PWMU.CO – Kisah cinta Zainuddin dan Hayati terpatri dengan apik dalam novel “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau lebih kita kenal sebagai Buya Hamka.
Hamka sendiri merupakan Ketua Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) yang pertama, sekaligus salah satu kader Muhammadiyah. Dia juga menjadi pemimpin redaksi Majalah Pedoman Masyarakat.
Novel Hamka dan Kapal Van Der Wijck
Novel ini mengisahkan cinta dua orang dengan latar belakang dan budaya berbeda, antara Zainuddin yang bukan keturunan orang berada, dan Hayati yang putri keluarga terhormat Minangkabau.
Kisah cinta ini harus berakhir karena Hayati menghembuskan nafas terakhirnya setelah turut menjadi korban dalam tenggelamnya kapal Van Der Wijck.
Perlu kita ketahui, peristiwa kapal Van Der Wijck tenggelam itu benar adanya. Peristiwa ini terjadi pada 20 Oktober 1936, di mana Kapal Van Der Wijck yang memiliki panjang sekitar 90 meter harus tenggelam karena kelebihan muatan dan lubang intip bagian bawah kapal terbuka dan menyebabkan air masuk.
Akhirnya, kapal Van Der Wijck harus tenggelam di kawasan perairan Paciran Lamongan (ada juga yang mengatakan di perairan Brondong Lamongan). Para nelayan ikut membantu menyelamatkan penumpang dan kru kapal tersebut.
Dalam telegraf yang keluar pada 22 Oktober 1936, menyebutkan ada 153 penumpang selamat, 58 penumpang tewas, dan 42 lainnya hilang.
Pemerintah Hindia Belanda akhirnya menunjukkan rasa terima kasihnya pada para nelayan di Paciran dengan membuatkan monumen peringatan. Monumen tersebut kini berada di halaman Kantor Pelabuhan Brondong Lamongan Jawa Timur.
Peristiwa tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini akhirnya menginspirasi Buya Hamka untuk menuliskan novelnya di tahun 1938. Novel tersebut kini juga sudah diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama pada tahun 2013. (*)
Penulis Wildan Nanda Rahmatullah Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan