PWMU.CO – Rahmawati, seorang perempuan asal Desa Padang Tikar Satu, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, berhasil menuntaskan pendidikannya sebagai dokter.
Perjalanan hidup Rahma tidaklah mudah, namun dengan dukungan kuat dari kedua orang tuanya, H Hasanudin SPdSD, dan Hj Evarianti SPdSD, yang berprofesi sebagai guru SD, ia mampu membuktikan bahwa latar belakang sederhana tidak menghalangi seseorang untuk meraih cita-cita besar.
Rahma, anak pertama dari dua bersaudara, menceritakan bagaimana perasaannya ketika pertama kali meninggalkan Kalimantan untuk merantau ke Surabaya.
“Awalnya takut, takut tidak bisa mengikuti dan menyesuaikan diri. Tapi, dukungan orang tua yang begitu besar membuat saya semakin semangat,” ujarnya.
Kedua orang tua Rahma yang hanya berpenghasilan sebagai guru SD di desa sering diragukan oleh banyak orang mampu menyekolahkan Rahma hingga menjadi dokter.
Namun, hal itu justru menjadi motivasi terbesar Rahma. “Pesan orang tua saya selalu terngiang-ngiang, mereka bilang, ‘Harus selesaikan kuliahmu dengan baik, jangan terpengaruh pergaulan, dan buktikan meskipun kamu anak guru SD, kamu bisa menjadi dokter.”
Pesan itulah yang memacu Rahma untuk terus berusaha keras, hingga akhirnya ia lulus dengan prestasi gemilang. Dalam Yudisium Dokter, Rahma berhasil meraih IPK tertinggi kedua pada Yudisium Dokter Periode VI FK UM Surabaya.
Rahma pun berbagi tentang usahanya dalam belajar, terutama saat koas dan mempersiapkan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD).
“Saya mulai nyicil belajar sejak tiga bulan sebelum ujian, bahkan saat H-2 minggu saya targetkan minimal menyelesaikan 300 soal dalam sehari,” kenangnya.
Tidak hanya belajar, Rahma juga mengungkapkan bahwa doa dari kedua orang tua adalah kunci utama kesuksesannya. “Saya selalu video call orang tua setiap hari, minta didoakan sebelum ujian.”
Perjuangan Rahma untuk menjadi dokter tidak hanya soal pendidikan. Kondisi geografis tempat tinggalnya di desa yang berada di tengah laut juga menjadi tantangan tersendiri.
Untuk mencapai Surabaya, Rahma harus menempuh perjalanan panjang dari desanya ke Pontianak menggunakan kapal kecil yang disebut klotok selama lima jam. “Naik klotok juga ada jadwalnya, jadi harus benar-benar atur waktu perjalanan,” ujarnya.
Rahma juga menceritakan bahwa selama kuliah di Surabaya, ia jarang pulang ke kampung halamannya. Hanya saat libur Idul Fitri dan libur semester panjang, ia bisa kembali ke Pontianak.
“Liburan di bawah tiga minggu biasanya tidak pulang, karena waktu perjalanan dari Surabaya ke kampung sangat lama,” tuturnya. Namun, meski jauh dari keluarga, Rahma tetap menjaga hubungan dengan orang tua melalui video call setiap hari untuk mengurangi rasa rindu.
Meski begitu, semangat Rahma tidak surut. Harapannya kedepan, ia ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang spesialis.
“Saya berharap bisa melanjutkan sekolah spesialis, mendapatkan pekerjaan yang bagus, dan yang paling penting membahagiakan orang tua serta keluarga besar,” kata Rahma penuh harapan.
Penulis Rahma Ismayanti Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan