Rokhmat Widodo (Foto: PWMU.CO)
Rokhmat Widodo – Pengamat Politik, Kader Muhammadiyah Kudus
PWMU.CO – Prabowo Subianto, sebagai tokoh politik yang memiliki pengaruh signifikan di Indonesia, sering kali menjadi sorotan dalam konteks hubungan luar negeri. Mantan Danjen Kopassus itu menjadi Presiden Indonesia terpilih 2024-2029.
Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian publik terhadap kecenderungan Prabowo, terutama terkait keputusan politik dan ekonomi, apakah lebih mendekat ke China atau Amerika Serikat, semakin meningkat. Topik ini semakin penting mengingat posisi Indonesia sebagai negara besar di kawasan Asia Tenggara dan pengaruh besar yang dimiliki oleh kedua negara tersebut di panggung global.
Prabowo, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan Republik Indonesia, mempunyai latar belakang militer yang kuat dan pengalaman dalam berbagai posisi strategis. Karier politiknya yang panjang, ditambah dengan ambisi untuk memimpin Indonesia, memberikan gambaran jelas tentang bagaimana dia melihat posisi Indonesia di antara dua kekuatan besar ini.
Dalam beberapa kesempatan, Prabowo menunjukkan sikap terbuka terhadap kerjasama yang lebih erat dengan China. Hal ini terlihat dari berbagai inisiatif yang melibatkan proyek-proyek infrastruktur yang didanai oleh investasi China, termasuk dalam konteks Belt and Road Initiative (BRI), yang merupakan program ambisius dari Beijing untuk meningkatkan konektivitas dan perdagangan global.
Kerjasama dengan China ini tidak terlepas dari kebutuhan Indonesia untuk memperbaiki infrastruktur yang masih tertinggal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Proyek-proyek seperti pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dan berbagai proyek lainnya menunjukkan bahwa ada ketertarikan untuk memanfaatkan dana dan teknologi dari China.
Selain itu, posisi China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia juga menjadi alasan masuk akal bagi Prabowo untuk mempertahankan hubungan yang baik, mengingat potensi pasar yang luas dan investasi yang dapat dibawa oleh negara tersebut.
Namun, di sisi lain, Prabowo juga tidak mengabaikan hubungan dengan Amerika Serikat. Hubungan Indonesia dengan AS telah terjalin lama dan memiliki dimensi yang kompleks.
AS adalah salah satu mitra strategis bagi Indonesia, terutama dalam konteks keamanan dan pertahanan. Dalam beberapa tahun terakhir, kerjasama militer antara kedua negara semakin meningkat, dengan latihan militer bersama dan penjualan peralatan militer.
Amerika Serikat juga memiliki kepentingan dalam menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara, mengingat peningkatan pengaruh China yang dianggap sebagai tantangan bagi kepentingan strategis AS di kawasan tersebut.
Prabowo, yang memiliki pemahaman mendalam tentang geopolitik, tentu menyadari pentingnya menjaga keseimbangan dalam hubungan internasional.
Dalam beberapa kesempatan, ia menekankan perlunya Indonesia memiliki pendekatan yang independen dan tidak terjebak dalam dominasi salah satu kekuatan besar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kecenderungan untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan China, Prabowo tetap memperhatikan kepentingan nasional yang lebih luas dan berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan AS.
Pertanyaannya adalah, apakah Prabowo akan memilih salah satu dari kedua kekuatan tersebut atau akan berusaha untuk menyeimbangkannya? Dalam banyak hal, pola pikir pragmatis Prabowo dapat menjadi panduan dalam hal ini. Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, memiliki posisi strategis yang tidak dapat diabaikan oleh kedua belah pihak. Kekuatan ekonomi dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia menjadikannya sebagai pemain kunci dalam dinamika geopolitik Asia-Pasifik.
Kecenderungan Prabowo untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan China bisa jadi merupakan langkah strategis untuk mempercepat pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan Indonesia, serta meningkatkan daya saing ekonomi nasional.
Namun, hal ini juga harus diimbangi dengan perhatian terhadap implikasi jangka panjangnya. Ketergantungan yang berlebihan terhadap China bisa berpotensi menimbulkan masalah, baik dalam hal kedaulatan maupun dalam konteks sosial politik domestik. Oleh karena itu, penting bagi Prabowo untuk menemukan keseimbangan yang tepat dalam menjalin kerja sama dengan kedua negara.
Sementara itu, hubungan dengan AS juga sangat penting dalam konteks geopolitik. Dukungan AS dalam bidang pertahanan dan keamanan dapat membantu Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk ancaman terorisme dan stabilitas regional. Keberadaan AS di kawasan juga dapat menjadi penyeimbang terhadap ekspansi pengaruh China, sehingga Indonesia tidak terjebak dalam ketegangan antara dua kekuatan besar tersebut.
Prabowo, dengan latar belakang militernya, tentunya memahami seluk-beluk keamanan dan pertahanan dengan baik. Dalam konteks ini, memperkuat kerjasama dengan AS di bidang pertahanan bisa menjadi langkah yang bijaksana untuk memastikan bahwa Indonesia tetap memiliki posisi tawar yang kuat dalam percaturan geopolitik. Pada saat yang sama, Indonesia juga harus berupaya untuk meningkatkan kemampuan pertahanan nasional dengan memanfaatkan teknologi dan investasi yang dapat diperoleh dari kerjasama dengan China.
Secara keseluruhan, kecenderungan Prabowo untuk mendekat kepada China atau Amerika Serikat mencerminkan strategi untuk memanfaatkan potensi dari kedua belah pihak. Namun, ke depan, yang terpenting adalah bagaimana Prabowo dapat mengintegrasikan kepentingan nasional Indonesia ke dalam kebijakan luar negeri yang berimbang. Kemandirian dalam pengambilan keputusan dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan global akan menjadi kunci keberhasilan dalam menjalankan visi besar bagi Indonesia.
Dalam hal ini, Prabowo diharapkan dapat menjadi pemimpin yang tidak hanya berpikir pragmatis tetapi juga memiliki visi jauh ke depan dalam menghadapi tantangan global, sehingga Indonesia dapat menjadi kekuatan yang dihormati di panggung dunia tanpa harus terjebak dalam pengaruh salah satu kekuatan besar.
Editor Teguh Imami