PWMU.CO – Hari ini, Kamis (5/10) adalah jadwal terakhir pemulangan jamaah haji Indonesia. Ada 4.117 jamaah yang tergabung dalam 11 koter (kelompok terbang), yang akan diterbangkan dari Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah.
Sebelumnya, sebanyak 491 kloter telah dipulangkan, 240 kloter merupakan jamaah haji gelombang kedua dengan 94.812 jamaah dan 1.188 petugas yang diterbangkan melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah. Dan 251 kloter dengan 100.621 jamaah dan 1.255 petugas gelombang pertama yang diberangkatkan dari Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah pada 6-21 September 2017.
(BACA: Ustadz Abdul Azis: Mari “Pindahkan” Baitullah ke Tanah Air)
Mengutip viva.co.id, hingga hari ini dilaporkan bahwa jumlah jamaah haji Indonesia yang wafat di Arab Saudi mencapai 653 orang, terdiri atas 628 jemaah haji reguler dan 25 jemaah haji khusus.
Menyambut kepulangan jamaah haji kloter terakhir itu, penulis buku Berhaji kepada Allah Ustadz Abdul Aziz SE mengingatkan tentang pentingnya jamaah haji membawa amalan-amalan dari Tanah Suci ke Tanah Air.
“Sepulangnya dari dua Tanah Suci hendaknya jamaah haji ‘memindahkan’ Baitullah-nya ke masjid-masjid yang ada di Tanah Air dengan tetap menghadapkan wajah kepada kiblat pemilik Kabah,” kata Aziz, dengan mengutip Albaqarah ayat 148, “Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Di Tanah Suci, kata Aziz, selain pahala yang dilipatgandakan di Masjid Alharam dan Masjid Nabawi, keistimewaan lain adalah di Masjid Alharam ada Baitullah dan di Masjid Nabawi ada Raudhah.
“Antara rumahku dan mimbarku adalah taman (raudhah) dari taman-taman surga,” Aziz mengutip hadis riwayat Imam Tirmidzi dari Ali bin Abi Thalib dan Abu Hurairah.
“Agar hati jamaah haji selalu terikat kepada Allah, maka mereka harus membangun jalan menuju rumah Allah. Rasulullah saw membangun jalan ke surga dengan langkah-langkah kakinya yang selalu terikat dengan masjidnya,” kata pelatih manasik untuk meraih spiritualitas haji dan umrah itu.
Dia menambahkan, dengan mimbarnya, Rasulullah saw membangun kebaikan umat dari masjid. “Maka jalan yang dilalui oleh Rasulullah saw dari rumahnya ke mimbar itu (yang ada di dalam Masjid Nabawi, Red) disebut Raudhah. “Ingat itu Raudhah Rasulullah saw, bukan raudhah kita,” ujarnya.
Pembimbing haji dan umrah di Travel SAHELIA itu mengungkapkan, saat berhaji atau umrah jamaah berebut shalat di Raudhah Rasulullah saw, tempat yang mustajabah untuk berdoa. “Ironis jika begitu pulang ke Tanah Air, kita tidak lagi berjamaah di masjid, di lingkungan masing-masing.
(BACA: Kenapa Ustadz Ini Berpesan agar Jamaah Haji Membawa “Ihram’-nya ke Tanah Air)
Aziz juga menyampaikan, banyak jamaah haji yang begitu takut kehilangan shalat Arbain di Masjid Nabawi, yaitu shalat jamaah 40 waktu di Masjid Nabawi, yang didasarkan hadits dhaif, tetapi saat di Tanah Air, banyak yang tidak takut kehilangan jamaah di masjid.
“Harusnya, setelah pulang ke Tanah Air, kita membangun raudhah-raudhah kita sendiri. Bukankah doa di antara adzan dan iqamah itu waktu yang mustajabah. Bukankah ketika berwudhu dari rumah kemudian saat kita ke masjid, maka setiap langkah kaki-kaki akan dihapuskan dosa kita dan langkah berikutnya akan diberikan pahala. Bukankah di antara pintu-pintu surga adalah orang yang hatinya tertanam di masjid,” papar dia.
Itulah, tambah Aziz, makna membangun raudhah di Tanah Air sendiri. “Saat adzan maghrin, kita pergi dari rumah atau kantor ke masjid. Saat Isya balik lagi ke masjid. Saat Shubuh kembali ke masjid lagi. Bolak-balik langkah kaki kita yang berulang ke masjid itu berarti kita telah membangun taman surga, raudhah kita sendiri. Maka mari kita perpanjang Raudhah Rasulullah saw di Masjid Nabawi sampai ke masjid di Tanah Air,” ujarnya kepada PWMU.CO, Kamis (5/10). Semoga! (Mohammad Nurfatoni)