PWMU.CO – Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PW IPM) Jawa Timur menyelenggarakan Pelatihan Kader Madya Taruna Melati (PKMTM) III di Aula Gedung Dakwah Muhammadiyah (GDM) Kabupaten Sidoarjo, Jumat (27/9/2024).
Dalam kesempatan tersebut, pemateri Ketua Majelis Dikdasmen PCM GKB Gresik yang juga Dosen Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) Fiqih Risalah, M.A, Ph.D. menguraikan materi bertema Khittah Perjuangan Muhammadiyah: Menyintas Problematika Paham Antroposentrime
Dia menjelaskan antroposentrik memandang manusia sebagai pusat/yang tertinggi di alam semesta, akhirnya manusia sering sekali merusak alam.
“Dalam bahasa Yunani Antroposentrik adalah homo deus atau manusia yang meninggi lebih tinggi dari alam, namun di islam itu di sebut kholqun akbar atau besar perilaku,” ujarnya di hadapan 44 peserta dari Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah.
Homo deus ini menjadi asal mula dimana manusia dulunya adalah hewan yang serupa dengan manusia maka dari itu kita harus melihat manusia pada takaran fisik.
“Karena jika berbicara soal homo deus sangat susah untuk mengetahui bagaimana asal manusia yang pada akhirnya manusia harus di observasi terus menerus,” tambahnya.
Akan tetapi, lanjutnya, menurut bahasa Al-Quran manusia adalah insan dan sampai kapan pun manusia tidak menjadi homodeus. “Kita akan merasa rendah saat di pandang sebagai homo deus, namun kita akan menjadi tinggi sebagai Insan,” jelas Guru SMA Muhammadiyah 10 (Smamio) GKB Gresik ini.
Potensi Diri
Fiqih Risalah menjelaskan ketika orang lain mengkritik itu berarti sesuatu harus kita perbaiki. “Prosesnya dirasakan, kita harus memaksimalkan potensi diri, jadilah diri kalian tidak mereka,” paparnya.
Di peradapan ini, sambungnya, sudah pernah terjadi hal tersebut, Firaun contohnya. Firaun berasal dari kata firoah adalah mendaki gunung. Sama seperti Firaun yang semakin tinggi semakin sombong, sampai dia ingin diagungkan sebagai Tuhan oleh rakyatnya.
Dia memaparkan, dari problematika ini timbullah paham kapitalisme, liberalisme. Karena sesuatu terjadi tidak secara kebetulan, semua atas izin Tuhan. “Biar mereka rasakan apa yang harus di rasakan, biar apa? Biar mereka sadar,” tegasnya.
Dia berpesan bahwa beberapa manusia ingin berada di posisi puncak terus-menerus, maka dari itu sebagai kader Muhammadiyah harus tahu bahwasannya hidup ini silih berganti. “Jadi kader Muhammadiyah bisa selalu mensyukuri apa yang sudah didapatkan,” ujarnya. (*)
Penulis Ichwan Arif Editor Syahroni Nur Wachid