waktu shalat dapat di kurangi. Jadilah sampai sekarang kita hanya di wajibkan shalat lima waktu saja yakni subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya. Tidak sampai disitu, dalam sakaratul mautnya pun Rasulullah merulang-ulang menyebutkan “ummati, ummati, ummati” yang artinya umatku, umatku, umatku. Baginda tidak memperdulikan sakitnya kematian tapi justru memikirkan nasib umatnya. Jika Rasulullah saja sangat mencintai kita lalu kenapa kita tidak mencintai-nya?
Alasan yang ketiga, kita telah tahu bersama bahwa Rasulullah adalah manusia paling agung akhlaknya. Hal ini terdapat dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4 yang artinya, “Sesungguhnya engkau (hai Muhammad) memiliki akhlak yang sangat agung.”
Segala sifat baik dan terpuji Allah ciptakan padanya. Dia adalah manusia tanpa cacat, dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah simbol dari kesempurnaan. Jika kita ingin memiliki karakter yang baik maka contohlah nabi akhir zaman tersebut.
Idola sepanjang jaman, bahkan manusia pertama Nabi Adam AS pun telah menyebutkan namanya jauh sebelum Rasulullah dilahirkan. Begitu juga dengan Nabi Isa AS. Wallahua’lam. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah