Oleh Prof Dr Haedar Nashir MSi (Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
PWMU.CO – Generasi muda saat ini perlu mengambil inspirasi dan teladan dari generasi Sumpah Pemuda 1928. Generasi tersebut menunjukkan patriotisme dan karakter kuat yang berlandaskan idealisme, wawasan nasionalisme yang luas, serta visi masa depan yang jelas.
Mereka adalah kaum muda “futuwah,” kesatria yang mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Mereka tidak terjebak oleh godaan materi atau kekuasaan, melainkan berkomitmen pada semangat satu Indonesia: satu bahasa, satu tanah air, satu bangsa, yakni Indonesia.
Saat ini, generasi muda memiliki potensi besar dan kemudahan dalam hidup. Akses terhadap jabatan, materi, dan ketenaran semakin mudah dicapai.
Namun, hal ini tidak boleh menjadikan mereka kaum muda yang kehilangan nasionalisme dan jiwa futuwah.
Generasi muda harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam hedonisme, materialisme, atau “kursiisme”—yakni ambisi kekuasaan—tanpa integritas, idealisme, atau visi yang luas.
Mereka juga harus menghindari menjadi generasi yang terlalu bergantung pada teknologi, menjalani hidup seperti robot tanpa kepedulian terhadap sesama.
Pemuda Indonesia juga harus menjauhi sikap angkuh tanpa isi dan integritas diri. Hindari menjadi “benalu” dalam kehidupan pribadi maupun dalam konteks berbangsa dan bernegara.
Generasi muda seharusnya mandiri, bukan bergantung pada orang tua, sehingga bisa mengembangkan diri dengan tangguh. Jangan pula menjadi kaum muda yang hanya mengejar popularitas dangkal tanpa komitmen pengabdian, kecerdasan, atau kualitas diri yang autentik.
Tantangan yang dihadapi Indonesia hari ini dan di masa depan sangat kompleks. Karena itu, diperlukan pemuda Indonesia yang kokoh berdiri di atas idealisme dan prinsip yang benar dalam bernegara.
Generasi ini harus religius, berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila, cerdas, memiliki pengetahuan, keahlian, serta mampu berperan aktif dalam kehidupan sosial, kebangsaan, dan kemanusiaan global.
Generasi yang layak menjadi pewaris Indonesia masa depan yang berkomitmen kuat untuk menjadikan Indonesia bersatu, berdaulat, adil, dan makmur di era modern sebagaimana cita-cita luhur para pendiri negara dan generasi tahun 1928.
Generasi Gen Z dan setelahnya boleh jadi berbeda memiliki dunia sendiri yang tidak dapat dipersamakan dengan generasi masa lampau. Tapi dasar-dasar kehidupan yang tetap sama dan harus dijunjungtinggi seperti nilai-nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa.
Jadilah generasi muda Indonesia yang tetap berbasis nilai utama yang hidup di negeri tercinta. Jangan jadi lost-generation, yang tercerabut dari nilai-nilai dasar kehidupan dan keindonesiaan.
Pahami segala hal yang menyangkut makna dan pengetahuan kebangsaan, jangan sampai mengalami krisis pemahaman kebangsaan atau quarter life crisis.
Generasi muda Indonesia saat ini juga terjebak dalam sandwich generation. Demi hidup efisien dari segi finansial tapi menjadi egois dan tercerabut dari akar keluarga, lebih-lebih orangtua yang posisinya mulia dan harus dihormati.
Masyarakat Indonesia dibangun di atas asas extended family dan gotong royong. Maka jangan menjadi insan muda yang asosial dan kehilangan etika hidup luhur terhadap ayah dan ibu, kerabat, dan masyarakat. Apalagi sunatullah manusia itu Homo Sapiens, berelasi dengan sesama.
Manusia modern meskipun menjadi Homo Deus karena kedigdayaan iptek, namun tetaplah harus menjaga jatidiri kemanusiaan selaku Homo Sapiens dan tidak berubah menjadi makhluk robotik yang mati akal-budi dan hidup bersosial di planet raya ini.
Dengan sikap dan kemampuan ini, pemuda Indonesia akan menjadi agen perubahan yang berkontribusi dalam membangun bangsa yang lebih baik dan berdaya saing di kancah internasional. (*)
Tulisan ini dimuat di Instagram Haedarnashirofficial
Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan