Oleh Muhsin MK – Pegiat Sosial
PWMU.CO – Panti asuhan dewasa ini tumbuh dan berkembang di perkotaan bagai jamur yang tumbuh di musim hujan. Hal ini terjadi seiring dengan peningkatan ekonomi dalam masyarakat setempat.
Di kalangan masyarakat Indonesia yang berpenghasilan besar cenderung ingin menyedekahkan hartanya. Cara yang mudah bagi mereka adalah yang langsung dapat disalurkan secepatnya tanpa menunggu waktu lama.
Sedekah pun mereka ingin langsung berhubungan dengan obyeknya. Apalagi berkaitan dengan anak anak yatim-piatu, mereka merasa mulia datang ke panti panti asuhan dan berjumpa dengan anak anak kaum duafa tersebut.
Kedatangan mereka ke panti panti asuhan cenderung yang dekat dengan jalan yang biasa mereka lewati. Mereka saat melihat panti itu langsung saja bertemu dengan pengurus dan menyerahkan bantuan.
Karena berkaitan dengan amal sedekah mereka tidak mau menonjolkan diri. Di samping itu mereka juga tidak mau tau tentang perkembangan lembaga sosial yang berdiri dalam masyarakat. Panti asuhan yang bermunculan dalam masyarakat di satu sisi menunjukkan keperduliannya pada anak anak yatim-piatu dan duafa. Namun di sisi lain terkesan dalam rangka pengumpulan dana dengan menawarkan pengasuhan anak anak terlantar tersebut.
Hal inilah yang membedakannya dengan panti Panti Asuhan Muhammadiyah dan Aisyiyah di Indonesia. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak persyarikatan tidak sama dengan panti Panti asuhan yang baru bermunculan di kota kota tersebut.
Minimal ada lima perbedaan yang dimiliki LKSA dalam bentuk Panti Asuhan Muhammadiyah dan Aisyiyah. Pertama, didirikan atas dasar kesadaran pengamalan perintah Allah dan Rasulullah berkaitan dengan penyantunan anak anak yatim-piatu dan duafa.
Sebagaimana yang diajarkan KH Ahmad Dahlan kepada murid muridnya saat mengkaji surat Al Ma’un. Dari sinilah lahir aktifitas penyantunan anak anak yatim-piatu dan duafa diantaranya dalam bentuk Panti Asuhan dan sejenisnya.
Kedua, didirikan sesuai kebutuhan realitas masyarakat yang berada di lingkungan Muhammadiyah dan Aisyiyah. Keadaan itu mendorong keperdulian pimpinan persyarikatan untuk mendirikan LKSA tersebut.
Ketiga, mendirikan Panti Asuhan semata mata bagian dari ibadah dan dakwah dalam masyarakat di lingkungan Muhammadiyah dan Aisyiyah. Karena itu dibangun secara swadaya, berta’awun, bergotong royong dan bekerja sama dengan mengedepankan kemandirian, kolegialitas, amal shaleh dan dzariah.
Keempat, Panti Asuhan yang didirikan Muhammadiyah dan Aisyiyah bersifat non profit atau nir laba yang tidak mencari keuntungan materi. Bahkan didirikannya tidak untuk memperkaya pribadi pengurus dan pengelolanya, termasuk tidak untuk kampanye dan kepentingan kelompok dalam mencari sumber dana melalui kegiatan sosial dan kemanusiaan.
Karena itu LKSA Muhammadiyah dan Aisyiyah tidak membiasakan mengiklankan dan menyebar luaskan lembaganya dengan reklame dalam bentuk apapun. Baik yang dilakukan dengan menggunakan media cetak maupun media sosial.
Kelima, berusaha menjaga amanah dalam mengurus dan mengasuh anak anak yatim-piatu dan duafa yang berada dalam Panti Asuhan Muhammadiyah dan Aisyiyah. Menjaga keamanan, kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan mereka lahir batin, termasuk mendidik aqidah, Akhlakul Karimah dan Al Islam ke-Muhammadiyah dalam membentengi keimanan mereka.
Selain itu di lingkungan LKSA persyarikatan itu juga diberikan pendidikan ketrampilan dan keahlian berorganisasi, kepanduan, bela diri dan hal lainnya. Termasuk mereka dilatih ketrampilan skill dalam kegiatan positif yang bermanfaat untuk masa depan hidup dan kehidupan sosial ekonominya.
Hanya yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan Panti Asuhan Muhammadiyah dan Aisyiyah adalah pengasuh panti. Pengasuh ini perlu orang yang profesional dan memiliki pengetahuan tentang ajaran Al Islam dan Ke Muhammadiyahan.
Panti Asuhan sebaiknya bukan untuk menempatkan orang dan pengurus persyarikatan yang sudah pensiun. Orang sudah pensiun itu memang mereka punya pengalaman. Namun perlu diingat bahwa di tempat kerja asalnya saja sudah tidak dipakai lagi.
Artinya pensiunan sudah tidak pas lagi bekerja dan beraktifitas yang berat. Mengurus anak anak Panti memerlukan keseriusan dan kemampuan profesional.
Di samping itu di Panti Asuhan Muhammadiyah dan Aisyiyah perlu menjaga citra dan Marwah panti milik persyarikatan. Diharapkan tidak terjadi di dalam Panti tindakan kekerasan, perundungan dan pelecehan seksual.
Karena itu pengawasan pimpinan persyarikatan, terutama bagian MPKS (Majlis Pembinaan Kesejahteraan Sosial). Pengawasan yang dilakukan harus kuat, ketat dan berjalan secara konsisten dan kontinyu.
Dengan berbagai langkah di atas, termasuk juga memberikan Pendidikan Pelatihan (Diklat) yang intensif tentu akan menjadikan Panti Asuhan Muhammadiyah dan Aisyiyah akan berkembang dan berkemajuan. Hanya saja tingkat dan soal kesejahteraan anak asuh dan para pengasuh yang terlibat di dalamnya juga harus diperhatikan.
Semua ini apabila direalisasikan dengan baik akan menjadikan Panti Asuhan Muhammadiyah dan Aisyiyah mendapatkan kepercayaan dalam masyarakat. Setidaknya dalam menitipkan dan mengasuh anak anak yatim-piatu dan duafa agar kelak menjadi orang orang yang beriman dan bertaqwa.
Karena itu masyarakat pun tidak segan segan akan membantu dana, infaq dan sedekah untuk biaya operasional Panti Asuhan persyarikatan sehari hari dan dalam melaksanakan program program kegiatannya.
Editor Teguh Imami