Oleh: Imam Robandi – Wakil Ketua Umum Asosiasi Profesor Indonesia (API) dan Wakil Ketua Umum Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI)
PWMU.CO – Dunia akademisi kita sekarang ini sedang dilanda iklim ketidakpercayaan dari masyarakat, dan menteri yang tidak kapabel dalam menyelesaikan problematika pendidikan, adalah bahwa kita tidak sedang baik-baik saja.
Ada gelar Honoris Causa (HC) yang pemberi dan penerimanya diragukan, ada pengangkatan jabatan akademi guru besar yang prosesnya tidak dipercaya, belum lagi ada berbagai macam jenis profesor ini-itu, ada gelar doktor yang diperoleh dengan waktu sangat cepat yang bersamaan dengan produk karyanya yang sangat tidak berkualitas, peraturan yang berganti-ganti, fitur-fitur aplikasi manajemen informasi yang tumpang tindih, juga masih banyak perundungan siswa dan juga mahasiswa, dan masih banyak lagi permasalahan pendidikan kita yang sekarang sedang hangat dibicarakan di kedai-kedai kopi di tengah-tengah masyarakat kita yang seolah-olah tidak pernah selesai.
Tidak sedikit lulusan yang hanya dengan karya pas-pasan sudah dapat bonus predikat cum-laude, dan tidak sedikit masyarakat yang sering bertanya jika bertemu dengan seorang profesor dengan pertanyaan ‘ini doktor atau profesor jenis yang mana’, dan langsung mencari di google scholar, dan juga jika bertemu dengan seseorang yang bergelar HC, maka mereka juga menanyakan ‘ini memperoleh dari universitas mana’, dan langsung dicek izin universitasnya, ranking universitasnya, di dunia ranking berapa, dan yang lain. Saat berbicara di depan komunitasnya sederet gelarnya dipasang, tetapi lagi-lagi kualitas karya sebagai akademisi nya adalah sangat memprihatinkan atau bahkan kosong setelah dicek di google scholar.
Jika berkomentar di medsos begitu banyak paragraf, tetapi karya ilmiahnya belum tentu ada setiap tahun. Foto gambar apa saja selalu diunggah di facebook setiap pagi-sore, tetapi karya-karyanya sebagai akademis juga sama sekali tidak pernah muncul di tengah masyarakat. Ini adalah salah satu sisi dari kehidupan pragmatis sebagian para akademisi di negeri ini yang sedang kita alami, sehingga menjadi wajar jika sangat banyak perguruan tinggi kita terpuruk dan berada di ranking bawah pada QS-WUR.
Di dunia pendidikan tinggi, di lain sisi, kehidupan seorang akademisi sering kali memunculkan gambaran menara gading, sehingga misi kebermaknaannya yang sudah dicanangkan oleh institusinya banyak yang tidak dapat menjangkau ke tingkat yang paling diharapkan, yaitu masyarakat pengguna di sekitarnya.
Makalah penelitian yang terus-menerus seolah-olah tidak pernah habis dan perdebatan intelektual yang mendalam seperti terbang di angkasa. Kenyataannya ini sering dinilai sebagai sesuatu yang jauh dari jangkauan atau lebih bernuansa pragmatis. Telah banyak akademisi yang memainkan berbagai peran dan tanggung jawab yang melampaui komitmen penelitian dan pengajaran mereka. Ini yang sering disebut sebagai menara gading, yaitu kampus yang tidak dapat melihat kenyataan bahwa permasalahan yang ada di sekitarnya adalah tantangan topik penelitian yang menarik untuk disentuh oleh para akademisinya.
Peran Ganda sebagai Peneliti dan Pendidik
Inti dari kehidupan seorang akademisi adalah peran ganda sebagai peneliti dan pendidik. Meskipun mengejar pengetahuan adalah yang terpenting, tetapi kebutuhan untuk menyampaikan pengetahuan itu kepada mahasiswa adalah juga sama pentingnya. Dualitas ini membutuhkan pendekatan yang tepat terhadap manajemen waktu dan alokasi sumber daya, sehingga menghasilkan sebuah manajemen yang efektif.
Banyak akademisi membagi waktu mereka antara memberi kuliah, menilai, membimbing siswa, dan sambil juga terlibat dalam projek penelitian, menghadiri konferensi, menulis buku, menulis artikel, dan menulis temuan penelitian mereka dalam berbagai jurnal ilmiah. Tindakan untuk menyelesaian banyak pekerjaan ini membutuhkan penyeimbangan fisik dan pikiran, sehingga memerlukan perencanaan dan penentuan prioritas yang cermat. Tuntutan akademisi adalah mengadopsi strategi untuk menetapkan tujuan yang jelas, membagi tugas menjadi bagian-bagian yang dapat dikelola, dan memanfaatkan teknologi untuk menyederhanakan tugas-tugas administratif. Ini sering mengalami kendala, karena kemajuan teknologi tidak dapat dikejar oleh para akademisi, sehingga hanya membuka fitur-fitur sederhana saja dapat menjadi masalah besar.
Birokrasi dan Menata Keseimbangan
Akademisi sering kali terjebak dalam birokrasi yang sangat rumit dan melelahkan. Berbagai aplikasi manajemen yang jumlahnya tidak sedikit sampai kebijakan rutin universitas atau nasional yang secara administratif sering tumpang tindih, sehingga dapat menjadi momok yang menakutkan atau minimal adalah ‘aras-arasan untuk mengerjakan’.
Mengelola kesibukan ini memerlukan pola pikir yang praktis dan kemauan untuk beradaptasi yang presisi agar semua jenis pekerjaan dapat diselesaikan secara tepat pada waktunya dan adil. Akademisi harus mahir dalam memahami kerangka kerja institusional, kelembagaan, dan mematuhi peraturan kepatuhan, dan juga harus dapat beradaptasi secara cepat dengan link-link yang baru yang harus cepat dapat dikuasai.
Membangun hubungan antara kolega dengan kolega dan juga dengan staf administrasi adalah menjadi hal yang penting. Berkolaborasi dalam projek, berbagi sumber daya, dan mencari partner yang tepat adalah strategi penting yang dapat meringankan beban birokrasi. Akademisi yang memupuk hubungan dengan baik akan menjadi lebih siap untuk menavigasi rintangan kelembagaan ataupun institusional.
Tuntutan akademisi yang tinggi dapat mengaburkan batasan antara kehidupan pribadi dan profesional. Jam kerja yang panjang dengan banyak jenis tugas, tekanan untuk mempublikasikan karya, dan keinginan untuk memperoleh jabatan secepatnya akan dapat berdampak buruk pada profesionalisme dan sistem.
Oleh sebab itu, tidak sedikit para akademisi yang mengadopsi pendekatan pragmatis untuk mencapai ambisi kehidupan dan target pekerjaannya. Ini yang membuat academic atmosphere menjadi semakin tidak kondusif dan rusak.
Menetapkan batasan dalam berkarya, menjadwalkan waktu senggang, dan terlibat dalam perawatan diri merupakan ikhtiar penting dalam menjaga keseimbangan kehidupan. Banyak akademisi juga mengembangkan kepentingannya dalam hobi dan minat di luar kewajiban profesional mereka yang dapat berfungsi sebagai saluran penting untuk menghilangkan tekanan (stress) dan kejenuhan.
Dengan memprioritaskan waktu pribadi secara sadar, mereka akan dapat meningkatkan produktivitas dan kepuasan mereka yang seimbang secara keseluruhan.
Beradaptasi dengan Perubahan
Dinamika akademis terus berubah di setiap waktu, dan ini adalah sebuah keniscayaan. Perubahan dalam pendanaan institusi karena pengaruh ekonomi nasional dan global, pergeseran sosial dan budaya, perubahan tatanan politik, dan kemajuan teknologi mengharuskan akademisi untuk dapat beradaptasi secara cepat. Meramu pola pikir pembelajaran berkelanjutan adalah sangat penting untuk menjaga eksistensi diri.
Banyak akademisi berinvestasi dalam peluang pengembangan profesional mereka dengan menghadiri lokakarya, berorganisasi, dan mencari partner kolaborasi secara luas untuk tetap mengikuti kemajuan mutakhir pada bidang mereka.
Lebih jauh, kemunculan pendidikan dalam jaring (online) telah mendorong banyak akademisi untuk memikirkan kembali metode pengajaran tradisional yang sudah tidak lagi digunakan dan tidak relevan untuk para mahasiswa milenial yang serba update. Mengadopsi teknologi modern dan strategi pedagogik baru telah menjadi penting untuk melibatkan mahasiswa untuk meningkatkan pengalaman proses belajar mereka.
Para akademisi yang mendekati perubahan ini dengan pandangan adaptif akan menemukan cara inovatif untuk tersambung secara harmonik dengan mahasiswa mereka, artinya bahwa mereka saling terbangun konvergenitas.
Akademisi semakin menyadari kepentingan mereka untuk terlibat dengan komunitas mereka dari berbagai kalangan universitas dan masyarakat umum. Hal ini tidak hanya mencakup penyebaran ilmu pengetahuan, tetapi juga penerapan penelitian untuk mengatasi masalah dunia nyata dan juga untuk membumikan gagasannya dalam bentuk pengabdian pada masyarakat.
Banyak akademisi mencari kemitraan dengan organisasi, universitas lain, dan masyarakat industri dan bisnis untuk membina hubungan dan memperluas dampak mereka di luar kampus. Keterlibatan komunitas ini adalah tidak hanya memperkaya pengalaman akademik saja, tetapi juga dapat membantu menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik di luar kelas.
Dengan berpartisipasi aktif dalam inisiatif komunitas, akademisi dapat berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dan juga mengembangan pengalaman yang sekaligus dapat meningkatkan kualitas penelitian dan pengajaran mereka sendiri.
Simpulan dari semua ini, bahwa kehidupan seorang akademisi adalah jalinan dari penelitian, pengajaran, pendidikan, pembimbingan, administrasi, keterlibatan komunitas, dan masyarakat. Pendekatan yang tepat yang mereka adopsi memungkinkan mereka untuk berkembang dalam lingkungan yang kompleks dan sering kali banyak tantangan (challenge).
Dengan menyeimbangkan berbagai peran mereka, mengelola birokrasi, menjaga keharmonisan kehidupan kerja, beradaptasi dengan perubahan, dan terlibat dengan komunitas mereka, maka akademisi telah mencontohkan perpaduan idealisme dan realisme yang menjadi ciri pendekatan modern.
Mereka terus membangun pikiran generasi masa depan dan berkontribusi terhadap kemajuan masyarakat dan bangsanya dengan menjunjung nilai-nilai akademik yang luhur. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah